MASAKINI.CO – Harga beras yang terus melambung tinggi membuat warga Kabupaten Aceh Singkil mulai mengolah pati sagu sebagai alternatif pengganti nasi.
Di Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil misalnya, warga mulai kembali giat mengolah pohon-pohon sagu yang banyak terdapat di sekitar desa mereka.
Saripati pohon sagu ini di ekstrak secara tradisional, untuk menggantikan beras yang harganya kian tak masuk akal.
Sebelum kenaikan, harga beras diwilayah ini berkisar sekitar Rp165 ribu untuk ukuran karung 15 Kilogram, kini dengan ukuran yang sama harganya melambung hingga Rp215 ribu.
Kenaikan harga yang tinggi dan kondisi perekonomian warga yang sedang sulit, membuat warga harus memanfaatkan sumber-sumber karbohidrat lain yang ada di lingkungan sekitar mereka.
“Pengolahan sagu secara tradisional ini memang keahlian turun temurun dari nenek moyang kami, biasanya dijual untuk bahan kue, tapi sekarang mulai digunakan untuk menggantikan nasi”, Kata Nazar, salah seorang warga Singkil dilansir dari tvonenews.com, Jumat (29/9/2023).
Pohon sagu memang mudah ditemukan di wilayah Aceh Singkil, terutama di areal rawa-rawa dan aliran sungai.
“Cara mengolahnya terbilang mudah, batang sagu yang sudah cukup umur dipotong-potong, dibuang bagian kulit, lalu bagian tengah dicacah hingga halus dan patinya disaring, ditunggu sekitar 2 minggu, pati sagu ini pun siap dikonsumsi,” jelas Nazar.
Dari sebatang pohon sagu bisa memproduksi 180 hingga 400 kilogram sagu kering, sehingga keberadaan sagu yang tersebar luas di wilayah ini benar-benar membantu warga, di tengah kesulitan membeli beras yang harganya kian melambung.
“Tentu saja beras lebih kita pilih, karena kita sudah terbiasa, namun karena sekarang harganya mahal, kita mulai mencoba membiasakan makan olahan sagu, semoga pemerintah bisa segera membuat harga beras bisa segera normal,” harap Nazar.