MASAKINI.CO – “Mohon maaf apabila dalam pelatihan, ada kata-kata yang kurang berkenan. Kepada staf pelatih, terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya,” ucap Rasiman, pelatih tim sepakbola PON Aceh.
Itulah kali terakhir, mereka duduk bersama. Setelahnya di lepas untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Pertemuan di aula Hotel Mekkah itu sendu, berlangsung Jumat (20/9/2024) malam.
Bagi pelatih yang berdomisili di Solo, Jawa Tengah tersebut. Medali perunggu dinilai bukan capaian yang buruk. Terlebih, kebersamaanya dengan tim sekitar 40 hari sejak diangkat jadi pelatih kepala.
Ia bergabung dengan tim tanggal 24 Juli, dan melangsungkan pertandingan pertama di PON XXI Aceh Sumut 2024 versus Banten, 4 September.
“Atas nama pribadi, saya mohon maaf belum bisa mempersembahkan medali emas. Medali yang juga sangat saya impikan,” tuturnya.
Wajar staf pelatih, para pemain tertunduk. Mereka mengangguk pelan. Bagi Rasiman, bisa melatih di Aceh, memberikan kesan mendalam. Ia mengaku, sejak Pelatda di Sigli hingga ke Banda Aceh, Rasiman diperlakukan istimewa.
“Baru kali ini saya berada dalam lingkungan yang sangat humble. Itu value yang sangat berarti. Ini kenangan indah. Insya Allah kita akan berjumpa lagi. Sepakbola (lingkungan) sangat sempit,” aku Rasiman.
Bersama Aceh, ayah dari Abimanyu itu baru kali perdana menjadi pelatih kepala untuk tim PON. Sebelumnya, ia pernah menjadi juru latih Persis Solo, Nusantara United. Juga menjadi asisten Rahmad Darmawan di Madura United, serta tim Malaysia, Terengganu FA.
Kepada pesepakbola PON Aceh, Rasiman berpesan. Agar anak didiknya tidak berhenti berlatih. Sebab sulit untuk mengembalikan kondisi fisik dan mental ke kondisi ideal. Apabila paska PON mereka tak berlatih.
“Jangan berhenti ya untuk anak-anak. Banyak anak-anak Aceh yang punya kecepatan. Maka kita bisa bertarung,” sebutnya.
Catatan Sejarah
Ketum Asprov PSSI Aceh, Nazir Adam menjadi orang terakhir yang berbicara dalam perpisahan tim sepakbola PON Aceh. Suaranya terbata, ada sembab di matanya.
“Ini menjadi catatan sejarah. Dan malam ini kenangannya panjang bagi kalian. Karena tidak semua pemain sepakbola bisa bermain di PON,” ujarnya lirih.
Dirinya tak menampik, bahwa puncak dari sebuah perjuangan PON memang medali emas. Hal ini menjadi harapan bersama, cita-cita mulia, sejak tim dibentuk. Tapi yang menentukan akhir adalah Allah SWT.
“Alhamdulillah kita masih bisa tersenyum dengan peringkat ketiga,” ucap Nazir.
Walau, sambungnya. Sebagai tuan rumah, tidak menjadi kepuasan maksimal. Namun paling tidak, Aceh tidak tersingkir dari awal. Dan hari terakhir cabor perhelatan sepakbola, Aceh masih bisa tersenyum.
Ia mengapresiasi perjuangan 24 pemain, termasuk tim pelatih dan unsur tim tanpa kecuali. Tak lupa, Nazir turut meminta maaf. Menurutnya, seyogyanya tim sepakbola PON Aceh dipersiapkan lebih maksimal.
“Kalau dibandingkan cabor lain. Ada yang luar negeri, atau paling tidak ke tempat lebih baik. Tapi Pelatda tidak di bawah PSSI. Kebijakannya ada di pemerintah Aceh, melalui KONI Aceh. Kita tidak menyalahkan siapa pun. Karena sepakbola berbeda dengan cabor lain. Anggarannya beda,” jelasnya.
Terakhir, secara khusus Asprov PSSI Aceh berterimakasih kepada Mukhlis Rasyid. Yang sejak awal Pelatda mendampingi tim, dengan situasi serba terbatas. Kesabarannya bersama Safrzani dkk, akhirnya terbentuk tim sepakbola PON Aceh.
Menuju Profesional
Mukhlis Rasyid atau kerap disapa MR juga menyampaikan hal senada, terimakasih kepada semua pihak. Baginya, segala hal sulit yang tidak diketahui publik, adalah tanggung jawabnya bersama tim.
“Namanya perjuangan. Pasti ada pahitnya, situasi genting. Tapi biarlah itu menjadi pengalaman kami untuk terus berbuat bagi sepakbola Aceh. Keterbatasan, tidak boleh membuat kita pelaku sepakbola menyerah,” kata MR.
Sebagai orang yang terlibat sejak awal. Ia menyadari tidak semua pihak terpuaskan. Namun 24 pesepakbola yang terpilih, telah disaring dengan seksama. Baik lewat penjaringan PORA, seleksi per zona, Liga 3, hingga seleksi tahap akhir di Sigli, Pidie.
Baginya, kesemua pemain adalah talenta terbaik yang Aceh miliki di rentang usia 2003, 2004, dan 2005. Selama pembentukan tim, MR banyak dibantu koleganya Safrizani. Beserta staf pelatih lainnya.
“Terimakasih tak terhingga kepada semua yang terlibat tanpa kecuali. Semua teman-teman punya peran besar lagi penting. Suka tidak suka, 24 pemain PON Aceh adalah anak-anak kita atau adik-adik kita, yang musti terus kita dukung,” jelasnya.
Setelah PON berakhir. Jebolan PON 2024 akan menghadapi sepakbola sesungguhnya. Ia mendoakan, agar banyak dari mereka yang naik kelas ke level profesional.
“Sepakbola sesungguhnya baru akan dimulai. Jangan kehilangan momentum. Tetap disiplin. Jangan salah mengambil keputusan. Perbaiki mindset dan mental, sebagai bekal utama menapaki jenjang profesional,” pesan MR.
Selama PON XXI berlangsung. Tim sepakbola PON Aceh tidak pernah kalah di fase grup, hingga perempat final. Tuan rumah takluk di semifinal atas lawannya Jawa Timur. Tim yang akhirnya meraih medali emas. Mengalahkan Jawa Barat (perak).
Jawa Barat merupakan lawan Aceh di pertandingan terakhir fase grup, dengan kemenangan Aceh 2-1. Aceh meraih medali perunggu, usai menundukkan Kalimantan Selatan (Kalsel) 2-1 di laga pamungkas.