Wisata Edukasi di Hutan Mangrove Aceh Jaya

Kawasan ekowisata mangrove di Kabupaten Aceh Jaya. (foto: dok masakini.co)

Bagikan

Wisata Edukasi di Hutan Mangrove Aceh Jaya

Kawasan ekowisata mangrove di Kabupaten Aceh Jaya. (foto: dok masakini.co)

MASAKINI.CO – Destinasi wisata hutan mangrove kini hadir untuk memanjakan pelancong di berbagai daerah ujung barat pulau Sumatera ini. Tak hanya ada di Kota Langsa, Ekowisata Mangrove juga hadir di Kabupaten Aceh Jaya dan tentunya juga sangat menarik untuk dikunjungi wisatawan.

Kehadiran wisata hutan bakau atau mangrove ini dipelopori oleh pemuda di Desa Gampong Baro Sayeng, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya.

Berjarak sekitar 143 kilometer dari Kota Banda Aceh, wisatawan membutuhkan waktu tiga hingga empat jam perjalanan menuju Aceh Jaya.

Namun jika berpatokan dari kota Calang, lokasinya berjarak sekitar 6 kilometer. Lebih kurang butuh waktu sekitar 10 menit jarak tempuh.

Udara sejuk mulai terasa saat turun dari anak tangga di area ekowisata mangrove ini. Pohon bakau yang menjulang tinggi berada di sekitar jembatan beralas kayu itu.

Di dekat pintu masuk, dari sisi kanan terlihat bangunan kayu dengan beberapa ruangan, di sana terdapat beberapa orang penjaga yang siap sedia menyambut kedatangan wisatawan.

Di situ pengunjung akan diberi tiket masuk seharga Rp5 ribu saja. Lantas setelah itu wisatawan puas menikmati fasilitas dan keindahan hutan mangrove.

Menyusuri jembatan kayu dengan pagar berwarna merah, kuning, biru, wisatawan akan dibuat kagum dengan keindahan alam yang begitu alami.

Pohon bakau yang tumbuh dengan rapi membuat sepanjang jembatan itu tampang rindang. Di situ wisatawan dapat mengabadikan momen dan berswafoto riang.

Suasana sejuk dan rimbun, menjadikan kawasan ekowisata ini sangat cocok dijadikan sebagai tempat memanjakan diri. Apalagi jaraknya yang tak jauh dari pantai membuat angin sepoi begitu terasa.

Di tengah perjalanan, wisatawan akan menemukan sebuah menara besi dengan tinggi sekitar 10 meter yang seolah menggoda pengunjung untuk dinaiki. Dari atas menara besi itu wisatawan dapat menyaksikan tanaman mangrove serta perairan yang tenang.

Di atas sana juga dapat melihat tumbuhan bakau yang ukurannya bervariasi. Lagi-lagi suasana angin sepoi-sepoi yang menyejukkan kembali terasa, dan membuat siapa saja bisa betah berlama-lama di sana.

Salah satu spot foto terbaik di kawasan ekowisata mangrove Aceh Jaya. (foto: dok masakini.co)

Pengelola ekowisata mangrove Aceh Jaya, Mahlal, mengatakan wisata ini pertama kali dibentuk pada tahun 2017, dan memiliki kawasan konservasi seluas 600 hektar. Di mana 300 hektar berada di Gampong Baro Sayeng, dan sisanya berada di Gampong Lhok Bot.

Sementara panjang trek atau jembatan gantung yang dibangun berkisar 130 meter. Saat ini, ekowisata mangrove tersebut dikelola secara swadaya masyarakat dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) desa setempat.

Menurut Mahlal, wisatawan yang berkunjung bukan hanya dari lokal saja, melainkan juga datang dari luar Aceh. Meskipun baru, spot wisata ini telah banyak dikenal oleh masyarakat luar.

“Karena ini kan lokasinya di jalan lintas, jadi banyak wisatawan dari berbagai daerah yang berkunjung,” kata Mahlal, pertengahan Maret 2023 lalu.

Saat ini hutan mangrove satu-satunya yang jadi daya tarik kedatangan wisatawan ke sana. Pihak pengelola ingin tambah suatu hal yang menarik. Mereka lantas mengurus izin ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh untuk penangkaran buaya. Kehadiran satwa ini diharap bisa makin menarik minat wisatawan berkunjung ke ekowisata mangrove Aceh Jaya.

“Saat ini kita masih mengurus izin penangkaran buaya di BKSDA, yang pastinya buaya jinak dan tidak berbahaya,” ujar Mahlal.

Jika wisatawan ingin menikmati seluruh area konservasi tersebut, pengelola juga menyediakan perahu. Wisatawan hanya perlu membayar Rp200 ribu untuk sekali sewa.

“Satu perahu muat hingga 10 orang, jadi wisatawan tak perlu capek-capek jalan kaki menikmati wisata ini, bisa naik perahu saja,” jelasnya.

Seiring berjalannya waktu berbagai fasilitas semakin ditingkatkan di lokasi wisata ini. Ragam fasilitas seperti kafe-kafe mini menjual beragam kuliner tersedia.

Sementara untuk jenis bakau, tutur Mahlal, di sana banyak terdapat tumbuhan bakau jenis Rizhopora.

“Untuk jenis lain akan terus dikembangkan, jadi cocok ya untuk lingkungan seperti kita,” katanya.

Dia berharap pengembangan kawasan wisata tersebut makin berdampak secara keseluruhan pada potensi wisata di Kabupaten Aceh Jaya. Pengunjung yang sudah pernah datang dapat kembali lagi menikmati setiap perubahan baru di sana.

“Makanya kami bersama pemerintah Aceh Jaya selalu membuat perubahan dan kembangkan terus wisata ini,” ungkap Mahlal.

Sementara itu seorang pengunjung, Ayu, mengaku baru pertama kali datang ke ekowisata mangrove Aceh Jaya. Ia cukup terkesan dengan kesejukan dan hijaunya kawasan tersebut.

“Ini baru pertama kali ke sini. Lokasinya cukup menarik dan adem juga,” katanya.

Menurut Ayu, destinasi wisata magrove Aceh Jaya ini sangat cocok dijadikan tempat wisata edukasi, karena dapat memperkenalkan berbagai jenis tumbuhan bakau.

“Tadi ada saya lihat beberapa nama pohon magrove dari bahasa Latin,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal,  menyampaikan akan terus mendukung pemerintah Aceh Jaya untuk mengembangkan potensi ekowisata mangrove di Setia Bakti itu.

Dia mengaku makin semangat mendukung kala melihat ada konsep kolaboratif yang diterapkan masyarakat dan pemerintah Aceh Jaya dalam mengelola kawasan wisata tersebut.

“Di sini ada semangat jiwa kolaboratif yang baik antar pemuda desa, tentu kami dari provinsi tidak bisa tinggal diam saja. Tempat wisata mangrove ini perlu terus kita dukung pengembangannya,” kata Almuniza, saat meninjau kawasan itu pada November 2023 lalu.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist