Mahasiswa Ditangkap Saat Demo di DPRA Dipicu Ujaran Kebencian

Polresta Banda Aceh menggelar konferensi pers, Jumat 30/8/2024, terkait aksi demontrasi di DPRA yang berujung ricuh. (foto: Riska Zulfira/masakini.co)

Bagikan

Mahasiswa Ditangkap Saat Demo di DPRA Dipicu Ujaran Kebencian

Polresta Banda Aceh menggelar konferensi pers, Jumat 30/8/2024, terkait aksi demontrasi di DPRA yang berujung ricuh. (foto: Riska Zulfira/masakini.co)

MASAKINI.CO – Aksi demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMuR) Lhokseumawe dan Banda Aceh di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada Kamis (29/8/2024) sore kemarin, berujung ricuh dengan aparat keamanan.

Sebanyak 16 orang demonstran ditangkap Kepolisian Resor Kota Banda Aceh. Polisi menyebut mereka terpengaruhi paham anarkisme atau kelompok yang anti kemapanan dengan tujuan untuk membuat rusuh dan merusak tatanan kota.

“Dari yang kami dalami, mereka memang menggunakan atribut kampus, tapi tidak memiliki izin dari kampus masing-masing,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli dalam konferensi pers, Jumat (30/8/2024).

Fahmi menjelaskan aksi anarkis yang dilakukan di depan kantor DPRA tersebut berkedok menyuarakan aspirasi rakyat berupa penolakan upah rendah, Aceh darurat kemiskinan, hingga ketidakpedulian wakil rakyat di gedung dewan.

Menurut polisi, para demonstran ini ditangkap lantaran merusak fasilitas publik, menggangu ketertiban umum, dan memboikot arus lalu lintas di depan DPRA.

“Seperti tidur di jalan, melakukan pembakaran ban di tengah jalan, bakar spanduk bekas serta membentang spanduk di tengah jalan,” sebut Fahmi.

Setelah diperiksa, dari 16 demonstran yang diciduk itu, tujuh diantaranya disebut polisi positif narkoba jenis ganja. Mereka akan direhabilitasi dan tidak dilakukan penahanan.

Sementara enam demonstran lainnya, tutur Fahmi, punya peran berbeda untuk melakukan tindakan ujaran kebencian kepada aparat.

Fahmi menjelaskan perbuatan mereka dilakukan dengan memasang spanduk di sejumlah titik di Kota Banda Aceh dengan tulisan “Polisi Pembunuh, Pelaku Pelanggaran HAM di Aceh, dan Polisi Biadab”.

“Jadi diluar dari 16 ini semuanya saksi, dan para pelaku juga berperan double kegiatan saat buat kerusuhan,” ujarnya.

Menurut Fahmi semua demonstran belum dibebaskan. Proses ke sana menunggu kehadiran para keuchik, orang tua, dan rektor dari sejumlah universitas di Lhokseumawe.

“Tujuannya agar mereka dapat mengambil sikap terhadap oknum mahasiswa yang melakukan kerusuhan,” tegasnya.

Kronologis dari Polisi

Sebelum demonstrasi di DPRA berujung anarkis itu terjadi, pada Senin 26 Agustus lalu, massa lebih dulu tiba di LBH Banda Aceh untuk meminta dilakukan pendampingan. Namun aksi tersebut batal.

Lalu massa juga mendatangi salah satu kampus swasta yang ada di Banda Aceh untuk melakukan konsolidasi terkait aksi yang akan dilaksanakan. Lagi-lagi rencana tersebut batal.

Kemudian pada 28 Agustus, polisi mengamankan tujuh lembar spanduk berisi tulisan provokasi untuk membenci Polri yang terpasang di sejumlah titik di pusat kota Banda Aceh.

Hingga akhirnya aksi tersebut dilakukan pada Kamis sore (29/8/2024) sekitar pukul 15.00 WIB, yang berujung bentrok dengan aparat kepolisian.

“Ini tidak bisa dibiarkan, karena mereka telah lebih dulu mendesain untuk kerusuhan,” kata Kombes Fahmi Irwan Ramli.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist