Kopi Aceh dari Hulu ke Hilir

Biji kopi Gayo Arabica yang siap panen di Takengon, Aceh Tengah, Aceh, Kamis (10/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Bagikan

Kopi Aceh dari Hulu ke Hilir

Biji kopi Gayo Arabica yang siap panen di Takengon, Aceh Tengah, Aceh, Kamis (10/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

MASAKINI.CO – Kopi Aceh menjadi komoditas unggulan dari ujung barat Indonesia, yang mendunia. Sejarahnya terbentang panjang.

Sejumlah petani membersihkan tanaman kopi di Damaran Baru, Bener Meriah, Rabu (15/07/2020). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Takengon, Kabupaten Aceh Tengah masih menjadi titik sentral penghasil kopi terbaik. Dikenal dengan Kopi Gayo.

Sara Morrocchi, Founder Vuna Coffee School mencium aroma kopi yang baru selesai di cuci, Takengon, Aceh Tengah, Kamis (10/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Warga di daerah berjuluk Negeri di Atas Awan, mengantungkan hidup dari setiap biji kopi.

Rifqan petani kopi asal Takengon, Aceh Tengah, menjemur kopi di lahan terbuka, Kamis (10/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Proses panjang, dari menentukan bibit, menanam, panen, jual beli, hingga mejadi suguhan ‘air hitam’ dengan cita rasa khas di setiap lidah penikmat, telah menjadi mata rantai yang saling menghidupi.

Proses penyortiran biji kopi yang sudah dijemur di Kampung Umang, Kecamatan Bebesen, Takengon, Aceh Tengah, Kamis (10/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Kopi Gayo jenis arabika yang terkenal dengan aroma dan rasa yang khas. Tidak terlalu pahit, dan memiliki keasaman rendah.

Sejumlah pekerja menyortir biji kopi yang sudah dijemur di Kampung Umang, Kecamatan Bebesen, Takengon, Aceh Tengah, Kamis (10/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Mengapa Kopi Gayo begitu sepesial? Karena tumbuh subur di ketinggian sekitar 1000 mdpl, biji kopi matang lebih lambat, menghasilkan cita rasa yang lebih kaya.

Danurfan, pemilik usaha Leuser Coffee menyangrai kopi di warung miliknya, Banda Aceh, Sabtu (12/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Proses pengolahan yang teliti dan tradisional juga menjadi alasan kenapa Kopi Gayo selalu terjaga kualitasnya.

Sara Morrocchi, Founder Vuna Coffee School mencicipi kopi atau cupping di Kampung Umang, Kecamatan Bebesen, Takengon, Aceh Tengah, Kamis (10/10/2024). Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Cupping ataupun mencicipi kopi juga tak luput dilakukan untuk menjaga konsistensi dan mengetahui karakter dari setiap kelompok biji kopi.

Kopi Arabika Gayo dipadukan dengan sirup Kalamansi di Leuser Coffee, Banda Aceh. Foto: Ahmad Mufti | masakini.co

Hal ini sangat membantu setiap pemilik warung kopi untuk menyajikan kopi yang paling sesuai dengan selera pengunjung.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist