Prof Azyumardi Sebut Banda Aceh Sentral Peradaban Islam

Suasana seminar nasional Aceh Pusat Peradaban Islam

Bagikan

Prof Azyumardi Sebut Banda Aceh Sentral Peradaban Islam

Suasana seminar nasional Aceh Pusat Peradaban Islam

MASAKINI.CO — Penetapan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara sebagai titik nol pusat peradaban Islam di Nusantara pada tahun 2017 lalu dinilai politis.

Bahkan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Azyumardi Azra menganggap penetapan itu tidak berlandaskan kajian akademik.

Ditambah lagi keputusan Presiden Jokowi tersebut tidak dilengkapi dengan Keputusan Presiden (Keppres).

“Kalau itu menjadi keputusan politik harus ada Kepresnya. Ada nggak Kepresnya? Setahu saya belum ada Kepresnya,” kata Prof Azyumardi usai menjadi pembicara Seminar Nasional, Aceh pusat peradaban Islam terawal di Asia Tenggara, Senin (17/2).

Seminar nasional itu berlangsung di Aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Kota Banda Aceh, Senin (17/2).

Menurut Azyumardi, harusnya Aceh yang menjadi titik nol peradaban Islam di Nusantara sebab banyak bukti yang telah ditemukan para pakar sejarah.

“Kalau Aceh sebagai pusat peradaan Islam, itu sudah banyak buktinya. Kalau kesultanan Aceh ada darahnya (keturunan), ada naskahnya, ada ulama, yang itu semua bisa dibuktikan tanpa harus melebih-lebihkan,” ujarnya.

Dirinya menyebut, titik sentral peradaban Islam di Aceh itu ada di Banda Aceh. Walaupun sebelumnya ada Samudera Pasai di Aceh Utara, atau Peureulak di Aceh Timur.

Namun yang paling lengkap dan paling berjaya itu kesultanan Aceh Darussalam yang didirikan Sultan Ali Mughayat Syah dan berpusat pada Koetaradja atau Banda Aceh yang sekarang.

“Ya di Banda Aceh Darussalam ini titik sentralnya. Tempat duduknya para raja, para sultan, para sultanah, para ulama di sini,” sebutnya.

Selain itu, Kata Azyumardi, Banda Aceh kala itu juga menjadi pusat pengembangan intelektualisme Islam, perdagangan, pelayaran, pertahanan dan pusat kemiliteran besar yang dikendalikan kesultanan Aceh Darussalam.

Prof Azyumardi menyebutkan, sejarah memang kerapkali dikemukakan, ditulis, atau diteliti untuk beberapa kepentingan, termasuk untuk kepentingan politik.

“Pernyataan presiden Joko Widodo bahwa Barus sebagai titik nol Islam di Nusantara itu tidak bisa dibuktikan secara akademis,” pungkasnya.[Ahlul Fikar]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist