MASAKINI.CO – Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) dalam dialog Resiko Kekeringan di Asia Pasifik menjelaskan bahwasannya “Secara global dalam 80 tahun ke depan, 129 negara akan mengalami peningkatan kekeringan terutama karena perubahan iklim dan pertumbuhan populasi. Kekeringan mempunyai dampak yang mendalam, luas bagi masyarakat, ekosistem, dan perekonomian.”

Di Aceh, musim kemarau tahun 2024 ini dianggap salah satu musim terburuk, yang berdampak hampir ke seluruh kabupaten kota. Petani di Aceh Besar, khususnya Kecataman Darul Kamal berpotensi mengalami gagal panen. Wilayah di Kecamatan Darul Kamal dengan jumlah 14 desa ini dikelilingi lahan persawahan yang luasnya mencapai ratusan hektar.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Aceh, Muhajir menjelaskan suhu panas menyala nyaris melanda seluruh kabupaten kota di Aceh terjadi dalam sebulan terakhir. Kondisi suhu panas ini disebabkan adanya sirkulasi angin monsun Australia menuju Asia yang melewati wilayah Aceh.

“Sehingga saat kondisi itu terjadi potensi pembentukan awan hujan sangat sedikit,” katanya.
Kendati demikian, penyusunan kebjakan kekekeringan nasional menghadapi beberapa tantangan. Tantangan tersebut yaitu pemerintah enggan untuk menyatakan potensi kekeringan lebih awal. Hingga saat ini, hanya kabupaten Aceh Besar yang menetapkan siaga darurat kekeringan.

Demikian pula, di Kecamatan Lhoknga saat ini terdapat 24 desa ditambah satu desa di Kecamatan Peukan Bada yang mengalami krisis air bersih dengan 16.755 jiwa yang terdampak.

Kekeringan yang melanda 25 desa di dua kecamatan tersebut kembali terjadi di tahun 2024 ini, setelah sebelumnya terjadi 39 tahun lalu, yakni tahun 1985.

Masyarakat di daerah tersebut terpaksa membagi air seadanya untuk kebutuhan harian. Mandi, hingga memberi minum air untuk hewan ternak menggunakan air yang berasal dari sumur di surau. Ibu-ibu di Kecamatan Lhoknga pun harus mengangkut dan mencuci pakaiannya di surau masing-masing desa.
Mengatasi kekurangan air bersih
Sejak dikeluarkan surat keputusan siaga bencana kekeringan pada tanggal 4 Juli 2024 yang melanda dua kecamatan di Aceh Besar yakni Kecamatan Lhoknga dan Peukan Bada, pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar mendirikan posko di halaman Kantor Camat Lhoknga.

Kekeringan parah yang melanda 25 desa di dua kecamatan tersebut, berbagai organisasi lembaga kebencanaan pemerintah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar bersatu untuk membantu penyaluran air bersih dan mekanisme respons untuk mengatasi krisis ini.

Penyaluran air bersih dilakukan setiap hari sejak pagi hingga sore hari. BPBD menyediakan 10 truk tangki, dengan penyaluran 30 tangki per-harinya.

Hingga saat ini, BPBD Aceh Besar telah mendistribusikan sebanyak 1.676.500 liter selama 19 hari. Dengan rincian rata-rata mencapai 130.000 ribu liter per hari. Jumlah tersebut terus bertambah setiap harinya karena permintaan air dari masyarakat semakin meningkat setiap harinya.

Per desa dilengkapi sejumlah tandon atau tempat penampungan air yang diletakkan di tempat terbuka dan mudah diakses masyarakat.

Adapun desa terdampak yaitu di Kecamatan Lhoknga meliputi Gampong Mon Ikeun, Weu Raya, LamKruet, Lam Paya, Meunasah Blang, Meunasah Manyang, Meunasah Mon Cut, Meunasah Baro, Meunasah Beutong, Meunasah Karing, Meunasah Mesjid Lam Lhom, Lam Girek, Lambaro Seubun, dan Seubun Ayun.

Selanjutnya, Gampong Seubun Keutapang, Nusa, Lamcok, Kueh, Lam Ateuk, Aneuk Paya, Naga Umbang, LambaroKueh, Lamgaboh, Tanjong dan satu gampong di Kecamatan Peukan Bada yaitu Gampong Lampisang.