MASAKINI.CO – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh melalui UPTD Museum Aceh, kembali mengadakan pameran kontemporer dengan menyajikan kisah perjuangan rakyat Aceh sejak tahun 1511 hingga mencapai kesepakatan damai (MoU Helsinki) pada tahun 2005.
Pameran yang bertajuk Aceh Bumi Para Syuhada ini memikat pengunjung dari berbagai kalangan untuk mengisi waktu libur panjang.
Edukator Museum Aceh, Nurhawani menyampaikan pameran itu bertujuan untuk memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat terkait sejarah panjang perjuangan Aceh dari para pahlawan dan syuhada yang kemudian materi itu ditempelkan pada dinding Museum, lantai 3 pameran tetap.
Di sana disajikan biografi singkat para tokoh pejuang Aceh seperti Cut nyak Dhien, Laksamana keumalahayati, Panglima perang laskar rakyat (Pocut baren), Teuku Umar, Hasan Ditiro, Cut meutia, Pocut Meurah Biheue, Sultan Muhammad Daud Syah, Teuku Nyak Arif, Daud Beureueh, dan Teungku Fakinah.
“Tokoh-tokoh perjuangan sebelum hingga sesudah kemerdekaan dan tokoh-tokoh ulama yang kita pamerkan di sini,” kata Nurhawani kepada masakini.co, Kamis (6/7/2023).
Tak hanya itu, lanjut Nurhawani, di sana pihaknya juga menampilkan 17 koleksi senjata perjuangan seperti rencong, pedang, perisai, naskah, dan lainnya.
“Di lantai 3 pengunjung akan menemukan banyak materi sejarah, maka disana mereka akan banyak menghabiskan waktu hingga setengah jam untuk memahami materi itu,” ujarnya.
Menurut Nurhawani untuk timeline history seperti ini, baru pertama kali dilakukan di Aceh. Hal itu lantaran pihaknya membuat rangkaian sejarah panjang Aceh dari awal hingga akhir, sehingga hal itu belum ditemukan di dalam buku anak-anak sekolah.
“Dari awal kita dilirik Portugis, Belanda ke Malaka, jadi kita merangkai untuk dijadikan bahan edukasi kepada generasi penerus bahwa Aceh pernah hebat di masanya,” jelasnya.
Melalui pameran ini, pihaknya menaruh harapan agar dapat memberi edukasi kepada generasi ke depan bahwa nenek moyang orang Aceh hebat dan tangguh di masa lalu.
“Bahwa dalam perang melawan Belanda kita punya ideologi lain seperti hikayat Perang Sabi,” tuturnya.
Salah satu pengunjung pameran, Urwatil Uska menyampaikan, pameran sejarah perjuangan Aceh itu sangat menarik. Menurutnya, ia dapat lebih mengetahui bagaimana sejarah perjuangan masa lampau.
Ia yang merupakan mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam UIN Ar Raniry ini merasa kagum dan terkesima dengan perjuangan Aceh. Dengan begitu, pelajar yang seperti dirinya itu dapat memperoleh informasi lebih mendalam.
“Di sini saya sangat tertarik dengan panglima perang laskar Pocut Baren, karena sebelumnya saya tidak mengetahui tentang ini, karena berkunjung kesini saya sudah membaca bagian perjuangan beliau,” kata Uska.
Sebagai penikmat sejarah, Uska berharap kedepannya di Museum Aceh dapat disediakan pemandu, hal itu berguna agar menjelaskan beragam informasi lebih detail kepada pengunjung.
“Jadi nantikan pengunjung tidak hanya melihat saja, namun juga diberi pemahaman langsung,” harapnya.