MASAKINI.CO – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus memantau potensi terjadinya El Nino tahun ini. El Nino sendiri merupakan salah satu fenomena terkait Suhu Muka Laut (SML) yang terjadi di Samudera Pasifik yang mampu memicu dampak terhadap cuaca di wilayah yang terdampak, termasuk wilayah Indonesia.
“Terkait El Nino, hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59,” kata Keplada BMKG, Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di Kantor BMKG, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Dwikorita Karnawati menjelaskan sedangkan di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral. Fenomena El Nino tersebut, kata dia, diprediksi akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli 2024 dan setelah triwulan ketiga (Juli-Agustus-September) 2024 berpotensi beralih menjadi La Nina-Lemah.
“Sementara itu, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Sedangkan kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksikan berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 sampai +2.0 derajat celcius lebih hangat dari kondisi normalnya,” teranganya.
Dia menuturkan di lain sisi bahwa prediksi musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Adapun puncak musim kemarau 2024 diprediksikan terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024.
“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim Kemarau 2024 di Indonesia diprediksi mudur pada 282 ZOM (40%), sama pada 175 ZOM (25%), dan maju pada 105 ZOM (15%),” bebernya.
Guna menghadapi musim kemaru tahun ini, Dwikorita pihaknya telaj mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi musim kemarau 2024. BMKG mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau.
“Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air,” tutupnya.