MASAKINI.CO – Rona kemuning hampir oranye menyinari warung kopi (warkop) dengan arsitektur serba kayu. Dari seberang jalan nasional Banda Aceh – Medan, plang bertulis: KAHAWA COFFEE ROSTERY, seketika menyita perhatian mata.
Di depannya, jejeran motor sesaki area parkir. Malam itu, Kahawa Coffee berdetak hidup di tengah aktifitas ekonomi jantung ibukota Kecamatan Peusangan, Matangglumpangdua, Bireuen, Aceh.
“Alhamdulillah sejak berdiri, Kahawa Coffee pengunjungnya masih stabil sampai sekarang,” kata Mawardi, pemilik warkop.
Sejak ‘potong pita’ bulan Ramadan tahun 2023, deru bisnis kopi di Kahawa terus menyeruak. Pemilihan launching bulan puasa, menjadi momentum yang tepat, untuk mengaet pelanggan.
Menurut Wardi, begitu ia disapa. Ramadan bersambung dengan lebaran, banyak perantau pulang. Belum lagi, tamu-tamu dari luar. Misal menikah ke wilayah Peusangan, atau orang-orang yang bersilaturahmi ke rumah kerabat maupun saudara.
“Kondisi ini secara alamiah membuat Kahawa disinggahi. Lalu dibicarakan mulut ke mulut,” ungkapnya kepada masakini.co.
Selain momentum. Arsitektur bagunan warkop yang estetik, juga mendongkrak. Mengusung konsep retro, membuat pengunjung senang berfoto. Unggahan sukarela itu, menjadi penetrasi media sosial yang berkorelasi positif terpromosikan.
Di sisi lain, menu yang dihadirkan variatif. Memberikan pilihan bagi pengunjung. Ada pula menu khas Kahawa. Seperti: kopi aren Kahawa, kopi garden, es kopi susu pandan, es kopi susu air kelapa, kopi jeruk, hingga kopi boh rom-rom.
“Rasanya menggugah lidah, dengan harga yang ramah kantong,” beber Wardi.
Kehadiran Kahawa Coffee, dimaksudkan menjadi salah satu pilihan di Kota Matangglumpangdua bagi pecinta kopi kekinian. Dengan tetap menyediakan kopi klasik (sareng). Baik robusta, lebih-lebih arabica.
Selama ini, yang bertandang ke Matangglumpangdua atau transit, pasti berburu wisata kuliner khas, yakni Sate Matang.
“Kini Matangglumpangdua juga punya tempat ngopi kekinian. Menambah kekayaan pilihan wisata kuliner, selain Sate Matang,” katanya.
Meski sudah memiliki pelanggan tetap, namun pengunjung Kahawa beragam. Hadir dari berbagai kabupaten/kota di Aceh. Biasanya transit untuk meneruskan perjalanan.
Miraj (34) tahun, bersaksi, kerap memilih ngopi di Kahawa. Saban kali pulang ke Matangglumpangdua. Lelaki asal Banda Aceh itu, menikahi perempuan di salah satu desa, tidak jauh dari lokasi warkop Kahawa.
“Aku biasa cari kopi Arabika. Terus Kahwa juga dekat. Kawan-kawan juga ajak ke sana,” tuturnya.