MASAKINI.CO – Saban latihan, Sukirmanto senantiasa memantau perkembangan Safrizal, M Furqan Agustianda dan M Farhan Al Hadi. Tiga kiper tim sepakbola PON Aceh.
Sebagai pelatih kiper, Manto begitu ia kerap disapa, sadar bahwa tiga jagoannya masih punya seabrek kekurangan. Yang paling utama adalah daya tahan fokus dalam laga. Maka, ia minta anak asuhnya tekun dalam berlatih.
“Kita menyadari masih ada kekurangan. Namun setiap harinya kita coba sama-sama evaluasi dan perbaiki. Agar saat PON bergulir, anak-anak sudah dalam kondisi prima,” jelasnya, Senin (26/8/2024).
Namun pelatih yang pernah berjasa di masa aktif bermain bersama Persmin Minahasa itu, tidak menutup mata, bahwa para perisai terakhir di skuad PON Aceh tersebut juga punya kelebihan.
“Jal lebih di ketepatan posisi. Furqan bagus di one on one. Kalau Farhan, reflek maupun penalti dia unggul,” bebernya.
Harapan dari Tamiang
Keberhasilan Safrizal menembus skuad tim sepakbola PON Aceh menjadi kebanggaan tersendiri bagi Aceh Tamiang. Dari beberapa edisi PON terakhir, tidak pernah ada kiper dari kabupaten perbatasan Aceh-Sumatra Utara yang berhasil masuk PON.
“Tidak ingat juga ada atau tidak kiper dari Tamiang yang pernah di PON. Saya bersyukur, alhamdulillah bisa memperkuat Aceh di PON,” ucapnya.
Pengalaman bermain di Liga 3 Sumut bersama Labura Hebat FC hingga lolos ke putaran nasional, telah memberikan pengalaman yang berharga bagi kiper kelahiran 2003 ini. Tiba sampai ke PON, sejatinya tak pernah ia bayangkan.
Dulu, Safrizal bukanlah kiper. Ia bermain di mana saja, kecuali penjaga gawang. Baru lepas SMP, salah seorang pelatih di SSB menganjurkan dirinya berganti posisi. “Kata pelatih, kau gak bobot main di bek. Jadi kiper saja, kau tinggi,” kenangnya.
Pelatih tersebut adalah Ari Saputra. Pelapis Sukirmanto saat sama-sama bermain untuk PSBL Langsa dulu. Sebagai anak perbatasan, Safrizal banyak bermain di Sumatera Utara.
Setelah Pra PORA, ia bermain bersama tim Tanjung Pura, Brimo Langkat. Dalam sebuah pertandingan, bakatnya terlihat Sugiatr, yang waktu itu menempa kiper Binjai United. Sugiart yang membawa Safrizal ke Pelita Medan Soccer.
Setelahnya, kebersamaan Safrizal dan Sugiart berlanjut di Labura Hebat FC hingga membawa tim ini juara Liga 3 musim 2023/24 zona Sumut. Anak dari pasangan Suseno-Suriati ini berharap, sukses itu keterusan bersama tim sepakbola PON Aceh.
“Semoga bisa terus berprestasi, terlebih di ajang PON. Mohon dukungan dan doanya,” pinta kiper asal Desa Bundar.
Tentang Abangda
Furqan punya panggilan khusus di tim sepakbola PON Aceh. ‘Abangda’ begitu ia disapa. Sejak Pelatda di Sigli hingga pindah ke Banda Aceh, nama panggilan itu sudah melekat padanya.
“Tidak tahu juga siapa pertama kali yang manggil. Furqan enjoy aja,” jelas pemain kelahiran 2003.
Rasa santai tersebut tidak lepas dari cerita yang serupa. Sebelum ke tim sepakbola PON Aceh, Furqan memperkuat PS Peureulak Raya di Liga 3 Aceh. Salah seorang eks PON Aceh, TM Reza Pratama juga dipanggil ‘abanda’ oleh rekan yang lain.
“Mungkin karena terbiasa di tim Liga 3 ada yang dipanggil abangda, Furqan ya aman-aman saja. Tidak merasa dicandai,” ujarnya.
Menurut pemain PON Aceh lain, panggilan abangda kepada Furqan sebenarnya, lebih karena kiper dari Kota Langsa itu terlihat punya kepercayaan diri di atas rata-rata pemain PON Aceh.
“Ya Furqan tipe yang percaya diri,” jawabnya ketika dikonfirmasi mengenai itu.
Anak dari pasangan Jefrie Fonda-Rulymdawati Nigsih mengaku sangat menikmati momen di PON Aceh.
Ia berharap mendapatkan kepercayaan bermain, entah turun sejak menit pertama atau pun pengganti. Karena orangtuanya sudah memastikan datang menyaksikan ia bertanding.
“Semoga ada kesempatan. Orangtua hobi bola juga. Apalagi di PON kali ini, sekaligus mau dukung adek, M Ridha atlet sepatu roda Aceh,” beber Furqan.
Ada satu khas dari perawakannya, yaitu bermata sipit. Furqan menuturkan, gen tersebut tampaknya turun dari kakek dari ibunya. Seorang Tionghoa yang mualaf.
Karena Lambung jadi Kiper
Farhan punya perjalanan unik hingga menjadi seorang kiper. Mulanya ia adalah striker. Saat SMP, pemain kelahiran 2003 tersebut merasa tidak nyaman pada perutnya.
“Perut sering terasa perih, striker butuh banyak gerak. Saya pikir, jadi kiper saja biar lebih nyaman,” jelasnya.
Anak dari Gampong Baro, Montasik, Aceh Besar saat itu menjadi kiper dengan modal berani. Semuanya alami. Ketika mengenyam bangku SMK, barulah anak dari pasangan Sofyan-Sudarmi itu, mengenyam ilmu sepakbola di Talenta Aceh Football Academy, Banda Aceh.
Tahun 2023 hingga 2024 boleh dibilang menjadi tahun keberuntungan baginya. Memperkuat Aceh Besar di ajang PORA. Runner-up Liga 3 Aceh, dengan PSAB Aceh Besar dan terbang ke putaran nasional. Kini, ia terpilih sebagai satu dari tiga kiper PON Aceh.
“Persaingan di sektor kiper PON Aceh sangat sehat. Kami hanya bersaing di lapangan. Kalau di luar kami sama-sama,” urainya.
Di kamar 217 di Asrama Haji, tempat tim sepakbola PON menginap, para kiper sekamar. Ditambah seorang bek tengah, Irza. Farhan mengaku saling dukung, meski terlihat malu-malu kala menjawab kemungkinan inti.
“Kalau ditanya bila dipercaya inti, ya harus siap. Kan sudah di tim,” tegasnya.
Terkait kepiawaian membaca arah penalti, Farhan memilih merendah. Katanya, hanya hoki saja. Bagi kiper yang mengaku mengidolakan Nadeo Argawinata itu, penalti lebih kepada rezeki saja.