Kepala Disnakermobduk Aceh Jadi Tersangka Kasus Korupsi

Kejati Aceh, Muhammad Yusuf, saat konferensi pers penetapan tersangka kasus korupsi Jembatan Kuala Gigieng, Pidie. (foto: Humas Kejati Aceh)

Bagikan

Kepala Disnakermobduk Aceh Jadi Tersangka Kasus Korupsi

Kejati Aceh, Muhammad Yusuf, saat konferensi pers penetapan tersangka kasus korupsi Jembatan Kuala Gigieng, Pidie. (foto: Humas Kejati Aceh)

MASAKINI.CO – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) Aceh, inisial FJ sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan di Kuala Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.

FJ saat itu diketahui menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh. Dalam kasus ini, dia berperan sebagai pengguna anggaran tahun 2018.

Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Muhammad Yusuf mengatakan, pembangunan jembatan Kuala Gigieng dikerjakan dalam tiga tahap, yaitu tahap I berupa abutment (penyangga) pada 2017, tahap II pemasangan rangka baja pada 2018, dan tahap III pengecoran lantai dan pengaspalan pada 2019.

Pagu anggaran untuk pengerjaan pada 2018 senilai Rp 2,1 miliar bersumber dari dana otonomi khusus (Otsus). Setelah dilelang, proyek itu dimenangkan CV Pilar Jaya dengan penawaran harga Rp 1,8 miliar.

“Pekerjaan rangka baja jembatan Gigieng tersebut tidak pernah dilakukan dan sampai habis masa/waktu kontrak di tahun 2018 belum dikerjakan sama sekali, serta konsultan pengawas tidak melakukan pengawasan sampai kontrak pengawasan habis waktu kontraknya,” kata Muhammad Yusuf dalam konferensi pers, Jumat (22/10/2021).

Dia menyebut, selain FJ, ada empat orang lainnya yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini masing-masing JF, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Jalan dan Jembatan Wilayah I PUPR Aceh sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), lalu inisial KN sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), tersangka SF, wakil direktur CV Pilar Jaya, dan RM sebagai site engeneer PT Nuansa Galaxy.

Menurut Yusuf, kuasa pengguna anggaran sempat ditegur Inspektorat Aceh pada (18/12/2021) agar tidak melanjutkan pekerjaan karena realisasi masih nol persen dan tak cukup waktu melanjutkan.

Namun, pejabat pelaksana teknis kegiatan menggelar rapat dengan Wakil Direktur CV Pilar Jaya. Pada pertemuan tersebut, wakil direktur menyatakan sanggup untuk segera mendatangkan rangka baja. “Sehingga PPTK tidak melakukan pemutusan kontrak dengan persetujuan KPA,” ujar Yusuf.

Pada 27 Desember 2018, PPTK dan KPA menyetujui pembayaran 100 persen, meski pekerjaan itu belum dikerjakan sama sekali. Namun site engeneer (konsultan pengawas) membuat laporan bahwa pekerjaan selesai 100 persen.

Muhammad Yusuf menjelaskan, semua dokumen yang digunakan sebagai kelengkapan administrasi untuk pembayaran dipalsukan wakil direktur CV Pilar Jaya selaku pelaksana dan ditandatangani oleh KPA, PPTK, site engeneer (konsultan pengawas).

“Padahal mengetahui pekerjaan tersebut belum selesai sama sekali,” jelasnya.

Dengan memalsukan dokumen itu, CV Pilar Jaya kemudian melakukan serah terima pekerjaan ke KPA. Yusuf menyebut, hasil pengerjaan itu tidak diperiksa pejabat penerima hasil pekerjaan dari Dinas PUPR Aceh dan pengguna anggaran.

Berdasarkan pemeriksaan tim teknis dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, tutur Muhammad Yusuf, diketahui hasil pekerjaan tidak sesuai spesifikasi, sehingga jembatan tidak aman digunakan.

“Penyidik tidak menahan kelima tersangka. Sementara kerugian negara dalam kasus itu, masih dalam perhitungan BPK Perwakilan Aceh,” pungkas Muhammad Yusuf.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist