MASAKINI.CO – Sepintas tak ada yang mencolok dari warung dengan arsitektur lawas itu. Bangunannya pendek, memanjang ke belakang. Kira-kira 4×7 sentimeter.
Sabe Mangat menjadi tanda pengenal warung ini. Ditempel di bagian muka. Tampak warnanya tak lagi kontras sebab dimakan zaman.
“Kalau kami orang asli di sini menyebut Mie Si Kembar. Kalau orang luar, Mie Sabe Mangat,” kata Baluqia.
Dua laki-laki dengan wajah sama adalah panglima di warung yang beralamat di Lambaro Angan, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar itu.
“Bang… pesan empat porsi, duanya pancong saja,” pinta Baluqia.
Pagi itu, ia membawa tamu. Kata pancong, membuat tamunya bingung dan sedikit bertanya. Rupanya, setelah dijelaskan, sang tamu baru paham bahwa di warung mie itu boleh pesan pancong alias porsi setengah.
Sejak 1988
Dua lelaki usia kisaran setengah abad itu mengangguk. Di warung ini mereka berbagi peran. Ada dua dapur. Satu untuk aneka minuman. Satunya lagi khusus meracik mie instan ala si kembar.
“Tidak ada yang berubah dari warung kami sejak berdiri tahun 1988,” ungkap Zarmi Ismail, Sabtu (15/2/2025).

Balu menawarkan kepada tamunya; mau duduk di warung dasar atau ke sebelah? Sang tamu, memilih ke sebelah. Karena di warung dasar sudah relatif penuh.
Beberapa menit kemudian empat porsi pesanan tiba di meja bundar. Lalu menyusul minuman. Seturut dengan cabe rawit dalam piring kecil, lengkap dengan gunting mungil. Memudahkan pengunjung merajang sendiri.
Tak ketinggalan jeruk nipis sudah dibelah tipis-tipis. Ada pula topping lainnya; kerupuk, tahu bakso, serta telur ayam rebus.
“Warung yang satu ini, baru ada setelah mie Sabe Mangat makin dikenal orang,” tuturnya.
Zarmin tidak menyebut kata viral. Barangkali kata itu tak akrab dengan generasinya. Sekitar satu tahun terakhir, penetrasi algoritma TikTok, Instagram hingga YouTube membawa milenial dan gen Z penasaran mencicipi mie Sabe Mangat.
Warung Zarmin bertambah. Hanya berselang satu toko dari penjual aneka pecah belah. Toko dasar warung mereka tak mampu lagi menampung pengunjung yang membludak. Terutama di akhir pekan, apalagi di musim hujan.
Di dinding warung, berkotak-kotak mie instan berjejer. Hanya satu merek; Indomie Soto Medan. Disajikan dengan bawang goreng dan daun sop. Sangat menggoda dan menggugah selera.

“Dulu kalau saya tak salah ingat seporsinya masih Rp3 ribu,” kenang Balu.
Ia sudah bermukim lama di kawasan Lambaro Angan sejak SMP. Pindah dari Kota Sabang. Balu mempersilahkan tamunya untuk makan.
“Bismillah kak, bang. Rasa sesekali Mie Si Kembar Kampung kami. Legendaris dan viral kemarin,” ujarnya bangga.
Seporsi mie Sabe Mangat kini dibandrol cuma Rp 7 ribu. Jika tambah toppingnya; Rp3 ribu untuk telur rebus dan Rp2 ribu gorengan.
“Sebentar lagi ini penuh, orang antre dulu di parkiran. Kalau dilihat kosong, baru masuk. Ada juga yang lesehan,” beber Balu.
Melampaui Warmindo
Mie Sabe Mangat atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna; Selalu Enak. Melampaui istilah Warmindo di Nusantara.
Sebagaimana keyakinan ‘orang timur’ bahwa nama adalah doa, begitu pula Mie Sabe Mangat yang rasanya sesuai nama, terjaga enak hingga kini.
Warung Mie Sabe Mangat beroperasi tiap hari, kecuali Jumat. Sedari pagi pukul 10.00 WIB, dan tutup 21.30 WIB malam hari.