MASAKINI.CO – Mobil kami meliuk-liuk di tikungan dengan kontur perbukitan saat masuk ke Samar Kilang. Meski jalan di sana nyaris semua telah beraspal, namun masih ada beberapa titik jalan berlubang dan bekas longsoran.
Dahulu Samar Kilang sangat terisolir. Dari Simpang Tiga Redelong, ibu kota Kabupaten Bener Meriah, untuk mencapai Samar Kilang butuh waktu kisaran lebih dari 8 jam. Jalannya rusak parah.
Kalau sedang hujan, makin tambah menantang sebab lumpur menutupi badan jalan. Selain itu tebing-tebing gunung yang berada di pinggir jalan juga sering kali longsor.
Namun sejak 2021, Samar Kilang lepas dari keterisolirannya. Pemerintah Aceh membangun jalan aspal lewat proyek multi years di sana. Kini dari Simpang Tiga Redelong ke Samar Kilang cuma butuh waktu 2 jam berkendara.
Kawasan pedalaman di Bener Meriah ini menyimpan pesona alam yang memukau. Sepanjang perjalanan ke sana, pemandangan bukit-bukit ditumbuhi pohon pinus memanjakan mata. Hamparan ladang warga, terutama tanaman kopi dan jagung, terpacak di kiri-kanan jalan.
Dari atas bukit, beberapa anak sungai tampak mengalir jernih. Sungai-sungai ini masih alami. Itu terlihat dari banyak lumut yang menempel di batu dan bersih dari sampah.
Di lintasan menuju ke Samar Kilang, ada satu destinasi wisata tersembunyi. Masyarakat setempat menyebutnya Air Terjun Tembolon. Letaknya persis di pinggir jalan Kampung Tembolon menuju Samar Kilang.
Air terjun setinggi enam meter itu menyuguhkan pesona keindahan. Bulir bening air pegunungan mengalir di bebatuan, lalu jatuh ke dalam kolam kecil di kaki air terjun. Di sekitar destinasi ini juga tumbuh ragam jenis pepohonan. Ikut menambah suasana rindang dan sejuk di sana. Rasanya berat untuk ingin melewati kesempatan mengabadikan diri dalam foto berlatar Air Terjun Tembolon, sebelum melanjutkan perjalanan ke Samar Kilang.
Sekitar 30 menit dari Tembolon, dari atas bukit terakhir mulai tampak permukiman warga Samar Kilang. Rata-rata rumah warga di sana berdinding kayu.
Jika semua wilayah di Bener Meriah terkenal dingin, sebaliknya itu tak berlaku di Samar Kilang. Suhu udara di sana lumayan panas. Jarang ada orang lalu lalang di jalanan pakai jaket pada siang hari.
Secara geografis wilayah yang masuk dalam Kecamatan Syiah Utama ini lebih dekat letaknya dengan Kabupaten Aceh Timur. Namun, penduduk Samar Kilang mayoritas berasal dari suku Gayo.
Sehari-hari masyarakat setempat menggantungkan kehidupannya dari hasil alam. Hutan di sana yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tak pernah habis menyimpan lumbung makanan. Pun aliran sungai Kala Jemer [sebutan warga lokal], sebuah sungai tak jauh dari permukiman penduduk, juga masih terdapat ragam ikan air tawar.
Salah satu ikan favorit warga itu adalah ikan kerling. Warga di sana menyebutkan ikan jurong. Ikan ini banyak hidup di sungai Kala Jemer. Cara mendapatkannya bisa dipancing atau di tebar jaring.
Berkunjung ke Samar Kilang tak lengkap rasanya jika tidak menyantap ikan jurong. Biasanya warga lokal mengolah ikan ini jadi santapan asam pedas. Sering disajikan ketika menyambut tamu yang datang ke rumah sebagai bentuk penghormatan.
Menurut tokoh masyarakat Samar Kilang, Aman Tris, belakangan sungai Kala Jemer berganti nama. Kisahnya bermula ketika di sepanjang aliran sungai banyak tumbuh pohon jambu air. Warga pun kemudian kerap menyebut sungai ini dengan Jambo Aye. Sungai tersebut melewati empat kabupaten yakni; Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, dan Aceh Timur, sebelum nantinya bermuara ke Selat Malaka.
Sekilas, sungai dengan air yang jernih itu punya potensi besar dijadikan spot wisata arung jeram. Arusnya deras. Punya lekuk serta curam yang cadas. Selain itu, di sepanjang bantaran sungai juga cocok untuk berkemah. Ranting-ranting kayu untuk menghidupkan api unggun pada malam hari tersedia melimpah. Latar sungai makin eksotis karena menghadap perbukitan yang memagari Samar Kilang.
Sungai tersebut jadi sumber kehidupan bagi warga setempat. Airnya dialiri pakai pipa ke rumah-rumah warga. Selain itu juga dipakai untuk mengairi sawah dan kebun.
Satu jembatan gantung yang dibangun belasan tahun lalu, masih kokoh berdiri membelah sungai Jambo Aye. Warga kerap melintas di jembatan ini mengangkut hasil kebun atau sawah yang berada di sebelah sungai.
Dahulu kata Aman Tris, permukiman warga memang berada di sebelah sungai itu. “Tapi waktu konflik Aceh kami dipindah ke mari,” katanya.
Di seberang sungai juga terdapat makam para ulama. Salah satunya Tgk Bener Meriah, yang namanya belakangan dilakap untuk nama daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah pada 2003 lalu itu.
Melawat ke Samar Kilang harus menyiapkan peralatan kemah dan logistik. Sebab di sana belum ada penginapan. Tapi jika tak ingin repot, bisa membangun komunikasi dengan Reje [kepala desa] untuk minta izin menginap. Dijamin, warga di sana sangat ramah menyambut siapa saja yang datang.