MASAKINI.CO – Gubuk-gubuk reot di pesisir Seulimum, Aceh Besar tumpuan mayoritas para perempuan. Bermandi peluh di ladang, berjibaku di dapur panas bukan kepalang.
Menjadi petani garam, pilihan puluhan perempuan Ujoeng Mesjid. Meracik secara tradisional, bahkan masih dilakoni kaum hawa berusia senja.
Aktivitasnya diawali dari membangun gundukan-gundukan tanah liat serupa kawah, bagian bawahnya, dibuat saluran keluar air yang akan ditampung dalam wadah.
Pasir yang mengandung garam dimasukkan dalam kawah tadi, lantas disiram air laut. Siraman air meresap dalam kawah, kemudian keluar kembali. Air yang ditampung di lubang itu, kemudian dimasak di gubuk hingga menguap menjadi butiran garam.
Perharinya, seorang petani sanggup menghasilkan 40 Kg garam. Sayangnya, garam mereka tanpa label dan packaging. Walhasil kalah bersaing di pasar lokal.
Mugee (pengepul) sahabat para petani, membandrol garam hanya Rp5 ribu perkilogram. Seharga itu, garam tak mungkin membuat nasib petani jadi manis.[Ahlul Fikar]
Discussion about this post