Sengkarut Kartu Prakerja, Ombudsman RI: Kenapa Tidak Ada Skema Lelang?

Bagikan

Sengkarut Kartu Prakerja, Ombudsman RI: Kenapa Tidak Ada Skema Lelang?

MASAKINI.CO – Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, menyoroti kehadiran program Kartu Prakerja yang digagas pemerintah yang di dalamnya terdapat pelatihan berbasis daring. Pasalnya, proses penunjukan pihak pelaksana tidak melalui proses tender atau lelang.

“Sebagai seorang penyelenggara anda memiliki opsi apakah jasa pelatihan online prakerja diadakan melalui skema lelang atau tidak. Jika tidak mau repot dengan lelang, diperlukan anggaran sebesar saat ini dan terkesan canggih. Jika lelang mungkin agak lambat sedikit tapi lebih terukur,” kata Alamsyah di Jakarta, Jumat (1/5).

Alamsyah memandang, terkait proses tender atau lelang memang punya proses yang lumayan lama dan panjang. Terlebih, hal ini memilia ongkos atau biaya yang harus dikeluarkan dalam tahapan ini hingga akhirnya diputuskan siapa pemenangnya oleh pemerintah.

“Kerepotan Anda memiliki nilai ekonomis. Jika Anda tak mau repot maka Anda harus membayar orang yang mau menanggung kerepotan anda tersebut. Ini hukum ekonomi biasa. Masalahnya menjadi lain jika ternyata untuk pengalihan kerepotan sebagai penyelenggara tersebut Anda membayar jauh lebih mahal dan dengan uang publik pula. Anda akan disebut sebagai pemboros anggaran,” tuturnya. .

“Mana yang lebih baik? Mungkin cara paling sederhana adalah melihat potensi pemborosan anggaran, mengingat negara sedang perlu banyak anggaran untuk safety net masa pandemi dan kegiatan lainnya,” sambung dia.

Pria yang disapa Alamsyah ini, kemudian menganalogikan proses tersebut yakni apakah lelang terbuka atau buang badan. Misalnya, jika ada 1900-an modul atau digenakan sebanyak 2000 dengan total anggaran mencapai Rp5,6 triliun. Namun, jika melalui lelang anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp2,8 miliar per modul pelatihan online.

Didapiti, jika setelah melalui suatu lelang terbuka diperoleh penawaran senilai rata-rata Rp800 juta/modul, maka ada penghematan Rp2 miliar per modul. Sehingga total penghematan bisa mencapai Rp4 triliun jika Rp,2 miliar dikalikan 2.000 modul. Selanjutnya mungkin pelatihan online bisa digelar penyelenggara.

“Silahkan nilai sendiri apakah memproduksi modul buat mpek-mpek berikut instrumen test kelulusannya capai harga Rp800 juta per modul? Begitu juga modul pelatihan menulis untuk calon jurnalis sampai dengan penilaian kelulusan, apakah biaya produksinya sampai Rp800 juta per modul?” paparnya.

Dia menilai, kehadiran program pemerintah ini di tengah pandemi virus corona (Covid-19) telah menimbulkan masalah hingga menjadi polemim. Namun demikian, dirinya punya cara untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik dan bijak.

“Bagaimana menyelesaikan kisruh ini?Tahap pertama adalah menemukan maladministrasi. Tahap kedua baru kerugian negara. Tahap ketiga institusi penegak hukum silahkan masuk,” imbuhnya.

“Sebelum ketiga tahap tersebut berlangsung dan meluas, saran saya hentikan dulu program kartu prakerja ini dan lebur dananya agar bisa lebih bermanfaat,” lanjutnya.

Selain itu, ia juga menyarankan pemerintah sebaiknya fokus mengkonsolidasi dan mengintegrasikan bansos yang ada agar lebih maksimal. Ini supaya tak terlalu banyak variasi, skemanya menjadi lebih sederhana dan kontekstual, dan nilainya tidak terlalu kecil Rp600 ribu per kepala keluarga.

“Program ini ibarat pesawat bagus yang belum selesai dirakit, dipaksa terbang dan landing di tempat salah pula. Mungkin selain diperlukan waktu untuk memperbaikinya juga tidak pas untuk tetap memaksakan diri menerapkannya di masa pandemi ini,” pungkasnya. [Ahlul Fikri]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist