Jejak Syarwani Sabi Menghalau Harimau

Syawarni Sabi, pawang harimau. [Ahlul Fikar]

Bagikan

Jejak Syarwani Sabi Menghalau Harimau

Syawarni Sabi, pawang harimau. [Ahlul Fikar]

MASAKINI.CO – Siang itu, kebun sawit di Desa Singgersing, Kabupaten Sultan Daulat Kota Subulussalam, tak biasa. Asap tipis kemenyan mengepul diantara sabuk kelapa. Semeter dari tumpukan itu, Syarwani Sabi duduk bersila. Mulutnya komat-kamit.

Lalu, menyerahkan tongkat berisi pedang miliknya ke Basri. Warga Batu Napal itu diminta menggali lubang sekitar 40 cm. Lubang selesai, Syarwani meletakkan rebung kala ke asap. Seluruh debu hasil pembakaran, lantas ditanamnya.

“Pergi jauh, jangan kembali lagi. Kalau masih membangkang, kami tangkap,” ucap Syarwani. Kalimat itu diucapnya dalam bahasa Aceh, berulang-ulang.

Syarwani bukan mengusir Basri. Ia meminta harimau tak kembali. Sejak puluhan tahun silam, pria berusia senja ini telah menjadi pawang.

Syarwani Sabi, hendak menghalau harimau.[Ahlul Fikar]

Tahun 70-an, saat Syarwani berusia muda, ia sering dibawa ayahnya berpindah desa, keluar masuk rimba menghalau harimau masuk pemukiman dan kebun warga.

“Memang sudah hobi bahkan sebelum sekolah sudah sering ikut bapak,” ujarnya.

Januari lalu, masakini.co beruntung berkesempatan bergabung dengannya. Menjalankan misi damai, antara warga Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Subulussalam dengan harimau di kawasan tersebut.

Di sela-sela masa rehat, Syarwani berbagi kisah lampau saat dirinya berguru pada ayahnya. Menurutnya, sang ayah tak sepenuhnya berharap ia menjadi pawang harimau.

“Ayah sering larang saya, karena saya masih sekolah. Waktu itu nama sekolahnya sekolah rakyat. Saya sangat sayang sama harimau,” sebutnya.

Syarwani masih ingat, saat dirinya berhenti sekolah tahun 1975. Ia memilih terus bersama ayahnya menjaga harimau. Terang saja ayahnya marah.

“Waktu dipukul (oleh bapak), saya tetap ikut bapak. Saya sangat peduli terhadap nasib harimau,” katanya.

Jejak kaki harimau.[Ahlul Fikar]

Setelah ayahnya meninggal, Syarwani kini melanjutkan tugasnya seorang diri membantu warga. Ia mengaku sudah lebih ratusan desa dikunjunginya, menjalankan tugas menghalau dan menangkap harimau yang memakan manusia.

Nama Syarwani tak hanya kesohor di kalangan pecinta lingkungan di Aceh. Ia kerap dipanggil mengatasi konflik satwa dan manusia di sumatera. Provinsi yang kerap didatangi Sumatera Utara dan Riau.

“Saya tidak begitu pintar, tapi bisa untuk membantu warga dengan ilmu yang Allah berikan,” lanjutnya.

Konflik terparah yang tak lekang dalam ingatan Syarwani pecah tahun 2007 di Aceh Selatan. Harimau mengamuk. Tujuh warga diterkam.

Walau kaki sakit parah akibat terlindas mobil pick up tujuh tahun sebelumnya, ia datang ke lokasi kejadian. Saat itu ia sukses mengusir harimau, hingga warga beraktivitas normal kembali.

Syarwani Sabu, menjalankan ritual mengusir harimau.[Ahlul Fikar]

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, mengakui kemampuan Syarwani. Ia direkrut sebagai pawang harimau yang selalu dilibatkan dalam setiap konflik.

Menginjak usia 83 tidak membuat tekadnya memudar. Ia terlihat cukup semangat. Namun kondisi kakinya belum sembuh. Sering Syawarni terlihat sulit berjalan.

Awal Maret lalu, Syarwani membantu BKSDA menangkap seekor harimau di Desa Singgersing. Harimau itu berat badan diperkirakan sekitar 40 Kg, umurnya ditaksir 14 hingga 16 bulan itu.

Dari pedamalan Subulussalam, sang pawang meminta seluruh masyarakat Aceh menjaga harimau. Ia bahkan membagikan caranya, jangan alih fungsi lahan dan memburu makanan harimau seperti rusa dan babi berlebihan. Apalagi harimaunya yang diburu.

“Kalau harimau terkena jerat, itu bisa mengakibatkan kecacatan pada harimau. Di Samadua kakinya hampir putus (akibat terkena jerat), sehingga membuat harimau tidak lagi mampu berburu makanannya. Akibatnya, ternak warga yang bisa dimakan,”katanya.[Ahlul Fikar]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist