Kelam Hingga Riang Pasukan PON Aceh

Tifatul Ulfi a.k.a Samuel memegang kue ulang tahun Sultansyah Jihan | foto: Ichsan Maulana (ICM)

Bagikan

Kelam Hingga Riang Pasukan PON Aceh

Tifatul Ulfi a.k.a Samuel memegang kue ulang tahun Sultansyah Jihan | foto: Ichsan Maulana (ICM)

MASAKINI.CO – Rasiman, pelatih tim sepakbola PON Aceh punya pilihan yang kontras, beda unggul, di sisi kiri pertahanan. Tifatul Ulfi lebih teknikal. Sedangkan Sultansyah Jihan, kokoh. Tapi ada satu kesamaan dari kedua bek kiri ini, berkaki kidal.

Tifatul Ulfi atau lebih masyhur dengan panggilan Samuel, terbilang ‘tipis’ untuk ukuran pemain belakang. Tinggi badanya 160 cm, dengan berat badan 49 kg.

Pesepakbola kelahiran 2003 ini tahu betul, sisi pertahanan yang ia jaga, banyak berhadapan dengan penyerang cepat. Belum lagi harus menjaga striker dengan postur ideal. Ia mengaku punya cara tersendiri untuk menghentikan lawan yang ia hadapi.

“Kalau harus adu fisik, tentu kalah. Tapi musti banyak akal. Pinter-pinter lah. Pastinya lebih cerdik,” jelas Samuel.

Nama Asing

Sejak kecil hingga sekarang. Ia nyaris pasti dipanggil Samuel. Meskipun nama resminya Tifatul Ulfi. Ada kisah di balik itu. Semuanya karena kakek, Rasyid Ali.

“Samuel itu nama pertama. Pas TK diganti sama ayah, karena banyak yang bilang terlalu kristenable. Dan pas ganti nama, diakikah lagi,” jelasnya.

Ia sempat bertanya kepada sang kakek, ihwal mengapa Samuel yang diberi. Kata kakek, Samuel adalah nama nabi. Saat sudah besar, Samuel mencoba mencari tau.

Yang paling sederhana, di mesin pencari, ia mendapatkan literarut bahwa Nabi Samuel versi Islam bisa disimak dalam tafsir Surat Al-Baqarah, ayat 246.

Jauh sebelum menjadi pesepakbola seperti sekarang, Samuel pernah mondok. Selama enam tahun bek kiri dari Gampong Seneubok, Aceh Besar menuntut ilmu di Pesantren Modern Tgk Chiek Oemar Diyan.

“Saat mondok, sekitar kelas 1 SMP, ibu meninggal,” kenangnya.

Meski rumah dasarnya di Seneubok, namun Samuel lebih banyak pulang ke Lampaku. Dimulai ketika masih di pesantren. Ketika libur, pulang ke sana. Rumah adik ayahnya, ada juga kakek-nenek. Kebetulan rumah tersebut dekat-dekat.

Bek kiri PON Aceh, Tifatul Ulfi | foto: Safri Pampum

Malang, Terang hingga ke PON

Jalan sepakbola Samuel tidak selalu terang. Ia pernah malang jua. Covid-19 merampas kesempatan dia dan banyak pesepakbola seangkatan untuk bertanding di ajang POPDA. Ketika PORA, ia juga tak bisa ambil bagian. Cedera menjadi halangan.

Anak dari pasangan Muzakkir atau Cek Boy dengan (Alm) Ellya tak patah arang. Bakatnya tetap ia asah. Hingga seleksi Zona 1 untuk PON Aceh tiba. Samuel menjadi salah satu nama yang terjaring, dari Lapangan Samahani, Juli 2023.

Buah dari kesabaran, sejak Pelatda hingga sekarang, Samuel tampak akan mengisi posisi utama. Merujuk dari sejumlah laga uji coba tim sepakbola PON Aceh. Ia mengaku semua tergantung pelatih. Dan bersaing sehat dengan teman sekamarnya (521), Sultansyah Jihan.

“Bukan karena lebih hebat saya. Pasti ada lebih kurang dari kami. Cuma mungkin, Sultan berat badannya lebih. Ini lebih kepada mobilitas transisi di pertandingan saja,” jelasnya.

Hari Besar Sultansyah Jihan

Matahari pagi terasa terik di langit lapangan sintetis, Stadion Harapan Bangsa, Senin pagi, 2 Agustus 2024. Usai memberikan arahan penutup, serta doa. Dua pesepakbola Aceh diintruksikan ke tengah lingkaran.

“Furqan dan Sultan ke tengah. Besar salah dua ini. Push-up!,” hardik Mukhlis Rasyid, asisten pelatih tim sepakbola PON Aceh.

“Saya tidak ikut-ikutan ya, haha,” timpal Rasiman. Pelatih PON Aceh.

Kiper dan bek kiri tersebut agak kaget. Namun tanpa tapi. Langsung menempelkan badan ke rumput buatan. Push up dimulai. Pemain PON Aceh yang lain, seketika merapat, memegang keduanya.

Kitman PON Aceh, Muhammad Effendi sigap mengambil tepung dan telur, dari pinggir lapangan. Satu persatu dipecahkan di kepala dua pemain itu. Wajah berganti warna, putih kekuningan. Farhan dan Sultan ulang tahun di hari bersejarah ini.

Bagi Sultan, ulang tahun di tahun 2024 terasa istimewa. Sebab dirayakan oleh keluarga besar PON Aceh. Meskipun, sejatinya tanggal ulang tahunnya 24 Agustus. Sultan tampak sebagai pribadi yang tertutup. Selain bicara yang penting-penting, lalu lintas media sosialnya juga tidak begitu suka posting-posting.

“Baru dirayakan, sebab baru bocor,” beber Sultan.

Setelah membersihkan diri dari tepung dan telur. Sultan bersama rekan-rekan berfoto bersama. Termasuk Samuel, yang ikut mengabadikan momen tersebut. Bagi Sultan, Samuel tetaplah teman. Meski menuju tim utama saling bersaing.

“Biasa kalau persaingan di tim. Kami memang beda tipe mainnya. Saya lebih kuat ke bertahan, sedangkan Samuel lebih kepada menyerang dan taktikal,” katanya.

Sultan berterimakasih kepada Rasiman. Suatu malam, ia termasuk yang dipanggil khusus. Diminta untuk menurunkan berat badan, agar lebih ringan dalam bermain. Instruksi ini dipatuhinya.

“Alhamdulillah sekarang berat badan udah turun. Dari 75 kg menjadi 70 kg. Terasa lebih enak ketika main,” aku Sultan.

Bek kiri PON Aceh, Sultansyah Jihan | foto: Safri Pampum

Keluarga Atlet

Bisa berseragam PON, bukan hal yang membuatnya kaget. Kultur atlet mengalir dalam darahnya. Irwan Rani-Nirwana merupakan atlet voli. Kisah cinta orangtuanya juga gara-gara voli.

“Ibu orang Padang, jumpa dengan ayah pas main voli ke Aceh. Mereka sama-sama pevoli PLN,” ungkapnya.

Anak terakhir dari enam bersaudara ini mengaku, hanya dirinya bermain bola. Abang-abangnya lebih ke voli. Sejak kecil, pemain kelahiran 2004 ini sudah gemar dengan si kulit bundar. Hingga menjadi pemain PPLP Aceh tahun 2019, sampai tamat.

“Awalnya mau masuk dayah (pesantren), tapi ada yang lihat bakat Sultan. Dan disarankan masuk PPLP,” kenangnya.

Orang itu adalah H. Haikal, kolega ayah Sultan. Mengerti olahraga. Pelan namun pasti. Tahap demi tahap ia lewati. Setelah lulus, ia menjadi satu dari dua pemain dari kelas 1 SMA di PPLP, yang langsung mendapatkan kepercayaan bermain di Kejurnas PPLP tahun 2019 di Bogor.

Jauh sebelum itu, Sultan sudah akrab dengan event besar. Dua ajang sepakbola nasional yang pernah ia ikuti, BLISPI dan Piala Menpora. Di Aceh, bek kiri dari Mon Geudong, Lhokseumawe ini juga terlibat di ajang PORA.

Nama Oleh-oleh PON

Sejak terpilih dan menjalani Pelatda bersama tim sepakbola PON Aceh, Sultan punya nama panggilan. Bapak. Begitu ia terus disapa. “Pertamanya kalau tidak salah, Resi yang panggil. Hingga melekat sampai sekarang,” ujarnya.

Alih-alih marah, Sultan memilih pasrah. Menurutnya, sesuatu yang wajar dan tidak ada gunanya marah. Terlebih teman-teman PON Aceh, sudah seperti keluarga. Apalagi Resi, selain sekota asal. Juga pemain yang paling akrab dengan Sultan di tim.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist