MASAKINI.CO – Banda Aceh menambah alat perekam transaksi online (tapping box) 75 unit di objek pajak hotel dan restoran. Tahun ini ditargetkan bakal ada 105 tapping box.
Alat tersebut akan merekam data transaksi pada usaha milik Wajib Pajak secara realtime.
Kepala BPKK Banda Aceh, M. Iqbal Rokan menyebutkan, serangkaian tahapan persiapan untuk pemasangan alat tersebut telah dilakukan.
Tahapan tersebut terdiri dari survey lokasi, sosialisasi, dan penentuan usaha yang akan dipasangi Tapping Box. Rencananya, mulai bulan Oktober seluruh alat akan mulai beroperasi menghimpun data transaksi.
βTapping box berfungsi untuk membantu kita dalam melakukan verifikasi laporan pajak Daerah sehingga dapat menghindari rekayasa pelaporan Pajak Daerah,” sebut Iqbal.
Data yang direkam tapping box, kata Iqbal, dapat dipantau secara realtime melalui layar monitoring di gedung BPKK Banda Aceh.
“Karena fungsinya yang sangat strategis alat ini akan terus kita tambah secara bertahap. Tahun ini kita akan punya 105 unit dan rencananya tahun 2023 kita akan tambah 200 unit lagi,β ujarnya.
Iqbal juga menjelaskan bahwa pemasangan alat tapping box tersebut merupakan arahan dari Korsupgah KPK-RI. Pelaksanaannya juga akan dilaporkan secara berkala kepada KPK.
“Jadi para wajib pajak tidak perlu takut ketika usahanya dipasangi tapping box sebab alat tersebut justru dapat membantu mereka dalam hal pelaporan pajak daerah. Terlebih bagi usaha yang masih melakukan pencatatan transaksi secara manual, kita juga akan menyediakan mesin cash register secara gratis untuk mereka.β
Lebih lanjut Iqbal menyebutkan bahwa akan ada sanksi yang tegas bagi wajib pajak yang menolak pemasangan tapping box pada tempat usahanya. Sanksi tersebut mulai dari sanksi administatif hingga penetapan pajak secara jabatan dengan nilai maksimal.
βPajak daerah merupakan dana masyarakat yang dititipkan pada pengusaha untuk disetorkan ke kas daerah sebagai pajak hotel atau restoran. Penolakan terhadap pemasangan tapping box mengindikasikan adanya niat buruk dari pengusaha tersebut untuk merekayasa pelaporan atau melakukan pengemplangan pajak,β tuturnya.
Iqbal mengungkapkan dalam setiap transaksi baik di hotel atau restoran, ada pajak daerah sebesar 10% dari nilai transaksi yang dibayar oleh konsumen.
βJadi pajak daerah itu bukan dipotong dari pendapatan pengusaha, melainkan dari konsumen. Misalnya kita memesan sepiring nasi goreng dan segelas kopi yang total harganya itu 20.000, maka jumlah yang harus kita bayarkan di kasir setelah ditambah pajak adalah 22.000. Nah, selisih 2.000 itulah yang kemudian disetorkan ke kas daerah sebagai pajak restoran,β jelasnya.
Menurut Iqbal pajak restoran ini bukan hal yang baru. Sering ditemukan ketika makan dan minum di restoran atau cafΓ©. Terlihat distruk pembayaran tercatat sebagai PB1 atau tax 10%. Namun tidak semua restoran mencantumkannya di bukti pembayaran, bisa jadi karena harga yang ditawarkan sudah termasuk pajak.
“Maka dari itu, kita membutuhkan tapping box untuk membantu menghitung jumlah pajak daerah yang terhimpun dari setiap transaksi,β ungkapnya.
Selain itu, pemasangan tapping box ini juga telah diatur melalui Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 21 Tahun 2020 tentang Sistem Monitoring, Pelaporan, dan Penerimaan Pajak Daerah Secara Online. Iqbal juga menyinggung terkait pemasangan alat ini yang rencananya akan dilakukan pada seluruh objek pajak hotel dan restoran secara bertahap.
Terakhir, Iqbal menyampaikan harapannya kepada seluruh Wajib Pajak agar dapat menjembatani partisipasi masyarakat dalam pembangunan Kota Banda Aceh dengan patuh terhadap kewajiban perpajakan.
βKota ini milik kita bersama, jadi butuh partisipasi semua pihak dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan di Banda Aceh. Kita percaya dengan melihat besarnya potensi pajak daerah yang ada di Banda Aceh, kita akan mampu mewujudkan kemadirian keuangan daerah suatu hari nanti.”