Serba Salah Penjinak Api, “Kami Takut Dipukuli !”

Petugas pemadam kebakaran berusaha jinakkan api di Simpang Tiga, Bener Meriah.[Eri Tanara]

Bagikan

Serba Salah Penjinak Api, “Kami Takut Dipukuli !”

Petugas pemadam kebakaran berusaha jinakkan api di Simpang Tiga, Bener Meriah.[Eri Tanara]

MASAKINI.CO – Gaji tak mencukupi. Sering dilempari caci maki. Saban menatap api, acap kali teringat mati. Armada terbalik dua kali.

“Begitulah keadaan kami,” kata M Harun.

Ia penjinak api yang setia. 17 tahun sudah mengabdi, sejak Bener Meriah dilahirkan Desember 2003, Harun telah bekerja sebagai pemadam kebakaran.

“Meskipun sampai saat ini saya masih berstatus tenaga honorer. Bagi saya ini pekerjaan kemanusiaan,” ujarnya.

Lelaki asal Kampung Reje Guru, Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah ini mengaku hanya digaji sejuta perbulan.

“Gaji kami selalu dibayar diakhir bulan kedua. Ditambah biaya makan perhari 27 ribu tapi itu dibayar triwulan,” ungkapnya.

Selain api, amuk massa sering menghantui. Ia dan timnya sering mendapat kekerasan. Bahkan pernah ada petugas yang dianiaya hingga dilarikan ke rumah sakit.

Beberapa tahun silam di Tingkem, Kecamatan Bukit petugas sempat diacungkan golok. Warga meluapkan emosi, akibat timnya telat tiba.

“Ketika kami sudah mendengar kebakaran, bayangan kami diperjalanan, mobil akan terbalik karena ingin cepat sampai, sudah dua kali mobil kami terbalik,” sebut Harun.

“Belum lagi sampai di lokasi kami akan diamuk massa. Kami serba salah!”

M Harun dan rekannya saat diposko pemadam kebakaran Bener Meriah.[Eri Tanara]

Saat kebakaran melanda. Para petugas pemadam tak memakai pelindung diri yang laik. Harun mengaku, pihaknya sering melaporkan hal tersebut. Namun tak kunjung mendapat respon. Alasan pemerintah belum ada anggaran.

“Kami juga tidak memiliki baju tahan api, helm dan sepatu boat. Kalau sepatu boat yang kami pakai sekarang jangankan tembus paku, kaca aja tembus,” sebut Harun.

Saat ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bener Meriah, miliki 96 personel pemadam kebakaran. Posko utamanya di jalan Bandara Rembele, persis depan Batalyon 114.

Selain armada yang kurang, petugas juga keluhkan minimnya fasilitas di posko.

“Kami tidur di atas tikar seadanya, layaknya seperti penjara. Belum lagi kamar madi yang sudah rusak. Kami berharap pemerintah dapat memperhatikan kami dengan baik. Serta segera menambah unit damkar,” kata seorang petugas, Radiansyah.

Tiga hari jelang usia Indonesia 75 tahun. Pasar Simpang Tiga, Bener Meriah terbakar. Belasan ruko dilahap api. Warga kembali marah pada petugas BPBD. Armada yang datang hanya satu. Seorang rekan kerja Harun, diamuk massa.

“Mereka tidak tahu kondisi kami bagaimana, unit dan peralatan kami terbatas. Sehingga kejadian kebakaran di Kampung Ujung Gele esok hari nya, kami tidak berani datang lagi. Meskipun unit damkar saat itu sudah kami kembalikan ke pendopo bupati,” ungkapnya.

“Kami takut dipukuli, kami masih punya anak dan istri. Jangan selalu salahkan kami, kami berharap mendapat perlindungan dari pihak terkait jika kebakaran kembali terjadi.”[Eri Tanara]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist