MASAKINI.CO – “Ubur-ubur ikan lele, PSIM Liga 1 lee,” ucap Rafael Rafinha. Kalimat tersebut menggetarkan kerumunan fans PSIM yang berada di hadapan pemain berpaspor Brazil itu, tepat di muka pintu VVIP Stadion Mandala Krida, Senin (17/2/2025).
Meski diucapkan dengan aksentuasi terbata, dimana kata ‘ubur-ubur’ seakan terdengar ‘ibu-ibu’; tapi itu sudah lebih dari cukup untuk menegaskan akulturasi Rafinha dengan budaya Indonesia. Kalimat itu adalah bait pantun yang belakangan sedang viral.
Woooo…
Huhuhu…
Sorak-sorai pendukung setia. Bersambung dengan tepuk tangan. Larut dalam suka cita. Petang itu, tim berjuluk Laskar Mataram, baru saja memastikan diri kembali ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia, Liga 1.
Rafinhan tak berhenti di situ. Sepotong lirik lagu dalam Bahasa Jawa ia lantunkan. Mengarahkan mic kepada penonton. Seumpama konser. Sebelum kemudian, “Thank you, terima kasih,” tutupnya.
Sukardi, 36 tahun, salah satu pendukung yang menjadi saksi di sore penuh sejarah itu, mengaku tak habis pikir bahwa top skor sementara Liga 2 tersebut punya sisi humor yang tinggi.
“Ini gila, haha. Ada pemain asing yang tahu pantun viral, terus bisa nyanyi lagu bahasa Jawa. Ajaib. Geleng-geleng kepala aku, Mas,” tutur Sukardi kepada masakini.co.
Rafinha, Kontroversi dan Kontribusi
Sulit membantah bahwa di balik keberhasilan promosi PSIM, peran Rafinha sangatlah vital. Total 19 gol ia cetak dari 21 pertandingan. Dengan hanya menyisakan satu laga sisa, perebutan juara Liga 2 versus Bhayangkara FC.
Kepastian promosi PSIM sore itu dimulai lewat aksi stiker impor berpostur 170 sentimeter ini. Menit 9′, ia merangsek ke kotak penalti lawan. Melakukan sekali tekukan.
Lalu saat hendak kembali meraih bola, yang sudah salah arah dibaca lawan, Rafinha sekilas terkesan cerdik, menahan kaki kanannya, pada kaki bek PSPS. Ia terjatuh, dan berbuah penalti.
Tendangan 12 pas itu Rafinha sendiri yang mengeksekusi. Dengan santai, pemain kelahiran Racife itu, memilih style panenka. Mengarahkan bola gantung ke tengah dengan laju slow motion. Kiper PSPS, Rudi N Najak tertipu, melompat ke kanan. Gol tercipta.

Rafinha berlari ke pojok lapangan. Pemain asing PSIM dengan rompi oranye, Omid ikut nimbrung. Dengan gaya slengekan Rafinha memiting leher Omin, serempak menjatuhkan kaki dan badan rekannya itu. Lalu mengunci ala-ala UFC.
Itu saja? Belum. Rafinha mengangkat telapak tangan kanan, sementara jemari kirinya memutar. Gaya aduk kopi. Begitulah gol pertama PSIM dirayakan di tengah guyuran hujan di langit Jogja.
Aksinya yang lain, berujung nahas bagi lawan. Di menit 30′, Rafinha menyerobot bola yang tidak sempurna dikuasai Imam Fathurahman, bek PSPS. Rafinha melaju.
Fathur yang panik, menarik jersey Refinha dan menjatuhkannya. Kartu merah untuk Fathur. Keuletan Rafinha berkontribusi atas kempesnya kekuatan lawan. PSPS harus bertarung dengan 10 pemain saja.
Bagi sebagian lawan, Rafinha punya image menjengkelkan. Suka diving dan rajin provokasi adalah dua hal yang melekat padanya.
Kontroversi bagi orang lain, justru kelebihan bagi Rafinha. Pandai memancing emosi, konsentrasi lawan pun buyar. Di waktu yang tepat, Rafinha memanfaatkan situasi, entah lewat gol, assist atau justru berakhir kartu merah bagi lawan.
Di balik sisi kontroversi tersebut, tersimpan sisi jenaka. Striker berusia 32 tahun ini di sore yang sama sebelum kick off, saat berbaris bersama anak-anak atau disebut player escort. Pemain PSIM yang lain, menutup kepala bocah dengan tangan agar tak terkena hujan.
Rafinha berbeda, dengan tertawa, ia justru memasukkan player escort ke dalam jersey-nya. Seumpama wanita hamil.
Kuasa Tuhan
Kemenangan 2-1 atas PSPS sore itu lebih dari cukup untuk PSIM mengunci tiket otomatis promosi. Sebab, jika pun berakhir seri, PSIM tetap naik kasta.
Air mata fans yang larut dalam guyuran hujan di Stadion Mandala Krida hingga parade ke jalanan Jogja, menjadi wujud selebrasi tak tertahankan.
Dihubungi terpisah, Sekjen Brajamusti atau basis suporter PSIM, Niko Angga mengaku sudah melepaskan air mata sejak dua hari yang lalu.
“Sudah dua hari yang lalu kami nangis-nangis,” aku Niko.
Ia berharap di Liga 1 nantinya, PSIM tidak sekadar numpang lewat. Namun bertahan lama. Karena terakhir kali mencicipi kasta tertinggi sepakbola Tanah Air, Divisi Utama musim 2007/2008 lalu.

“Semoga PSIM bisa mengharumkan nama baik Jogja, bahkan menjadi juara Liga 1,” harapnya.
Direktur Utama PSIM, Liana Tasno berterima kasih atas kerja keras pemain, pelatih, staf dan setiap unsur yang terlibat. Ia menolak disebut lolosnya PSIM ke Liga 1 karena dirinya.
“Bukan sebab aku. Ini karena karunia Tuhan. Banyak yang membantu, aku bersyukur karena komposisi PSIM musim ini banyak orang yang tepat. Pekerja keras,” jelas Liana.
Senada dengan itu, Karteker PSIM, Erwan Hendarwanto mengamini kesuksesan mereka promosi karena dihuni pemain dengan karakter pekerja keras.
“Ini qadarullah, sudah jalan Tuhan. Syukur alhamdulillah. Semangat juang pemain bisa membawa PSIM ke Liga 1. Tuhan menggerakkan dan mempermudah jalan kita,” beber Erwan.
Dia mengingatkan agar euforia promosi bisa ditutup dengan gelar juara. Maka dari itu, fokus pemain menjadi hal wajib untuk mengalahkan Bhayangkara FC pada 25 Februari 2025 nanti.