Kala Pengungsi Rohingya di Aceh Berdikari

Pengungsi Rohingya di Aceh memproduksi ikan asin. (sumber foto: Yayasan Geutanyoe)

Bagikan

Kala Pengungsi Rohingya di Aceh Berdikari

Pengungsi Rohingya di Aceh memproduksi ikan asin. (sumber foto: Yayasan Geutanyoe)

MASAKINI.CO – Hampir sepuluh bulan sudah pengungsi Rohingya berada di Kamp Balai Latihan Kerja (BLK) Kota Lhokseumawe.

Dari ratusan pengungsi Rohingya yang tiba pada bulan Juni dan September 2020, kini tersisa 56 orang setelah sebagian dari mereka dipindahkan ke Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara pada 25 Maret 2021 lalu.

Mereka yang masih berada di kamp BLK, selain mengikuti aktivitas yang diberikan oleh lembaga-lembaga terkait, pengungsi Rohingya juga melakukan kegiatan mandiri dengan memproduksi ikan asin.

Pengurus Yayasan Geutanyoe, Iskandar mengatakan para pengungsi memanfaatkan sarana lapangan olahraga di kamp untuk menjemur ikan.

Mereka sangat menyukai ikan karena di tempat asalnya pun juga makan ikan laut dalam berbagai bentuk olahan, salah satunya di jemur untuk dibuat ikan asin.

“Kata mereka cuaca disini sangat bagus untuk menjemur ikan. Setiap hari mereka melakukan hal tersebut sebelum kelas edukasi dimulai,” kata Iskandar, Senin (12/4/2021).

Iskandar menuturkan, para pengungsi Rohingya membeli ikan asin dari nelayan ataupun di tempat penampungan ikan.

Jenis ikan dan cara pengolahan yang dilakukan pengungsi Rohingya berbeda dengan kebanyakan masyarakat Aceh kerjakan.

Mereka punya cara khas tersendiri dimana ikan dibersihkan lalu dijemur sekali, kemudian saat benar-benar sudah kering, ikan diasinkan lagi dengan direndam dalam air garam untuk kemudian dijemur dua hingga empat hari lagi.

Jenis ikan yang diolah juga beragam seperti, ikan tali pinggang, ikan teri, ikan tembang, ikan bilih, dan beberapa jenis ikan lainnya.

Seorang pengungsi Rohingya, Laibullah mengatakan selain dikonsumsi sendiri, ikan-ikan ini nantinya dikirim ke saudara mereka pengungsi Rohingya yang saat ini telah berada di Medan.

“Sebentar lagi juga akan memasuki Bulan Ramadan, kami menyiapkan ikan asin ini sebagai bentuk persiapan menu berbuka puasa,” katanya.

Yayasan Geutanyoe menilai, apa yang dilakukan pengungsi Rohingya di kamp BLK Lhokseumawe ini menunjukkan betapapun menjadi pengungsi itu tidak mudah, namun mereka tetap dapat hidup mandiri.

“Menjadi pengungsi tidak berarti tidak dapat berdikari di atas kaki sendiri. Kami akan memfasilitasi kebutuhan mereka untuk ini [membuat ikan asin],” pungkas Iskandar.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist