MASAKINI.CO – Stadion H Dimurthala (SHD) tampak lenggang. Tanpa sorak-sorai. Hanya ada sekitar 60-an orang di tribun utama. Mereka terdiri Presiden Persiraja, Nazaruddin Dek Gam, official, pemain yang tidak masuk line-up, dan wartawan.
Sementara di lapangan, cuma ada 26 orang. Empat wasit, 22 pemain dari kedua kesebelasan. Lengkap dengan anak gawang di setiap titik. Fotografer di pojok lapangan. Sisanya, pelatih beserta asisten, tenaga medis, kitman, pemain pengganti di masing-masing bench.
Begitu suasana tuan rumah menjamu PSMS Medan dalam lanjutan Liga 2 pekan ke-9, Sabtu (26/10/2024) malam. Suasana SHD jauh dari kebiasaan, yang terkenal angker bagi lawan. Sebab nyaris pasti, saban kali Persiraja main, penonton membludak.
Malam itu, SHD hidup dalam ‘dua wajah’. Pertama, tanpa penonton. Kedua, kembali dipakai untuk sebuah kompetisi profesional.
Terakhir kali Persiraja menggunakan SHD dalam konteks liga, itu terjadi dua tahun silam. Saat Persiraja mengalahkan PSKC Cimahi, Sabtu (10/9/2022) sore. Masa peralihan kepemilikan. Dimana Ustaz ‘SBY’ Zulfikar sebagai Presiden Persiraja.
Martunis BA adalah (eks) pemain Persiraja pencetak gol terakhir di SHD. Setelahnya, Liga 2 musim 2022 terhenti. SHD membisu. Dampak tragedi Kanjuruhan. Musim-musim berikutnya, Persiraja hijrah homebase. Menggunakan Stadion Harapan Bangsa (SHB) dan Stadion Langsa.
SHD yang dulu bukanlah yang sekarang. Ia tampil dengan rupa baru. Minimalis dengan aura moderen. SHD telah bersolek ketika menyambut PON Aceh Sumut 2024. Satu-satunya kompetisi di luar Liga 2/1, yang sempat dihelat di SHD dan sesak penonton. Saat tim sepakbola Aceh berlaga di PON 2024, September lalu.
Kenangan Kelam
Pelatih Persiraja, Akhyar Ilyas sepanjang laga tampak fokus memperhatikan setiap aksi anak asuhnya. Sesekali memberikan instruksi dari tepi lapangan.
Tapi sejak kaki beralas Adidas Campus menginjak SHD. Ada perasaan berbeda yang menggelayuti hati dan pikiran Akhyar.
“Terasa beda SHD tanpa penonton. Kita kehilangan atmosfer SHD yang memang bergairah,” katanya.
Namun ia tak bisa menyembunyikan kebahagian yang lain. Melihat wajah baru SHD yang ‘ganteng’. Bahkan menurutnya, jika harus membandingkan. SHD jauh lebih baik dari SHB, terutama kondisi lapangan, apalagi rumputnya.
“Meski SHD tampil dalam wajah baru, tuahnya masih sama. Memang ada tuah dalam sepakbola, tapi malam ini, kerja keras anak-anak terlihat full power,” ujarnya.
Malam itu, pelatih kelahiran 1 Desember 1983 berhasil membawa Persiraja mengunci tiga poin. Menang 2-1 atas PSMS Medan. Ia bersyukur atas poin penuh di kandang. Sebab sebelumnya, di laga terakhir sebelum pindah kandang ke SHD, Persiraja hanya beruntung mengamankan satu poin di SHB melawan PSPS Pekanbaru.
“Hasil positif malam ini sangat penting. Persiraja sukses memperbaiki peringkat di klasemen, di saat persaingan di Liga 2 makin ketat,” syukurnya.

Setelah pertandingan lawan klub berjuluk ‘Ayam Kinantan’ berakhir. Akhyar menyetir mobil ke rumahnya. Dalam perjalanan, kepada masakini.co ia bercerita. Kondisi tanpa penonton malam ini, berbanding terbalik dengan tahun 1999. Dimana lawannya juga PSMS Medan.
Waktu itu, Akhyar masih pemain muda Persiraja. Ia duduk dibangku candangan. Skor kacamata masih bertahan. Di penghujung laga, legiun asing Persiraja, Om Luck tak seberuntung namanya.
Bola mengenai tangan bek asal Kamerun itu. Wasit meniup peluit, tanganya menunjuk titik putih. Sontak penonton yang membludak, mengamuk. Pihak keamanan, dengan sigap melakukan langkah cepat. “Dar, der, dor,” suara tembakan diarahkan ke langit.
“Suara tembakannya banyak. Pertandingan sempat terhenti. Setelah penonton aman, baru dilanjutkan lagi. Saya masing ingat, pelatih Persiraja orang Medan, Parlin Siagian,” kenangnya.
Gol semata wayang dari titik pinalti itu, membuat Persiraja takluk di kandang ‘angker’ SHD. Dalam lanjutan Ligina 6 musim 1999/2000. Kini Akhyar sudah berkepala empat, dan menjadi orang nomor satu paling bertanggung jawab untuk segala taktikal Persiraja.
“Sepanjang pengalaman saya, baik sebagai pemain, asisten pelatih hingga pelatih kepala. Baru kali ini SHD tanpa penonton,” aku Akhyar.
Beban Akhyar masih menggunung. Ada satu putaran lagi, yang musti dilewati. Pengalamannya di Liga 1 bersama Borneo FC sebagai asisten pelatih musim lalu, diharapkan menjadi modal berarti. Untuk membawa Laskar Rencong, terbang lebih tinggi.