MASAKINI.CO – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 1.227 kasus sepanjang tahun 2024.
Kabupaten Aceh Utara menjadi wilayah tertinggi mencapai 161 kasus. Hal ini diduga dipicu Aceh Utara memiliki jumlah penduduk ramai dan tingkat kemiskinan yang tinggi, sehingga mendorong bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
“Lalu diikuti Kota Banda Aceh dengan daerah kedua tertinggi yang mencapai 109 kasus,” kata Plt Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Aceh, Tiara Sutari kepada masakini.co, Senin (20/1/2025).
Ia merincikan sepanjang tahun lalu kekerasan perempuan terlapor sebanyak 571 kasus dan kekerasan pada anak sebanyak 656 kasus.
Jumlah ini mengalami kenaikan dari tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2021 tercatat 924, 2022 naik menjadi menjadi 1.029 dan 2023 menjadi 1098 kasus.
Menurutnya, kekerasan yang terjadi pada perempuan khususnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena masih melekatnya budaya patriarki. Laki-laki cenderung menempatkan dirinya sebagai raja sehingga mengesampingkan hak-hak perempuan.
Dalam kehidupan perempuan usia 15-64 tahun, tuturnya, pasti pernah mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual dari pasangan, psikis dan verbal dalam hidupnya tanpa memandang status dan strata sosial.
DPPPA selama ini berupaya melakukan pemulihan dengan memutuskan mata rantai pelaku. “Mereka diberikan pemulihan agar korban tidak menjadi pelaku.”
“Pemulihan bisa dilakukan dengan pendampingan psikologi dan fisik serta membantu mereka menempuh jalur hukum (jika diminta),” pungkas Tiara Sutari.