Aksi Kemanusiaan Belasan Jam di Selat Malaka

Ratusan orang etnis Rohingya saat tiba di pelabuhan Krueng Geukueh. (foto: Iskandar untuk masakini.co)

Bagikan

Aksi Kemanusiaan Belasan Jam di Selat Malaka

Ratusan orang etnis Rohingya saat tiba di pelabuhan Krueng Geukueh. (foto: Iskandar untuk masakini.co)

MASAKINI.CO – Belasan jam yang menegangkan dan mengaduk-ngaduk rasa kemanusiaan, akhirnya, lebih dari seratus orang etnis Rohingya dalam satu kapal kayu yang terombang-ambing di perairan Aceh, pada Minggu (26/12/2021) lalu, berlabuh di daratan.

Sejak ditemukan pertama sekali oleh nelayan Bireuen, Aceh, belum jelas betul nasib anak-anak, perempuan, dan laki-laki dewasa dalam kapal tersebut. Pemerintah Indonesia awalnya akan mendorong kembali mereka ke laut, setelah membantu pasokan makanan dan memperbaiki mesin kapal yang dilaporkan rusak.

Namun tindakan itu urung dilakukan usai sejumlah pihak mendesak pemerintah membantu etnis Rohingya itu berlabuh ke daratan Aceh.

Pemerintah, melalui Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya, pada Rabu (29/12/2021) malam, akhirnya menyatakan akan menampung orang-orang Rohingya itu dan menarik kapalnya ke daratan Aceh.

Selaku Ketua Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN) Pusat, Irjen Pol Armed Wijaya manyampaikan, pertimbangan rasa kemanusiaan pada akhirnya meluluhkan hati para pemangku kebijakan yang duduk di Jakarta.

Lalu pada Kamis (30/12/2021) sekitar pukul 06.00 WIB, kapal KRI Parang-647 milik TNI AL menjemput etnis Rohingya itu di tengah laut.

Tiba di lokasi kapal Rohingya yang diikat nelayan Aceh di satu rumpon agar tak hanyut dan tenggelam, awak KRI Parang bergegas mengikat bagian depan kapal, untuk kemudian ditarik ke pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara.

Aksi kemanusiaan ini bukan tanpa halangan. Perairan laut Selat Malaka seharian dilanda hujan deras dan gelombang tinggi. Mereka berjalan dipayungi awan gelap. Kapal KRI Parang meliuk-liuk mencari celah agar gelombang tinggi tak menghantam lambung kapal.

Misi penyelamatan itu akhirnya berhasil menjangkau daratan sekitar pukul 00.00 WIB, Jumat (31/12/2021) dini hari. Hujan masih turun deras di Krueng Geukueh.

Kapal yang ditumpangi etnis Rohingya saat merapat ke dermaga pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara. (foto: Iskandar untuk masakini.co)

“Ini sudah sampai. Ada 4 bus yang menunggu di pelabuhan Krueng Geukueh. Suasana di sini hujan deras,” kata Iskandar, seorang aktivis kemanusiaan dari Yayasan Geutanyoe, yang fokus menangani pengungsi Rohingya, kepada masakini.co.

Merapat di pelabuhan Krueng Geukueh yang dahulu kala pernah sibuk dengan aktivitas kapal pengangkut gas cair dan pupuk, ratusan orang-orang Rohingya itu tampak mengalami dehidrasi.

Anak-anak etnis Rohingya dari dalam kapal menatap kosong ke orang-orang yang berada di tepian dermaga. Tak ada kata-kata yang terucap. Bahasa menjadi kendala.

Tapi sorot matanya, tutur Iskandar, seakan mengisyaratkan ingin memuntahkan ribuan kata terima kasih.

Menurut Iskandar, seratus lebih etnis Rohingya itu dibawa menggunakan 4 bus menuju camp Balai Latihan Kerja (BLK) Kota Lhokseumawe yang berada di Kecamatan Muara Dua. Di sana mereka akan ditampung.

“Mereka juga akan dikarantina selama 10 hari di sana,” ujarnya.

Selain itu, sebut Iskandar, etnis Rohingya ini akan diperiksa kesehatannya sesuai dengan standar penanganan Covid-19 oleh Satgas penanganan pengungsi.

Pengalaman yang dilalui Iskandar dari menangani pengungsi Rohingya yang pernah terdampar di Aceh, kebanyakan mereka mengalami sejumlah masalah kesehatan usai tiba di darat.

Dia mengatakan, orang-orang Rohingya di dalam kapal yang baru merapat di dermaga Krueng Geukueh, tampak lemah dan pucat pasi.

Terpaan hujan, badai, angin, gelombang, dan sekelumit hal mencekam lainnya di Selat Malaka, menjadi momok yang meruntuhkan kesehatan mereka kala mengadu nasib mencari daratan yang menerima tanpa kekerasan dan penyiksaan.

“Seperti yang sudah-sudah pernah kita tangani, kemungkinan mereka juga mengalami ISPA, dan Skabies,” jelas Iskandar.

Kini orang-orang Rohingya itu telah menginjak daratan Lhokseumawe. Tanah kota dimana 16 tahun silam juga mencekam bagi penghuninya, nyaris seperti etnis Rohingya alami saat ini, sebelum udara dingin di Helsinki menorehkan tinta damai. Mengakhiri perang dan penderitaan orang-orang yang mendiami tanah Serambi Mekkah.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist