Duka Sepatu Sobek Sampai Teman Kelakar

Rajulul Fuzarri dipercayakan sebagai kapten ketika uji coba vs PPLP Aceh | foto: Rahmad S

Bagikan

Duka Sepatu Sobek Sampai Teman Kelakar

Rajulul Fuzarri dipercayakan sebagai kapten ketika uji coba vs PPLP Aceh | foto: Rahmad S

MASAKINI.CO – Matahari di langit Aceh Tengah petang itu nyaris terbenam, saat 69 pesepakbola Aceh di Lapangan Musara Alun Takengon memperlihatkan kemampuannya, akhir Juli lalu.

Mereka mengikuti seleksi untuk masuk bakal calon pemain sepakbola PON Aceh di Zona 3. Rajulul Fuzzari (Raju), seorang diantara puluhan yang mencoba peruntungan.

Sepatu dengan logo strip tiga garis berwarna hijau miliknya sobek. Selama sehari penuh, lepas matahari terbit sempurna, hingga terbenam, ia saling berganti sepatu dengan pemain lain unjuk kebolehan di depan Mukhlis Rasyid – Safrizani, dan Dirtek Asprov PSSI Aceh, Ridwan Salam.

“Pas terakhir sepatu saya sobek. Saya masih ingat, sepatu itu pemberian dari Bireuen waktu ikut PORA,” kata Raju pada masakini.co, Minggu (18/8/2024).

Malam itu, air langit deras jatuh di atas atap Asrama Haji. Di kamar 213, Raju meringkuk di atas kasur. Ia membaringkan tubuh untuk istirahat, karena sore tadi, tim sepakbola PON Aceh baru selesai melaksanakan uji coba dengan Persas Sabang.

Raju main sejak pertama. Dia sudah sah menjadi bagian dari tim sepakbola PON Aceh. Kaki kidal, menjadi nilai tambah bagi bek tengah ini.

“Saya anak laki satu-satunya, ada kakak perempuan. Di keluarga cuma saya yang kidal,” ungkap pemain kelahiran 2003 ini.

Sembari memainkan gawainya, Raju mengenang perjalanan di PON Aceh, yang tidak sampai 20 hari lagi kick-off cabor sepakbola akan bergulir. Setelah lolos di Zona 3, ia melanjutkan seleksi terakhir paska Idul Fitri 2024 di Stadion Kuta Asan.

“Nyangka nggak bisa terpilih masuk skuad PON?”

“Sejujurnya nggak,” jawab Raju.

Selama Pelatda baik di Sigli hingga ke Banda Aceh, Raju selalu menjadi samsak utama bercandaan rekan-rekan. Sebagai pribadi yang kelewat hemat bicara, ia nyaris tak pernah menunjukkan baper, apalagi hingga adu jotos. Hanya sekali, diakuinya, ia nyaris mengamuk.

“Cuma sekali, pagi itu buah apel Raju dimainin Akmil. Itu dikit lagi hampir kejadian (meledak),” bebernya.

Muhammad Effendi, kitman tim sepakbola PON Aceh ada di sebelah Raju kala ia bercerita. Effendi dengan nada bercanda sambil menggugat mengatakan, “mengapa tidak sekalian saja Raju bertindak ketika banyak rekan bercanda.”

“Untuk apa diladenin, ada Allah, biar Allah yang balas,” tukas Raju.

“Raju jawabannya udah mirip ustaz ya,” timpal Effendi. Disambut tawa oleh Ressy Wahyudi, M Haikal, dan Refyanshah. Mereka sama-sama penghuni kamar 213. Raju ikut tersenyum mendengar ketiga temannya berkelakar.

Di balik hemat bicara ada tekad dipendam Raju. Ia ingin membahagiakan Ishak. Ayahnya itu sempat meragukannya pilihan sang anak menjadi pesepakbola.

“Dulu sebenarnya nggak terlalu didukung. Kata ayah, jangan terlalu fokus di bola, lebih ke coba cari kerja. Tapi setelah lolos PON Aceh, berbeda,” bebernya.

Kegundahan sang ayah, dimaklumi Raju. Ayahnya dengan mata pencaharian tukang becak, serta menjaga parkir di depan rumah, ada harapan pada Raju untuk mendapatkan pekerjaan yang pasti.

“Di halaman rumah, Gampong Baro biasanya anak sekolah SMP 1 Bireuen parkir. Ada pemasukan dari situ. Selain itu, narik becak. Pemasukan yang pasti, bawa orang jualan nasi setelah subuh,” jelasnya.

Rajulul Fuzarri dan Akmil Randi | foto: Ichsan Maulana (ICM)

Teman Kelakar

Semalam berselang, Akmil Randi menyambangi Raju di kamar 213. Penghuninya, sempat celetuk terkait ‘peristiwa apel’ di suatu pagi. Hawa AC dan suhu dinding kamar yang dingin karena cuaca hujan, menghidupkan canda kombinasi klarifikasi.

“Sebetulnya masalah apel itu, Akmil nggak ada maksud sedikit pun,” terang Akmil di hadapan Raju, disaksikan Ressy, Haikal dan Refy.

“Kenapa diantara semua pemain PON, hanya dengan Raju, Akmil paling berani bercanda?” tanyaku.

“Raju enak, nggak gampang baper, nggak dimasukkan ke hati,” sebutnya. Raju yang tepat di samping Akmil, hanya merespon dengan senyum.

Percakapan melompat, andai tak mendapatkan kesempatan bermain di PON.

Akmil mengaku sadar, sekarang dirinya masih belum menjadi pilihan utama. Sama halnya dengan Raju. Tapi terbesit di hati sekaligus doa, ia pasti dimainkan.

Jalannya masuk skuad PON Aceh 2024 mirip dengan Raju. Jika Raju memulai dari seleksi Zona 3, maka kiprah Akmil berawal dari Lapangan Naga, Aceh Selatan, Sabtu (22/7/2023) silam.

Sisi unik berkaki kidal ditambah dengan ada tekniknya, Akmil bersama 8 pemain lainnya terpilih dari 78 pemain yang ikut seleksi di Zona 2. Meski pun, setelahnya melanjutkan seleksi di Kuta Asan, Sigli, dan menjadi satu-satunya putra Aceh Selatan yang terpilih.

“Akmil satu-satunya (di Zona 2) yang ikut dari Kecamatan Meukek, yang lain lebih dari satu orang. Paling banyak kalau nggak salah dari Kluet, daerahnya Bang Perda,” kenangnya.

Nama yang ia sebut, Perda Rahman merupakan eks PON Aceh 2021. Medio itu, bukan hanya Perda, ada Rezal Mursalin yang juga memperkuat Aceh di PON Papua. Rezal Mursalin sekecamatan dengan Akmil. Hanya beda desa, Akmil di Gampong Jambo Papeun.

“Waktu PON Aceh 2024 uji coba dengan PON Aceh 2021 di Sigli, Bang Mursalin sempat ngobrol, bahkan di-chat juga agar Akmil mau tambah sendiri latihan,” ujarnya.

Akmil bersyukur telah tiba di titik ini, ia ingin membalas kebaikan kakek-nenek yang setiap kali seleksi, sering memberinya uang untuk ongkos dan bekal. Sejak ibu menikah lagi, ia tinggal di rumah kakek-nenek yang jaraknya dekat juga dengan rumah ibu.

Malam hampir menyentuh dini hari, dompet berwarna hitam ia sibak. Selembar foto yang warnanya sudah pudar, bersanding dengan foto Akmil dengan ukuran lebih besar dan masih utuh.

Akmi Randi Randi menujukkan foto alm ayah | foto: Ichsan Maulana (ICM)

“Ini ayah, nggak pernah lihat langsung. Meninggal saat Akmil masih dalam ayunan,” ceritanya, sembari jemari mengusap foto.

Kaswandi. Ayah Akmil, kembali keharibaan ilahi rabbi setahun sebelum tsunami. Kala konflik Aceh masih berkecamuk. Dalam sebuah perjalanan, sang ayah baru tiba dari Banda Aceh, setiba di Aceh Selatan di sebuah desa, ayahnya bersama kolega sedang mencari bekal untuk ‘naik ke gunung.’

“Menurut riwayat, ditangkap sama aparat dan seperti biasalah. Lalu dirawat di rumah, bekas luka di dalam parah, hingga kembung di bagian dada, sekira sebulan mungkin, ayah meninggal,” tuturnya.

Ia menjadi satu-satunya anak dari pasangan Kaswandi-Yeni Suprima. Namun Akmil memiliki dua adik dari ayah baru.

“Cuma Akmil yang main bola.” Ibu memutuskan membuka lembaran baru. Akmil mengaku sangat menyayangi sang ibu, meski dirinya tumbuh dan besar di rumah nenek. Keduanya juga saling bertemu, karena rumah nenek dekat dengan ibunya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist