MASAKINI.CO – Sebanyak 93 pengungsi Rohingya ditahan di depan Terminal Tipe A, Simpang Lhee, Langsa Barat, Kota Langsa pada Senin (17/2/2025) lalu.
Para pengungsi terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak ini ditemukan dalam bus tanpa nomor polisi saat razia Operasi Keselamatan Seulawah 2025 yang digelar Polres Langsa.
Pengungsi Rohingya itu disebut dijemput di seputaran wilayah Kabupaten Bireuen, untuk selanjutnya dibawa menuju Pekanbaru.
Saat terjaring razia di Langsa, bus dan pengungsi lalu ditahan di terminal tersebut selama 10 jam, tanpa melalui proses pendataan pengungsi oleh pihak berwenang Imigrasi dan Kepolisian.
Di hari yang sama, Pemerintah Kota Langsa dan pihak terkait lainnya memutuskan mengembalikan pengungsi ini ke lokasi penjemputan di Bireuen. Berbagai lembaga kemanusiaan mengaku tidak mendapatkan akses untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi.
Sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) mengecam tindakan Pemerintah Kota Langsa yang mengembalikan pengungsi Rohingya tersebut. Pemko Langsa dinilai tidak menjalankan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri.
“Pengembalian pengungsi ke lokasi penjemputan, merupakan tindakan keliru dan dapat membahayakan keselamatan pengungsi,” tulis sejumlah OMS lewat pernyataan sikapnya yang diterima masakini.co, Rabu (19/2/2025).
Padahal, dalam Perpres tersebut ditegaskan lewat beberapa pasal bahwa polisi wajib mengamankan pengungsi untuk diserahkan ke pihak Imigrasi guna proses pendataan, agar untuk memastikan status 93 orang ini merupakan pengungsi atau imigran.
Tindakan keliru ini, tak lepas dari buruknya koordinasi antar instansi yang berwenang dalam penanganan pengungsi.
“Dalam hal ini, Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri tidak menjalankan fungsinya mengoordinasikan penanganan pengungsi; mulai dari tahap penemuan, penampungan, pengamanan hingga pengawasan, sebagaimana diamanatkan dalam Perpres tersebut,” sambungnya.
Seharusnya berdasarkan Perpres, pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang aman guna menghindari tindak kejahatan terhadap pengungsi, sebab mereka rentan menjadi korban kejahatan berikutnya.
OMS di Aceh mendesak Pemerintah Kota Langsa untuk kembali berpegang pada prinsip kemanusiaan dan berkomitmen melindungi pengungsi, sesuai dengan Perpres 125 Tahun 2016.
“Dengan mengedepankan solidaritas dan kemanusiaan, kita dapat menjaga citra Aceh sebagai wilayah yang ramah terhadap mereka yang membutuhkan perlindungan,” pungkasnya.