MASAKINI.CO – Sejak 25 tahun masa konflik di Aceh sejumlah korban kekerasan seksual dan korban konflik di Aceh belum tersentuh bantuan pemulihan dan bantuan sosial.
Menurut seorang pendamping korban konflik di Tangse, Zulkifli, lebih dari 50 korban kekerasan dan konflik di wilayah itu telah diambil pernyataan, namun baru 17 korban yang mendapat bantuan.
“Kita belum menerima apapun bantuan, tapi kami sudah diambil pernyataan,” kata Zulkifli di Banda Aceh, Senin (26/8/2024).
Zulkifli mengaku juga menjadi korban konflik pada tahun 1992. Tak hanya dirinya, keluarga Zulkifli turut menjadi korban kekerasan dan penghilangan orang.
Kondisi ini diakuinya sangat miris. Apalagi bagi korban yang mendapat bantuan tidak dalam jumlah yang sama. Artinya dana yang pernah diberikan oleh pemerintah tidak diterima korban dalam jumlah penuh.
“Misal ada yang baru dapat Rp1 juta sudah di stop, Rp3 juta hingga Rp15 juta, tapi kebanyakan dari mereka belum mendapat apa-apa,” terang Zulkifli.
“Saya selalu menanyakan itu selaku pendamping,” tambahnya.
Zulkifli menaruh harapan agar bantuan reparasi terhadap korban dapat dipercepat. Serta tidak membeda-bedakan jenis kekerasan yang diterima korban, karena masih banyak korban konflik dan pelanggaran HAM berat masih hidup dalam garis kemiskinan.
Menurutnya, pemerintah harus bertanggung jawab dan memperdulikan kondisi korban.
“Ditambah lagi anak-anak korban terpaksa putus sekolah lantaran tak ada biaya, ini harus difikirkan pemerintah dan jangan dipilih-pilih,” pungkasnya.
Sementara itu komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Yuliati menerangkan KKR Aceh bertugas merekomendasi pemenuhan hak korban.
Kata dia, satu orang korban direkomendasikan tiga layanan seperti rekomendasi bantuan modal, rekomendasi lapangan pekerjaan dan rekomendasi rumah.
“Tapi untuk menjalankan itu sekaligus pemerintah tidak punya regulasi, bukan hanya korban yang kecewa, KKR juga kecewa,” terangnya.
Pemberian reparasi masa lalu tersebut tetap dilanjutkan sesuai dengan mekanisme yang telah diatur. Jika terdapat korban tak menerima jumlah bantuan yang sama maka pemerintah disarankan untuk dilakukan penetapan standar.
“Angka nominal yang diberikan belum juga diputuskan, maka ini yang kita dorong agar Peraturan Gubernur dijelaskan standar bantuan kepada mereka,” tutur Yuli.