Oliya Merawat Tradisi Keluarga Batik Sarat Warna

Proses pembuatan motif batik lukis di Rumoh Batik Aceh, kawasan Pagar Air, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. | foto: Riska Zulfira/masakini.co

Bagikan

Oliya Merawat Tradisi Keluarga Batik Sarat Warna

Proses pembuatan motif batik lukis di Rumoh Batik Aceh, kawasan Pagar Air, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. | foto: Riska Zulfira/masakini.co

MASAKINI.CO – Oliya M (59) duduk menyilang kaki. Matanya fokus memperhatikan batik yang sedang dilukis di hadapannya.

Raut wajahnya sumringah, menandakan ia puas dengan karya para pembatik. Di sampingnya turut ditemani tiga perempuan paruh baya. Jariyah salah satunya.

Perempuan ini sibuk mengukir di atas selembar kain putih. Tangannya begitu cekatan mewarnai setiap sisi yang telah diberi bentuk.

“Ini motif dari Aceh Singkil yang saya buat,” kata Jariyah di Aceh Besar, Rabu (2/10/2024).

Perempuan berusia 45 tahun ini mengaku sangat senang membatik. Baginya membatik dapat menghilang stres dan membuat suasana hati jadi gembira.

Sesekali ia membersihkan tetesan lilin yang keluar dari pola saat dilukis. Ini merupakan satu di antara proses pembuatan batik tulis di Rumoh Batik Aceh kawasan Pagar Air, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.

Jariyah telah menjadi pembatik sejak tahun 2006 silam. Ia bersama tiga perempuan lainnya memperoleh ilmu dan dilatih oleh Dekranasda Aceh. Sejak Pusat Kerajinan Batik Aceh dibentuk, Jariyah menjadi menjadi pekerja pertama saat itu.

“Kami dibekali selama dua bulan saat itu hingga akhirnya bisa membatik,” kata Jariyah.

Hingga 18 tahun berjalan, Jariyah masih melakoni dirinya dengan batik. Maka tak heran ia telah mahir membatik dan menghasilkan beragam produk dalam sehari.

Tak berbeda dari Jariyah, sepak terjang Oliya begitu menggeliat. Pria asal Cirebon ini begitu berpengalaman dalam membatik.

Memulai karya sejak tahun 1990, kala itu usianya masih belia. Mewarisi ilmu secara turun temurun, Oliya turut berkiprah menjadi pembatik.

“Tamat SD saya langsung mulai bekerja di tempat batik,” ucapnya.

Oliya lahir dan dibesarkan di daerah yang memiliki industri batik yang masih berkembang hingga sekarang, yakni Cirebon, Jawa Barat. Awalnya ia hanya bekerja di tempat orang sebagai bentuk latihan.

Lambat laun, karena telah memiliki banyak pengalaman tentang batik, Oriya diajak ke Aceh untuk mengembangkan bakat dan minatnya.

Bak gayung bersambut, karir Oliya sebagai pembatik semakin cemerlang. Ia ikut berkontribusi sebagai koordinator di tempat pembuatan batik tulis Rumoh Batik Aceh.

Menurut pria kelahiran 1965 itu, batik hasil Rumoh Batik Aceh ini telah diorder oleh beberapa wilayah yang ada di Aceh.

Proses pembuatan batik di Rumoh Batik Aceh | foto: Riska Zulfira/masakini.co

Bahkan mereka kerap mendapatkan orderan tetap dari Pemkab Aceh Barat Daya, Pemkab Singkil, Subulussalam, Pidie, Pidie Jaya, Gayo Lues dan Aceh Utara.

“Dan batik enam daerah itu sudah memiliki hak patennya,” ujar Oliya.

Di sana ada 10 pekerja, tiga pelukis dan tiga orang yang cap, sisanya para pewarna.

Pihaknya juga melayani orderan motif, warna, serta bahan kain yang diinginkan pemesan, baik berupa batik cap maupun batik tulis.

“Bagi yang mau buat hak paten sendiri itu tinggal bawa cap nya sendiri,” tuturnya.

Dalam membatik, kata dia, membutuhkan ilmu dan pemahaman secara mendalam termasuk dalam proses pewarnaan.

Menurutnya pewarnaan untuk batik sangat susah dilakukan. Selain ahli dalam melukis batik, Oliya juga ahli dalam meracik warna-warna batik.

“Di sini saya yang racik karena belum ada yang bisa,” ungkapnya.

Oliya mengatakan kegiatan pembuatan batik di sini sebagian besar menggunakan metode batik cap. Kata dia, Batik cap itu lebih mudah dan cepat dibandingkan batik tulis.

“Cap itu dicelupkan ke lilin cair, lalu ditempelkan ke kain,” jelasnya.

Ada empat motif yang paling diminati konsumen, yaitu Pinto Aceh, Pucok Reubong, Rencong, dan motif khas Aceh Gayo.

Perajin mencanting lilin (malam) ke atas kain di Rumoh Batik Aceh, kawasan Pagar Air, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. | foto: Riska Zulfira/masakini.co

Oliya mengungkapkan bahwa batik memiliki nilai seni dan sejarah yang tinggi. Batik juga tahan lama karena menggunakan lilin sebagai bahan dasar. Lilin ini berfungsi sebagai penahan warna saat proses pewarnaan.

Batik Aceh terus berkembang. Bahkan per bulan mampu diproduksi hingga 200 pcs. Tak hanya untuk order, produksi batik juga dikoleksi Dekranasda Aceh sebagai sampel untuk dipamerkan hingga luar negara.

“Satu pcs dibanderol Rp400 ribu untuk jenis baju, kalau gamis jenis kain sutra Rp1,1 juta,” pungkasnya.

Dalam momentum peringatan hari batik nasional yang jatuh pada 2 Oktober 2024, Oliya menaruh harapan agar batik Aceh selalu dapat diminati khalayak ramai.

Tak hanya itu, masyarakat Aceh dapat lebih melek dan mencintai budaya lokal dibanding budaya luar.

“Batik ini menjadi warisan yang harus dijaga termasuk anak cucu kita ke depan,” pungkasnya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist