MASAKINI.CO – Sejumlah oranisasi masyarakat sipil Aceh menyatakan sikap menolak surat rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terkait usulan penghapusan qanun Aceh nomor 17 tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
Menurut mereka pernyataan dari Kemendragi tidak sah, sebab tidak sesuai dengan kekhususan yang dimiliki Aceh. Pihaknya mendorong agar lembaga KKR tetap dipertahankan.
Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna mengatakan dengan penghapusan lembaga KKR maka akan menghalangi upaya pemenuhan hak dan berpotensi penghilangan hak keadilan serta pemulihan korban.
βApalagi saat ini saja sekitar 4 ribu lebih korban yang belum menerima hak pemulihan,β kata Azharul dalam konferensi pers di Banda Aceh, Rabu (13/11/2024).
Ia menjelaskan, KKR Aceh merupakan hasil MoU Helsinki sebagai semangat perdamaian Aceh sama dengan lembaga khusus dan istimewa lainnya.
Maka dengan pencabutan qanun nomor 17 tahun 2013 ini sama saja melanggengkan impunitas, sebab menghilangkan upaya pengungkapan kebenaran terhadap pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.
βHarusnya Kemendagri menanggapi hal-hal yang tertera dalam rancangan perubahan qanun KKR Aceh bukan justru menanggapi hal-hal yang tidak dimintakan oleh pemerintah Aceh,β ucapnya.
Selain itu, Direktur Koalisi NGO HAM, Khairil juga menegaskan bahwa penghapusan qanun KKR ini berpotensi memicu konflik baru, karena belum selesai penyelesaian pemenuhan hak dan pemulihan trauma dari korban.
βKarena dengan adanya KKR maka jumlah kasus itu ada sehingga berujung pada pembunuhan hak,β ujar Khairil.
Kemudian, saran untuk menyatukan KKR dengan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) juga tidak sesuai. Sebab BRA dan KKR memiliki tupoksi kerja yang berbeda.
KKR Aceh memiliki mandat pengungakapn kebenaran, rekomendasi reparasi dan rekonsiliasi sedangkan BRA hanya rekonsiliasi.
βKKR yang merekomendasi, sedangkan BRA yang menjalankan jadi tidak tepat jika dipindahkan mandat, dengan demikian DPR RI, DPD, DPR Aceh perlu berhati-hati menyikapai ini,β pungkasnya.