MASAKINI.CO – Sejumlah kasus gangguan paru teridentifikasi dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan yang digelar oleh Asian Medical Students’ Association Universitas Syiah Kuala (AMSA-USK) di Gampong Lamsidaya, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar.
Pemeriksaan yang menjadi bagian dari program Airway Examination & Respiratory Observation (AERO) ini berhasil menemukan sembilan kasus gangguan paru, termasuk dua kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dua asma, satu tuberkulosis aktif, serta beberapa gangguan pernapasan lainnya.
“Kami menemukan beberapa warga dengan gejala PPOK yang mereka anggap hanya batuk biasa. Padahal, itu tanda awal penyakit paru kronis yang berbahaya,” kata Ketua Department Community Outreach AMSA-USK, Muhammad Hafizh Riski Abdika, Selasa (14/10/2025).
PPOK merupakan penyakit paru progresif akibat paparan asap rokok dan polusi udara. Data WHO menyebut, penyakit ini menempati peringkat ketiga penyebab kematian terbesar di dunia dengan lebih dari 3,2 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia, prevalensinya mencapai 4,5 persen populasi dewasa, namun hanya sekitar 30 persen yang terdiagnosis secara medis.
Fenomena serupa terlihat di Aceh. Banyak masyarakat masih menganggap gejala seperti batuk berdahak, sesak ringan, atau cepat lelah sebagai hal sepele. “Inilah mengapa kami datang langsung ke desa, karena tidak semua masyarakat punya akses untuk berkonsultasi dengan dokter paru,” tambah Hafizh.
Sebanyak 53 warga mengikuti kegiatan tersebut. Dari jumlah itu, 38 orang dewasa menjalani pemeriksaan paru lengkap, mulai dari pengukuran saturasi oksigen, peak flow meter, hingga USG thoraks untuk mendeteksi kelainan paru yang tidak bisa dilihat melalui pemeriksaan dasar.
Pemeriksaan dilakukan oleh lima dokter spesialis paru dan sepuluh dokter PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) dari RSUD Dr. Zainoel Abidin dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Para dokter memberikan pemeriksaan langsung dan edukasi medis agar masyarakat memahami kondisi paru mereka.
“Sebagian besar warga mengaku baru pertama kali diperiksa oleh dokter spesialis. Ada yang terkejut karena hasilnya menunjukkan gangguan paru menahun,” kata Hafizh.
Tak hanya bagi orang dewasa, AMSA-USK juga merancang pameran edukasi interaktif bagi anak-anak. Melalui permainan dan media visual, anak-anak diajarkan cara menjaga paru-paru, bahaya asap rokok, dan pentingnya udara bersih.
“Kami ingin kesadaran itu tumbuh sejak kecil. Anak-anak harus tahu bahwa paru-paru mereka harus dijaga seperti halnya jantung,” ujar Hafizh.
Minimnya kesadaran dan akses kesehatan menjadi akar dari keterlambatan diagnosis penyakit paru di Aceh. Banyak masyarakat yang masih bergantung pada pengobatan tradisional atau menunggu gejala memburuk sebelum ke rumah sakit.
“Jadi masyarakat harus lebih waspada terhadap gejala penyakit paru dan mengbil langkah preventif untuk menjaga kesehatan,” pungkasnya.