MASAKINI.CO – Asap tipis mengepul dari belanga besar berisi ramuan khas berwarna cokelat kehitaman. Aromanya mengeluarkan perpaduan dedaunan dan rempah.
Hari itu halaman meunasah di Desa Limpok, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar tampak ramai.
Warga datang ramai-ramai membawa wadah. Wadah itu untuk membawa pulang sajian tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Ie Bu Peudah (bubur pedas) namanya.
Sajian kuliner unik ini hanya ditemui saat Ramadan tiba, dan hanya ada di Aceh Besar.
Tradisi ini bukan sekadar memasak makanan biasa. Bagi masyarakat Limpok, Ie Bu Peudah adalah warisan berharga.
“Saya tidak tahu persis kapan tradisi ini dimulai. Tapi yang jelas, sebelum saya lahir pun sudah ada,” ujar pembuat Ie Bu Peudah, Safrizal, Rabu (12/3/2025).
Persiapan memasak Ie Bu Peudah dimulai sejak awal bulan Rajab, dua bulan sebelum Ramadan. Saat itulah warga mulai berburu dedaunan khas yang menjadi bahan utama ramuan ini.
Perjalanan mencari dedaunan tidak mudah. Terkadang, mereka harus menjelajah hingga ke kawasan Lamteuba, wilayah yang dikenal memiliki hutan lebat dan berbukit.
Laki-laki dan perempuan turun tangan, menyusuri hutan demi mengumpulkan dedaunan yang dipercaya memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh.
44 jenis daun menjadi bahan utama dalam pembuatan Ie Bu Peudah. Bukan daun utuh, melainkan daun yang telah dihancurkan.
“44 jenis daun ini adanya di hutan. Kami berbagi tugas di setiap dusun, jadi seluruh masyarakat di desa ini ikut terlibat,” kata Afrizal.
Setelah dedaunan terkumpul, proses panjang lainnya menanti. Daun-daun itu harus dijemur hingga benar-benar kering. Tangkainya pun ikut dihaluskan saat digiling, agar khasiatnya menyatu sempurna dalam ramuan.
Selain dedaunan, bahan lain yang tak kalah penting adalah beras dan singkong. Setiap harinya, mereka memasak dengan menggunakan 10 muk (takaran kaleng susu) beras yang dibeli dengan dana gampong.
Saling membantu jadi komitmen masyarakat Limpok. Dulu beras yang digunakan untuk pembuatan Ie Bu Peudah dibeli dari petani sawah dengan kondisi ekonomi kurang mampu.
“Supaya mereka mendapatkan tambahan pendapatan sekaligus saling membantu. Tapi sekarang sudah tidak lagi,” kenang Afrizal.
Usai zuhur, dua pemuda mulai memasak. Meski ini ramuan leluhur, para anak muda di desa tersebut sudah sangat paham untuk memasak Ie Bu Peudah.
Ramuan ini dimasak selama kurang lebih 1,5 jam, dengan pengadukan yang terus-menerus agar teksturnya merata dan tidak gosong. Pada pukul 15.00 WIB, ramuan mulai matang dan siap dibagikan.
Biasanya mereka hanya masak satu belanga besar yang cukup untuk 1.500 warga. Meski semua dapat, tak jarang ada sebagian warga yang memilih tidak mengambil penganan ini.
Namun warga yang percaya ie Bu Peudah bukan hanya sekadar tradisi, melainkan ramuan mujarab yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh tak pernah absen.
Masyarakat Limpok meyakini Ie Bu Peudah memiliki manfaat kesehatan. Misalnya, membuat tubuh lebih sehat dan bugar, memperkuat daya tahan tubuh hingga mengatasi berbagai keluhan kesehatan ringan seperti masuk angin, sakit perut, dan pegal-pegal.
“Ini seperti obat tradisional. Khasiatnya bagus untuk kesehatan dalam tubuh,” jelas Afrizal.