MASAKINI.CO – Malam belum larut. Usai ngopi, Mukhlis Nakata pulang ke rumah di Lambaro, Aceh Besar. Di ruang tamu, ia menemui ibunda.
“Gimana mak? Tawaran main ke luar,” tanya Nakata.
Perempuan berdaster ini menangkap kecamuk batin buah hatinya. Satu sisi, hasrat mencari tantangan baru. Di lain sisi, ada tanggung jawab pekerjaan di Bank Aceh.
“Di sini saja, pilih pekerjaan. Kalau kenapa-kenapa kaki (cedera), masa depan masih terjaga,” pesan Saudah.
Nakata mengangguk. Percakapan itu singkat. Kegalauannya usai. Peristiwa ini terjadi tahun 2011, setelah Persiraja dipastikan promosi ke ISL. Usai meraih ranner-up di Divisi Utama atau Ti-Phone.
Nama pesepakbola kelahiran 1988 ikut terangkat. Paralel dengan prestasi Persiraja medio tersebut.
“PSMS Medan paling depan. Tinggal kasih kabar langsung kontrak. Satu lagi, ada Barito Putera,” ungkapnya, Minggu (5/1/2025).
Itulah tawaran terbaik dengan kontrak besar yang pernah menggoda Nakata. Sebelum dan setelahnya adalah sejarah. Mukhlis Nakata menjadi legenda Persiraja, dengan narasi: One Man One Club.
Darah Persiraja
Tahun 2009 menjadi kali pertama Nakata berseragam Persiraja. Saat itu, Anwar masih menjadi pelatih kepala. Ia masuk di putaran kedua. Bersamaan dengan Sukirmanto, Agus Mulyadi dan legiun asing, Batoum Roger.
“Uniknya waktu itu saya tidak main sebagai gelandang. Tapi sayap,” ujarnya.
Nakata meriwayatkan, Anwar memanggilnya. Menyampaikan bahwa Nakata tidak mungkin dimainkan sebagai gelandang, karena dia terlalu muda.
Ditambah style sepakbola masa itu, terbilang keras. Ada Erick Saputra sebagai juru jegal di posisi gelandang bertahan Persiraja.
“Sempat terkejut juga pas pertama masuk tim Persiraja. Omak, besar-besar kali pemainnya. Kita kan masih muda, bang. Sempat terlintas apa bisa bersaing,” jelas Nakata.
Waktu berjalan. Hari-hari setelahnya ia tekun berlatih. Sebagai pemain muda, Nakata banyak mendapatkan bimbingan dari senior. Tak perlu menunggu lama, ia pun akhirnya debut.
Di sebuah sore tahun 2009, Stadion Harapan Bangsa penuh, publik tuan rumah antusias mendukung tim kebanggaan. Sebab lawan jelang senja itu tak main-main. Raksasa Sumatra Barat, Semen Padang FC.
Di pertengahan babak kedua, pemilik mata sipit dengan nomor punggung 27 bersiap-siap di pinggir lapangan. Sejurus kemudian ia masuk, menggantikan seniornya, Samsul Bahri. Tak lama berselang, gol untuk Persiraja.
“Saya masih terkenang, berlari bersama Mukhlis Sawang. Merayakan golnya di hadapan SKULL,” bebernya.

Suka Duka
Sekitar 15 tahun Mukhlis Nakata berseragam Persiraja. Tercatat, dua kali sudah ia membawa ‘Harimau Banda’ promosi ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
Kali pertama, tahun 2011 dari Liga Ti-Phone ke ISL. Sayangnya, kala itu terjadi dualisme di tubuh PSSI, dengan hadirnya IPL. Kali kedua, mentas di Liga 1 musim 2021/22. Setelah merebut tiket ketiga di Liga 2 musim 2018/19.
“Sakitnya waktu itu kompetisi tidak ideal, karena Covid-19. Meski saya pernah membawa Persiraja promosi dua kali. Saat degradasi juga ada saya di dalam, saya tidak lari dari fakta tersebut,” aku Nakata.
Mimpinya sederhana, ingin melihat Persiraja stabil di Liga 1. Nakata yakin, seandainya tidak pandemi dan kompetisi bisa home away, potensi Persiraja bertahan di kasta tertinggi, besar.
“Home away itu keunggulan kita. Persiraja bisa main di kandang, dan kita susah kalah di rumah sendiri,” sebutnya.
“Terus, ada penonton, ada pemasukan. Bisa beli pemain bagus. Beda dengan pas Covid-19, pemasukan sulit. Berat untuk beli pemain bagus,” jelasnya.
Ke depan, bila Persiraja kembali promosi, ia berharap Persiraja menjadi ‘kapal besar’, begitu istilah Nakata. Segala capaian tahun-tahun terakhir dengan mendidik tim untuk profesional, dipandangnya langkah yang positif.
Kesejahteraan yang mulai terasa selama ini, ke depan lebih makmur lagi bagi pemain, terutama putra asli Aceh. Begitu harapannya. Ditambah dengan, pemilihan pemain non Aceh bahkan asing yang jempolan. Dengan persiapan matang.
“Saya yakin kalau ada kandang – tandang, kita jadi ‘kapal besar’ dan kian matang profesionalnya, Persiraja bisa eksis di Liga 1 dan tidak sekadar lewat,” ulasnya.
Dedikasi
Nakata tidak terlahir sebagai gelandang subur gol. Tanggung jawabnya membantu pertahanan di lini tengah, menjadi salah satu faktor. Tendangannya di masa jaya terbilang kencang, tapi jangan tanya soal akurasi. Namun soal dedikasi, tak berlebihan ia nomor ‘wahid.’
“Saya bahkan tidak ingat jumlah gol sendiri. Yang pasti, sangat sedikit,” katanya.
Dedikasinya untuk Persiraja, seluruh tumpah darah. Pernah di saat Laskar Rencong kesusahan, ia harus merogoh kantong pribadi.
“Kalau tidak salah, musim 2013 lagi pahit betul Persiraja. Kami mau away, tidak ada uang. Saya pinjam cincin istri, saya jual,” tuturnya lirih.
“Uang itu setengahnya saya tinggal untuk bekal dapur di rumah, sisanya berangkat away. Sampai sekarang, cincin itu belum saya ganti ke istri,” ujarnya tersenyum.
Keputusan berangkat away di musim kelam, karena tanggung jawab sebagai pemain senior, Nakata ingat betul, dialognya dengan wing back Persiraja, Andrea.
Andrea dan Nakata komit berangkat apapun yang terjadi. “Kalau bukan kita (putra Aceh) yang pertahankan (Persiraja) siapa lagi,” kata Andrea dalam bahasa Aceh.
“Saya merinding kalau ingat itu,” kenang Nakata.
Perpisahan
Pertandingan Persiraja vs Dejan FC sarat emosional bagi Nakata. Ribuan pasang mata di SHB akan menjadi saksi laga terakhirnya, Minggu (5/1/2025) malam.
Itu merupakan laga kedua, di putaran kedua Liga 2 musim 2024/25. Dan nama Mukhlis Nakata baru didaftarkan kembali. Semata-mata untuk penghormatan terakhir atas kesetiaannya.
“Laga perpisahan sebetulnya sudah dibicarakan sejak di Liga 1. Waktu itu Pak Rahmad (Sekum) bersama yang lain yang bilang, bahwa ke depan akan ada laga khusus untuk pensiun saya,” bebernya.
Nakata mengaku, tak ada persiapan khusus untuk laga perpisahan. Ia mengikuti latihan sekitar satu minggu saja. Ada momen lucu, saat hari pertama latihan kembali. Kebetulan, Persiraja kembali berlatih setelah libur selesai putaran pertama.
“Celakanya hari pertama setelah libur itu, rupanya berat. Mengembalikkan fisik pemain. Saya baru masuk, langsung kena hajar. Dua hari badan sakit, haha,” ungkapnya.
Terkait tidak terdaftar sebagai pemain Persiraja di putaran pertama, karena sebagai karyawan Bank Aceh Syariah, ia benar-benar fokus mensukseskan PON Aceh Sumut 2024. Apalagi Nakata berakar di Bank Aceh. Lebih dulu bergabung dengan Bank Aceh di tahun 2007.
“Itu fokus sekali, membereskan rekening pembayaran honor orang-orang yang berkecimpung di PON,” jelas Nakata.
Sebelum Akhyar Ilyas menjadi pelatih kepala. Di awal persiapan, saat masih Tony Ho sebagai Head Coach. Nakata sempat berlatih kurang lebih dua minggu. Namun kondisi tim saat itu, ditambah urusan PON, membuatnya memilih pamit ke Sekum Persiraja.
“Barulah setelah Persiraja memastikan diri lolos ke 8 besar, paska menang lawan Persikota. Saya diberitahu kepastian laga perpisahan,” sebutnya.
Di Mata Mereka
Mantan pelatih Persiraja, Anwar yang pertama kali memberikan kesempatan Nakata bergabung menuturkan. Diajaknya Nakata bergabung, karena masa itu ia terbilang menonjol dari Aceh Besar.
“Waktu itu, Nakata baru siap PON di Kaltim, dan sempat bermain di PSAB Aceh Besar. Dia sedikit menonjol, maka kita beri kesempatan,” ujar Anwar.
“Senang dan bersyukur pada akhirnya Nakata menjadi pemain yang sangat mencintai Persiraja,” pujinya.
Ihwal posisi yang berubah, sepanjang ingatan Anwar, Nakata bisa bermain di wing back, sayap dan gelandang. “Karena lebih di bertahan, ujungnya kembali sebagai gelandang bertahan,” bebernya.

Saat ini, Nakata sedang mempersiapkan diri sebagai pelatih. Garis tangannya hingga kini tampak beruntung. Membawa PSAB Aceh Besar juara Soeratin U-17 regional Aceh. Dan terhenti di babak 16 besar tingkat nasional.
Sepulang dari sana, ia (segera) mengambil lisensi D. Sebagai tahap awal. Keputusan Nakata, mendapatkan dukungan dari keluarga besar Persiraja. Termasuk dibantu biaya pengambilan lisensi.
“Nakata harus terus belajar kalau benar-benar ingin menjadi pelatih hebat. Jangan lupa, ikuti aturan PSSI. Dengan mengambil lisensi dan meng-upgrade-nya,” pesan Anwar.
Apresiasi juga datang dari Pelatih Persiraja terkini, Akhyar Ilyas. Ia masih ingat, saat masih meniti karier sebagai pelatih muda di Persiraja dulu, masa-masa sulit. Nakata termasuk menjadi pemain senior yang banyak dimintai pendapat.
“Banyak tukar pikiran antara kami. Terimakasih atas segala dedikasi untuk Persiraja. Nakata bukan saja legenda Persiraja, tapi juga Aceh,” ujar Akhyar.
Di mata pemain Persiraja, Nakata terbilang panutan. Terutama soal kesetiaan dan kerja keras di lapangan. Apalagi bagi pemain debutan profesional lagi muda, seperti Akmal Juanda.
Akmal dan Nakata punya satu kemiripan. Sama-sama mengawali karier profesional di Persiraja (putaran kedua), dan berlabel jebolan PON Aceh. Akmal berharap, bisa mengikuti Nakata, dalam konteks bisa bertahan lama di kasta profesional.
“Capt Nakata panutan pemain muda. Dia ramah, meski kami yang muda segan bicara. Kebersamaanya dengan Persiraja, menjadi pelajaran bagi kami yang muda-muda,” sebut Akmal.