MASAKINI.CO – Kota Lhokseumawe punya tiga wakil di skuad tim sepakbola PON Aceh. Dua diantaranya Resi Wahyudi dan M Farhan. Gelandang serang dan bek kanan itu, sama-sama berasal dari Pusong, sebuah daerah di jantung Kota Lhokseumawe, tepat di bibir laut.
Sejak kecil, Farhan sudah akrab dengan hiruk pikuk laut. Belum sempurna fajar menyingsing di langit ‘Petro Dollar,’ ia sudah menemani kakek, untuk menjajakan ikan kepada pembeli. Tugasnya membantu.
Bagi anak-anak Pusong, laut adalah sumber ekonomi. Tua-muda, rata-rata hidup dari aktifitas laut. Saat sudah remaja. Kakek memberikan kepercayaan lebih. Di lapak jual ikan TPI Lhokseumawe, Farhan menjadi pedagang meski tetap ditemani kakek.
“Biasanya dari pukul 07.00 hingga 09.00 WIB jualannya. Kami jual ke mugee (pengepul). Sering dikasih upah sekitar Rp50 ribu dari kakek,” jelasnya.
Kakek Farhan punya boat. Tak jarang bila petang, saat nelayan pulang atau kala sang kakek membeli ikan satu viber, maka Farhan yang menabur es.
Ikan tersebut akan dijual esok pagi. Selain membantu kakek, bagi Farhan tugas itu juga mata pencarian.
“Kadang setelah jualan pagi. Dikasih juga ikan sama kakek. Saya jualan sendiri. Ada satu teman lain, anak toke boat. Kami jualan sama-sama,” jelasnya.
Namun ketika sepakbola memanggil. Sang kakek tak pernah mengekang Farhan. Kabar akan seleksi PON Aceh sampai ke telinganya. Pesepakbola kelahiran 2004 itu, pamit lebih cepat dari aktifitas pasar ikan.
“Jelang seleksi PON, saya minta izin ke kakek. Jam 7 pagi, saya langsung berlatih. Joging keliling waduk,” ungkapnya.
Persiapannya tak sia-sia. Anak kedua dari tiga bersaudara dari Gampong (desa) Pusong Lama itu, melewati tahap demi tahap seleksi. Dimulai dari Zona 4, Stadion Langsa. Penampilan bek kanan ini menonjol dari pesaingnya. Kecepatan, dan terutama crossing menjadi atribut lebih yang ia miliki.
Kini Farhan telah resmi terpilih. Dan bersaing dengan Hercules, bek kanan lain di tim sepakbola PON Aceh. Keduanya juga sekamar 520. Farhan masih merasa tertantang untuk menembus tim utama.
“Kalau diberi kesempatan, akan kita maksimalkan. Karena PON jadi ajang batu loncatan. Sekaligus puncak dari kompetisi yang pernah saya ikuti,” bebernya.
Sejak kecil, Farhan sudah bermain di sejumlah ajang. Membawa Aceh Juara 3 Sepak Bola Anak Indonesia (SBAI) tahun 2014 di GBK, Senayan, Jakarta. Dua kali mengikuti Badan Liga Sepakbola Pelajar Indonesia (BLiSPI) tingkat nasional, Medan (2015) dan Magelang (2016). Di Medan, Farhan dipercayakan sebagai kapten. Sukses membawa POSILA wakil Aceh menjadi juara.
Tidak hanya itu. Ia juga membawa wakil Aceh, Dewantara United juara Liga Sentral nasional 2023 di Cirebon 2023.
Resi Wahyudi
Resi begitu ia disapa. Kepiawaiannya dalam mengkreasikan peluang, serta memiliki akurasi shooting yang menawan. Mengantarkan sahabat sejak kecil Farhan ini, juga masuk tim sepakbola PON Aceh. Keduanya juga satu sekolah baik di SMP maupun SMA.
Karena sepakbola Resi dan Farhan bisa mengenyam pendidikan di sekolah elit, PT Arun. Usai mengikuti Piala Menpora.
“Kami sudah sama-sama main bola sejak kelas 5 SD. Bahkan ketika mewakili Indonesia, saya gantian di posisi bek kanan dengan Farhan,” jelas Resi.
Portofolio Resi dan Farhan nyaris sama. Kecuali Liga Sentral. Momen terindah bersama ketika SBAI. Resi bermain dengan Garuda di dada. Salah satu pertandingan paling dikenang, melawan Malaysia.
“Sayangnya setelah fase grup kami didiskualifikasi. Udah lawan Malaysia dan Australia padahal. Karena kalau tidak salah PSSI ada dualisme di-banned FIFA,” kenangnya.
Bakatnya memang menonjol sejak kecil. Meski begitu, Resi pernah patah hati dengan Kota Lhokseumawe. Ia tidak terpilih masuk tim PORA Lhokseumawe. Resi mengaku sempat kecewa. Tapi tak menghentikan latihannya. Waktu itu, keyakinannya satu. Ada jalan ke PORA.
Dalam masa menunggu. Sebuah telepon masuk. Mukhlis Rasyid, asisten PON Aceh sekarang, meminta Resi untuk terbang mengikuti seleksi di Aceh Singkil. Berbekal uang pribadi, demi mimpi, anak dari pasangan Rusli Nurdin-Faridah berangkat. Singkatnya ia terpilih.
“Andai tidak lewat waktu itu, uang transport diganti. Sudah begitu jalannya,” ucapnya.
Di PORA 2022, pemain asal Gampong Pusong Baro itu tampil menjanjikan. Ia sukses menorehkan sejarah bagi Aceh Singkil, yang konon, tradisi juara sepakbola di PORA kurang. Menjadikan kabupaten perbatasan Aceh-Sumut itu sebagai runner-up, dianggapnya sudah luar biasa.
“Sempat cetak satu gol ke gawang Lhokseumawe di semifinal. Kami Aceh Singkil menang 3-0,” sebutnya.
Perasaannya kala itu campur aduk. Katanya, ada dendam yang terbayar. Tapi di sisi lain, di atas tribun ada Mukhlis Rasyid, orang yang membuka jalan ke Aceh Singkil. Ketika sudah di final dan mendapatkan medali, Resi sempat jail kepada pemain Lhokseumawe.
“Saya bilang ke Sultansyah Jihan: mau medali, ambil saja. Haha. Tapi bercanda saya, biasa,” ungkapnya.
Mabuk Laut
Meski sama-sama tinggal di bibir laut Lhokseumawe. Resi terbilang unik. Ia tak tahan laut. “Pernah suatu ketika naik boat. Langsung muntah-muntah. Pusing,” ungkapnya.
Berbeda dengan Farhan yang aktifitas pagi di pasar ikan. Resi tidak. Walau ayahnya penjual ikan. Tidak pernah pula sang ayah memaksa sang anak untuk berjualan.
“Paling bantu-bantu saat Ramadhan. Itu pun bingung. Alhamdulillah senang juga, dapat jajan Rp30 ribu dari ayah untuk buka puasa,” ujarnya.
Kebingungan yang dimaksud, ketika disuruh angkat ikan tertentu, ia malah mengangkat ikan jenis lain. “Bingung sendiri. Jangankan itu, lihat timbangan untuk kilo ikan saja tidak mengerti,” aku Resi.
Ia punya satu keyakinan. Bahwa mereka akan juara. “Aceh insya Allah juara. Pertama karena kita kompak. Kedua kita tuan rumah. Ada dukungan penonton,” pungkasnya.
CV atau portofolionya identik dengan Farhan. Resi sempat di Persiraja U-18. Ditambah Mola Pro Elite Academy U-18. Hingga PORSENI NU nasional.