MASAKINI.CO – Tak sampai sebulan paska Elite Pro Academy (EPA) U-20 selesai kompetisi, Muhammad Ghifari yang sudah pulang ke Banda Aceh setelah memperkuat EPA U-20 Persik, mendapatkan panggilan dari tim seleksi PON Aceh.
Berbekal kondisi fisik yang sudah ditempa di EPA, gelandang kelahiran 2004 mengikuti seleksi bersama 40 pesepakbola Aceh lainnya. Ditambah lima pemain Aceh label EPA.
“Waktu itu hanya Agip (panggilannya) yang lolos dari anak-anak EPA. Ini lebih ke rezeki saja,” katanya.
Sepanjangan Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda), sama seperti yang lain, Agip terus memantapkan diri. Performanya naik turun. Belum sering menjadi pilihan utama. Hal tersebut ia maklumi, katanya bagian dari rotasi.
Fokusnya sempat buyar. Sekitar pukul 00.30 WIB, 28 Juni 2024 lalu, ayahnya, Ikhwani berpulang kepangkuan ilahi. Malam itu, Agip sudah tertidur pulas di kamar 213 Hotel Safira, Sigli. Tempat tim sepakbola PON Aceh menginap.
Suara ketukan pintu kamar membangunkannya. Coach Fakhrurrazi dan Sukirmato sudah di depan pintu, saat Agi membuka. Sementara 17 panggilan tak terjawab tertulis di notifikasi Hp.
“Pulang saja dulu ke Banda Aceh. Kata Coach Fahrol dan Coach Manto. Pas lihat di Hp, kabar ayah udah gak ada,” kenang Agip. Dengan cepat barang dipacking, ia meluncur ke Lambhuk dengan mopen L-300.
Selama sepuluh hari ia libur berkabung. Fisiknya sempat sedikit keteteran ketika kembali ke tim. Perlahan namun pasti, Agip bisa kembali ke kondisi fisik seharusnya. Hingga pelatih kepala PON Aceh, Rasiman tetap memberinya kepercayaan.
PON XXI Aceh-Sumut juga menjadi ajang reuni bagi Agip dengan sejumlah kolega, yang sama-sama pernah mencicipi EPA U20. Rafael (Jatim) Fauzan (Jabar) Mulyadi (Sulsel) Ryan (Sulteng) dan Febriansyah (Papua Barat).
“Yang paling dekat ya lawan Mulyadi. Karena Aceh dan Sulsel sama-sama di Grup A,” tuturnya.
Herdiansyah
Gerak langkahnya di lapangan tengah seolah slow motion. Walau bukan. Tapi sesekali ia melepaskan long passing, sayap maupun striker tinggal tancap gas. Di luar lapangan, wajahnya mengundang tawa, aura lucu memancar lekat.
Begitulah atribut yang melekat pada Herdianshah, gelandang PON Aceh asal Pereulak, Aceh Timur. Ia mengaku bingung disebut lucu. Namun kehadirannya dengan segala gimik lucu yang tidak dibuat-buat, menjadi penyegar dalam tim.
“Tidak tahu juga, biasa saja. Tapi itu menurut orang ya wajar saja, hehe,” ujar Dian, sapaannya.
Gelandang PON dari Gampong Seunebok Peusangan terpilih setelah menjajal seleksi sejak Zona 4 di Langsa. Dian tidak datang dengan CV PORA. Ia hanya sempat membela Aceh Timur di PORA. Daya jelajah dan long passing adalah kelebihannya.
“Saya masih banyak kurang. Karena itulah kadang inti kadang tidak. Saya maklum, belum seutuhnya dapat menjawab harapan dari skema taktik yang pelatih inginkan,” jelasnya.
Namun ia berjanji, ketika PON sudah bergulir akan memaksimalkan setiap kesempatan yang diberi. Anak dari pasangan Hamdan-Jalilah ini berharap, PON bisa menjadi panggung dirinya unjuk kapasitas. Sepakbola telah banyak berkontribusi dalam hidupnya.
“Karena sepakbola saya bisa beli seekor kerbau muda. Waktu itu saya beli Rp 12 juta,” ungkapnya.
Anak terakhir dari empat bersaudara itu, sudah akrab dengan ternak dan pertanian. Abangnya adalah pedagang ternak, seperti sapi. Setiap ‘hari pekan’ menjajakan ternaknya di pasar hewan di sejumlah daerah.
“Selama PON, ayah yang bantu potong rumput untuk pakan kerbau maupun sapi di rumah,” ucap pesepakbola kelahiran 2003 ini.
Zyan
Zyan Al Haris lain lagi. Di tim, ia tampak paling pendiam. Hanya berbicara yang penting-penting saja. Gelandang PON Aceh dari Langsa itu mengaku tidak ada masalah apapun.
“Memang jarang becanda. Dibilang introvert tidak juga sepertinya. Karena kalau di Langsa sama kawan-kawan lumayan juga ngomongnya,” ujarnya.
Meski portofolionya terbilang lengkap untuk ukuran turnamen. Seperti bermain di Piala Danone 2017, Blispi 2018, Soeratin 2022, POPDA 2022, PORA 2022 hingga Liga 3 Aceh 2023. Namun saat seleksi masuk tim sepakbola PON Aceh di tingkat Zona 4, ia sempat gagal.
Namun, performanya di Liga 3 Aceh bersama Putra Langsa, membuka kesempatan kedua bagi anak dari pasangan Ansari-Nazariah tersebut. Zyan langsung ikut seleksi di Sigli. Dan endingnya, ia terpilih.
Sejauh ini, diakui pesepakbola dari Gampong Matang Seulimeng ini mengakui masih berusaha keras menembus skuad inti. Dari sejumlah uji coba, Zyan acap kali jadi pilihan kedua atau ketiga.
“Sesuatu yang wajar dalam tim. Pelatih lebih tahu kebutuhan. Dan itu tidak apa-apa bagi saya, kita fokus dan tau kebutuhan tim yang utama. Tapi tetap mempersiapkan diri agak maksimal, jika kesempatan diberi,” jelas Zyan.
Di luar itu, ia mengaku punya tantangan tersendiri di tim sepakbola PON Aceh. Beradaptasi bermain di posisi gelandang bertahan. Sebelumnya, Zyan akrab dengan peran gelandang serang.
Fisik yang kokoh, dan daya tahan merupakan atribut yang melekat padanya. Kelebihan itu, menjadi komponen penting bagi gelandang, apalagi bertahan.