MASAKINI.CO – Delapan banner berdiri saling mengapit membentuk bintang segi empat. Berdiri di kaki tangga Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala (USK).
Jika dilihat dari atas, berdekatan banner ini, seakan bersenyawa dengan lekuk tangga, yang lengkungannya umpama bunga ‘peulupok’ logo USK.
Pada tiap bilah banner, tersaji informasi sejarah. Lengkap dengan foto pahlawan dan ilustrasi perang.
Sejumlah siswa dengan pakaian batik, memperhatikan banner tersebut. Mereka beruntung, dilayani penuh kerendahan hati oleh Sarah Ulfa. Penanggung jawab History Expo VI 2024.
“Yang ini tahu? Teuku Umar. Bergabung dengan Belanda untuk mendapatkan senjata,” jelas Sarah, Selasa (5/11/2024).
Dara dengan senyum bersahaja itu, mengarahkan tanganya ke bilah banner peristiwa 1893.
Ia menjelaskan taktik Hit and Run Teuku Umar, sebuah strategi agen ganda. Foto di banner adalah potongan film Cut Nyak Dien. Dimana sosok Teuku Umar diperankan aktor kawakan, Slamet Rahardjo Djarot.
Nuansa sejarah kian terasa, sebab di sekeliling banner, di atas beberapa meja berlapis kain batik. Terdapat sejumlah replika sejarah.
“Replika sejarah sengaja dihadirkan, membantu pengunjung expo terpantik visualnya,” ujarnya.
Di meja pertama. Ada tujuh rempah dalam ‘bruk’ (batok kelapa). Berdekatan dengan ‘jeu ee’, alat tradisional Aceh untuk menampi beras. Satu kapal dengan lima layar putihnya.
Komposisi tersebut disempurnakan dengan informasi peta yang dibuat dari ketumbar. Bertuliskan: peta jalur kedatangan bangsa-bangsa barat di Indonesia.
Menurut Sarah, hal tersebut penting. Untuk menjembatani kegundahan hatinya, yang kian kemari, banyak generasi terkini mulai asing dengan alat-alat tradisional Aceh. Seperti jeu ee.
“Sedangkan ini, surat-surat diplomasi Aceh dulu kala,” ucapnya.
Mahasiswa semester 7 Pendidikan Sejarah itu sudah berada di meja yang lain. Menunjukkan copy-an print surat beraksara Arab. Ada stempel ‘Sinar Atjeh 1907’ di bagian kanan atas. Surat bersejarah ini, berdampingan dengan replika Benteng Indrapatra.
Sejuruh kemudian, Sarah sudah bergeser ke meja berbeda. Ada tiga replika di sana: Lonceng Cakradonya, Masjid Tuha Indrapuri, dan Masjid Raya Baiturrahman. Ketiga replika bangunan bersejarah ini, dibuat dengan tiga bahan: kardus, kertas, styrofoam.
“Mengapa harus sejarah Aceh?” tanya masakini.co.
“Agar generasi sekarang lebih mengenal indentitasnya. Banyak anak-anak sekarang lebih mengetahui negara luar. Mereka harus tahu, bahwa Aceh pernah hebat, makmur,” tutur Sarah.
History Expo VI sudah berjalan dua hari, dari delapan hari yang direncanakan. Kehadiran expo ini, menjadi ikhtiar Himpunan Mahasiswa Sejarah (Himas) untuk terus merawat sejarah, berbagi edukasi. Merangsang minat terhadap sejarah. Di tengah wajah sejarah, yang kini relatif terstigma kuno.
Bagi Sarah, sejarah adalah jalan takdir yang ia pilih. Cintanya untuk sejarah, telah terpatri sejak mengenyam bangku sekolah putih abu-abu. Waktu itu, G30S PKI merong-rong rasa penasarannya. Untuk tahu lebih tuntas.
Saat ini, ia sedang menggarap skripsi dengan judul: Dayat Hidayat Perantau dari Tanah Sunda ke Aceh, Hingga Membangun Sektor Pertanian di Indrapuri.
“Sebenarnya (materi) sejarah tidak membosankan. Tapi cara menyampaikan atau menyajikannya yang mungkin tidak menarik,” sebutnya.
Meski stigma tertinggal, dianggap sepi peminat.
Ia berbeda. Melihat dan meyakini sejarah punya masa depan yang cerah. Hadirnya ragam platform media sosial, dipandangnya menjadi medium berarti, untuk menyajikan sejarah dengan konten atau tampilan yang lebih menarik.
Optimisme Sarah, sejalan dengan pengakuan Ana. Siswi MAN 3 Banda Aceh yang sedari tadi menyimak penjelasan Sarah, atas setiap informasi dan benda-benda sejarah di Expo tersebut.
“Saya suka Sejarah. Buktinya saya hadir di sini,” aku Ana.
Siswi yang berdomisili di Ulee Kareng ini, mengikuti lomba cerdas cermat. Bagian dari rangkaian acara History Expo. Ada pula lomba bakiak, hingga bedah film Surat Kaleng.
Pilihan mata lomba Ana, sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan, bahwa siswi kelas X itu punya pengetahuan sejarah.
“Bagi saya yang tidak suka hitung-hitungan (eksakta). Sejarah lebih menarik. Lebih mudah saja. Karena saya suka menghafal. Meski banyak yang bilang (sejarah) membosankan,” bebernya.