Cerita UMKM yang Menolak Takluk dari Pandemi

Seorang pekerja di Deli Maya Sari Handicraft sedang menjahit. (foto: masakini.co/Ali L)

Bagikan

Cerita UMKM yang Menolak Takluk dari Pandemi

Seorang pekerja di Deli Maya Sari Handicraft sedang menjahit. (foto: masakini.co/Ali L)

MASAKINI.CO – Pandemi Covid-19 telah mengubah dunia, hampir semua lini dan sektor kehidupan berubah serta terdampak oleh wabah virus menular itu. Tak terasa pandemi sudah berjalan hampir tiga tahun lamanya dan kita dituntut harus bisa bertahan dan membiasakan diri dengan adaptasi kebiasaan baru, termasuk menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.

Dampak pandemi juga terasa di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif khususnya usaha UMKM, sebagai salah satu motor penggerak pariwisata lokal di setiap daerah. Pemerintah, pelaku usaha, pelaku UMKM harus memutar otak dan berinovasi agar dunia pariwisata dan usaha berjalan walaupun terdampak oleh pandemi yang menerjang dunia, begitu juga Indonesia.

Besarnya dampak negatif dari pandemi tak menyurutkan semangat dan perjuangan para pelaku UMKM di Indonesia. Potret inilah yang terlihat di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Banyak pelaku UMKM yang tetap optimistis bisa melewati pandemi dengan tetap mampu bertahan dan bangkit dari keterpurukan yang ada karena pandemi.

Salah satu UMKM yang tetap bertahan dan berjuang saat pandemi ialah Deli Maya Sari Handicraft. Produk sulaman kerajinan tangan ini masih tetap bisa bertahan menjalankan bisnisnya.

“Usaha ini dimulai sejak 1976, awal mulanya dari kecintaan kepada kerajinan tangan khususnya strimin kristik. Lambat laun berkembang dan kita teruskan, terus berkembang hingga saat ini,” kata Pengelola sekaligus Manager Deli Maya Sari Handicraft, Aji di Medan, pekan kedua Juni 2022.

Aji menjelaskan, ketika pandemi melanda banyak perubahan dan dampak yang dirasakan dalam menjalankan usahanya. Mulai pemasaran yang sulit, minimnya omzet, dan minimnya pengunjung yang datang langsung membeli produk, sehingga otomatis berdampak langsung pada kelangsungan usahanya.

Produk UMKM Deli Maya Sari Handicraft. (foto: masakini.co/Ali L)

Kendati demikian, Aji dan manajemennya tetap semangat dan yakin bisa bertahan bahkan bangkit dari kondisi sulit ini. Sering perjalan waktu meskipun masih pandemi usahanya masih tetap berjalan dengan baik.

“Sekarang pembilinya sudah lebih banyak online. Omzetnya 5 jutaan per hari,” ungkapnya.

Sebelum pandemi kata Aji, pengunjung yang datang ke tokonya dalam sehari bisa mencapai 30 orang dan turun saat pandemi. Namun demikian, kondisi ini tidak menghalangi para pecinta kerajinan strimin kristik yang datang langsung. Artinya tetap saja ada pelanggan yang datang membeli produk yang dipasarkan.

“Kadang-kadang satu rombongan, selalu ada aja,” beber Aji penuh semangat.

Jatuh bangun dan tetap bertahannya UMKM Deli Maya Sari Handicraft ini bukan tanpa alasan. Aji menyebutkan salah satu alasan usahanya tetap bisa bertahan hingga saat ini karena kualitas produk yang dijaga dengan baik.

Produk tas dari UMKM Deli Maya Sari Handicraft. (foto: masakini.co/Ali L)

Teknik pembuatan atau pengerjaan produk dan mutu menjadi perhatian utama. Tak heran dan jarang jika banyak pelanggan mengakui kualitas produk ini sangat baik dan berkualitas tinggi, meskipun hanya hasil produk kerajinan UMKM.

“Tahun 1986 kita sudah dapat penghargaan dari Presiden Soeharto,” katanya.

Bisnis kerajinan sulaman Deli Maya Sari Handicraft dirintis sejak 1976 oleh Tiurlan T. Siahaan, yang dikenal sudah suka kerajinan ini sejak kecil. Seiiring perjalan waktu usaha sulaman terus berkembang dan menunjukkan konsistensi hingga akhirnya dikenal sebagai pusat oleh-oleh khas Medan yang menjual ragam benda sulaman indah karya dari tangan-tangan terampil.

“Untuk jenis produk yang dihasilkan banyak, semua yang bersinggungan langsung dengan kaum ibu-ibu atau IRT sudah bisa dibuat semuanya. Tudung saji, sandal, sajadah, celemek masak juga sudah bisa buat. Kalau jenisnya ada sekitar 50,” rincinya menjelaskan.

Mampu Bertahan 46 Tahun

Meskipun usaha Deli Maya Sari Handicraft ini sudah mampu bertahan dan berjalan 46 tahun lamanya, Aji menyadari betul bahwa pihaknya membutuhkan “sentuhan” dan perhatian pemerintah.

Ia berharap kepada pemerintah agar memberikan perhatian serius dan dorongan riil kepada pelaku usaha dan UMKM agar bisa terus berkembang dan maju lebih pesat lagi.

Maju dan berkembanganya UMKM di Indonesia akan mampu berkontribusi menggerakan perekonomian daerah maupun perekonomian nasional. Seperti yang digaungkan dan diharapkan pemerintah saat ini, apalagi di saat pandemi masih melanda dunia.

“Tantang dan kendala yang dihadapi UMKM banyak sekali memang, selain kita harus berdiri sendiri walaupun di bawah binaan dinas terkait tapi tetap saja kita harus kembangkan sayap sendiri,” ujarnya.

“Tantanganya lebih ke pemasaran sih, gimana caranya menjual produk-produk yang sudah kita hasilkan itu. Karena produk kerajinan tangan susah pemasarannya dan beda sekali dengan brand yang sudah terkenal padahal biasa-biasa aja,” tuturnya menambahkan.

Produk tas dari UMKM Deli Maya Sari Handicraft. (foto: masakini.co/Ali L)

Hingga saat ini sudah puluhan jenis kerajinan strimin kristik yang dihasilkan oleh usaha Deli Maya Sari Handicraft. Sebut saja tas, dompet, alas meja, tudung saji, telekung, dan banyak lainnya. Untuk urusan harga produk, wisatawan atau calon pembeli tidak perlu khawatir, pasalnya harganya masih sangat terjangkau, yakni mulai dari Rp20.000 hingga jutaan rupiah sesuai jenis produknya.

Terjangkau bukan? Tunggu apalagi, ayo datang dan beli produk-produk kerajinan UMKM lokal. Jadi kita harus berbangga hati menggunakan produk buatan dalam negeri alias produk asli Indonesia.

Yakin Jadi Kunci Utama Memulai Usaha

Cerita menarik dan inspiratif lainnya datang dari UMKM bernama Markisa Noerlen. Sesuai dengan namanya, usaha ini menghasilkan produk-produk olahan berbahan baku buah markisa.

Markisa Noerlen dirintis pada tahun 1985 dan nama Noerlen sendiri diambil dari sang pendiri, Hj Noerlen. Dalam perjalanannya hingga kini, Markisa Noerlen sudah menjadi pusat oleh-oleh yang sangat legendaris di Kota Medan.

Markisa Noerlen dirintis pada tahun 1985. Produk UMKM bebahan dasar buah markisa di Kota Medan. (foto: masakini.co/Ali L)

“Ini awalnya dari Ibu Noorlen, ibu saya, sekitar 1985 usaha markisa ini dimulai. Dulu masih iseng-iseng, ibu senang kasih oleh-oleh, waktu itu salah satu keponakannya berkomentar “ini markisa sangat enak, kenapa tidak dibisniskan,” gitulah awalnya usaha ini dimulai,” kata Riswan, anak keempat dari almarhum Noorlen, mengawali perbincangan.

Sejak perintis usaha Markisa Noerlen ini meninggal, usaha UMKM rumahan ini kini diteruskan oleh Riswan bersama saudara-saudaranya. Hingga kini sudah ada beberapa jenis produk yang dihasilkan dan dipasarkan, seperti sirup markisa, selai markisa, sari markisa, minuman markisa polos, dan minuman markisa bulir.

“Kita nggak pakai bahan pengawet, pewarna, dan perasa buatan,” kata pria yang akrab disapa Bang Iwan ini.

Iwan mengungkapkan bahwa selain menjaga kemurnian rasa markisa yang alami, kunci lainya yang membuat usaha ini tetap mampu bertahan, walau diterjang pandemi sekalipun, ada pada sisi konsistensi. Konsistensi yang diwariskan sang pemula, yakni ibunya sendiri almarhum Noerlen.

Produk sirup hasil UMKM Markisa Noerlen. (foto: masakini.co/Ali L)

“Dari mulai ibu saya dan hingga sekarang, produk ini tidak berubah dan konsisten dengan mutunya, baik bahan hingga cara membuatnya,” ungkapnya.

Selain itu, Iwan sadar dan mengamini bahwa keyakinan yang kuat juga menjadi kunci utama usaha keluarganya ini terus bertahan hingga saat ini. Usaha Markisa Noerlen ini sudah bertahan di usia 37 tahun dan terus menunjukkan konsistensinya yang tak lekang digerus waktu.

“Kunci untuk bertahan kita harus yakin dengan produk kita dan kita tetap konsisten,” sambung pria kelahiran Pematang Siantar, 10 Juni 1963 ini.

Bicara pandemi, Iwan menuturkan usaha yang dijalankan mamang terdampak. Kendati demikian, ia tak risau dan tak mau menyerah begitu saja, ia tetap optimistis dan yakin bisa melalui hambatan ini.

Seorang pekerja di UMKM Markisa Noerlen. (foto: masakini.co/Ali L)

Salah satu dampak paling dirasakan adalah pendapatan yang berkurang efek dari pembatasan-pembatasan yang diterapkan pemerintah karena alasan kesehatan saat pandemi. Namun seiring perjalanan waktu, usaha Markisa Noelren masih mampu bertahan dan melaluinya, apalagi kini penjualannya sudah menunjukkan peningkatan dan perbaikan baik omzet maupun jumlah pengunjung yang datang langsung.

“Sudah ada peningkatan meskipun belum kembali kepada titik sebelum pandemi terjadi, sekarang tidak sepi kali,” imbuhnya.

Sejak beberapa pekan terakhir, Iwan mengatakan sudah banyak pengunjung yang datang langsung ke tokonya. Baik dari wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain penjualan langsung di toko, pemasaran juga dilakukan secara daring dan tak sedikit pula yang memesan berbagai produk yang dipasarkan usaha Markisa Noerlan.

“Pembelinya dari Jakarta, Bandung, Makassar, dan lain-lain. Kalau pengunjung dari luar negeri ada dari Malaysia, Singapura, Jepang, Polandia, Jerman, Inggris, AS, lengkap sudah semuanya. Kita bukan hanya sekedar menjual ini, tapi juga sebagai tempat destinasi wisata edukasi pembuatan sirup markisa. Kalau nggak ada orang beli tidak apa-apa, tapi kita tetap edukasi yang datang,” tandasnya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist