MASAKINI.CO – Warnanya berkilau. Sederet meja dipenuhi beragam bentuk dengan warna senada.
Farida datang dengan semangat. Wanita 24 tahun itu langsung merogoh tas mini yang dipakainya. Ia mengeluarkan puluhan lembar uang.
“Pesanan saya sudah siap bang?” tanya dia kepada pedagang emas, Jumat (8/11/2024).
Hatinya jelas berbunga-bunga. Cincin pesanannya telah selesai. Apalagi ia datang bersama calon suaminya.
Setelah pasang cincin di jari manis, Farida bersama pasangan meninggalkan toko. Menanti hari pernikahan tahun depan.
Di tengah kenaikan harga emas yang nyaris Rp5 juta per mayam, semangat untuk membina rumah tangga justru tak surut dari pasangan ini.
Di Aceh, emas bukan hanya simbol kemewahan, tetapi juga menjadi bagian penting dalam adat pernikahan.
Mahar emas menjadi tanda komitmen dari calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin wanita, dan menjadi cerminan nilai dalam adat Aceh yang menghargai ketulusan.
Meski harga emas makin tinggi, hal ini tidak serta-merta mempengaruhi tradisi. Bagi banyak keluarga, mahar tetap disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak, tanpa mengurangi makna kesakralan pernikahan itu sendiri.
Tradisi dan ikatan budaya ini membuat para gadis Banda Aceh tetap optimis dan tak gentar dipinang.
Sama hal nya dengan Farida, ia tak merasa gentar untuk dipinang calon suami. Baginya kenaikan harga emas, tidak menghalangi niatnya untuk melangsungkan pernikahan.
“Harga emas naik, tapi niat baik tak boleh tertunda,” ujar Farida.
Namun, wanita berdarah Riau ini tak menapik, bahwa kenaikan harga emas terasa berat bagi pasangan terutama laki-laki.
“Tapi bagi kami perempuan biasa aja,” ujarnya.
Berbeda dengan Farida. Nurdiani justru khawatir mahalnya emas berimbas terhadap rencana pernikahannya.
“Karena pendapatan kita tetap sama, jadi proses membeli emas jadi makin terhambat,” ujar Nurdiani.
Kendati demikian, ia menaruh harapan agar harga emas dapat kembali normal. Karena emas tak hanya digunakan untuk pernikahan, juga sebagai investasi masa depan.
Kondisi ini juga mendorong beberapa pasangan untuk menabung bersama sebelum melangsungkan pernikahan. Mereka mulai menyesuaikan prioritas dan mencari solusi kreatif agar acara pernikahan tetap berjalan dengan lancar.
Fenomena ini tak hanya dirasakan oleh para calon pengantin, tetapi juga para pedagang emas di Banda Aceh.
Pedagang emas, Daffa Faras Shabirah, mengatakan bahwa meski harga emas meningkat, minat masyarakat untuk membeli emas sebagai mahar tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Awal November, harga mengalami lonjakan drastis. Per mayam harga emas murni dijual seharga Rp4.560.000 per mayam (3,3 gram) belum termasuk ongkos pembuatan.
Jika termasuk ongkos pembuatan, emas murni nyaris capai Rp4.700.000 per mayam. Harga ini mengalami kenaikan dari Oktober lalu yang dijual Rp4.530.000 belum termasuk ongkos.
“Sementara ongkos pembuatan berkisar Rp100-150 ribu per mayam tergantung model dan kerumitan pembuatan emas,” ucap Daffa.
Walaupun harga mengalami kenaikan, daya beli masyarakat masih tinggi. Per hari daya beli capai 70 persen sedangkan yang menjual hanya 30 persen.
Menurutnya, emas masih jadi pilihan utama bagi pasangan yang mau menikah.
“Tapi kebanyakan hanya menyesuaikan jumlah gramnya sesuai kemampuan,” jelas Daffa.
Meningkatnya harga emas di Aceh, rupanya juga berimbas terhadap jumlah pernikahan yang dilangsungkan di Masjid Raya Baiturrahman.
Masjid nomor satu ini, kerap dijadikan pasangan muda untuk melangsungkan pernikahan.
Berdasarkan catatan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh jumlah pernikahan yang telah tercatat sepanjang tahun 2024 sebanyak 518 pasangan.
Pada tahun ini, jumlah pernikahan terdata mengalami peningkatan sejak enam bulan terakhir. Pada Agustus tercatat 29 pasangan, September 41 pasangan, Oktober 51 pasangan.
“Sementara untuk bulan November 45 pasangan dan Desember 57 pasangan,” sebutnya.
Sedangkan jika dilihat dari catatan lima tahun terakhir, jumlah pernikahan di Masjid yang menjadi kebanggaan orang Aceh ini mengalami penurunan yang signifikan.
Tahun 2020 tercatat 390 pasangan, tahun 2021 terdapat 685 pasangan, 2022 tercatat 604 pasangan, tahun 2023 tercatat 552 pasangan dan tahun ini tercatat 518 pasangan.
Menurutnya, penurunan ini disebabkan faktor ekonomi sehingga menyebab antusias membeli emas menurun sehingga angka pernikahan juga menurun.
“Secara ekonomi mungkin iya, tapi bisa juga kalau kita lihat dari jodoh mungkin sedang penjajakan dan penentuan jadwal pernikahannya belum ada kesepakatan,” pungkasnya.