MASAKINI.CO – Senyum tipis Liana Tasno menyegarkan suasana di kamar pasien di RS Bethesda Yogyakarta pada Selasa (18/2/2025) lalu. Direktur Utama PSIM Jogja itu sedang membesuk Muammar Khadafi. Penggawa PSIM ini dua hari sebelumnya, baru saja merampungkan operasi lutut.
Pria akrab disapa Amar itu semringah dijenguk orang nomor satu di klub berjuluk Laskar Mataram. Hanya sehari, setelah PSIM memastikan diri promosi ke Liga 1 usai mengalahkan PSPS Pekanbaru.
“Bahagia pastinya, Bu Liana kepeduliannya luar biasa,” kata Amar kepada masakini.co, Kamis (20/2/2025).
Didampingi dokter, Liana mendengarkan sejumlah penjelasan medis. Tak lupa, ia beramah-tamah dengan Amar dan keluarga. Membesarkan hati gelandang elegan milik klubnya tersebut.
“Kita sudah Liga 1. Fokus penyembuhan. Kalau sudah sembuh, masuk lagi tim ya,” ujar Liana.

Senyum tak luntur saban kali kata keluar dari mulut Liana. Amar lebih banyak mengangguk, energi positif seakan mengalir dari perempuan berparas menawan yang siang itu mengenakan jaket pink.
Liana tak melupakan jasa gelandang asal Aceh itu. Amar nyaris tak tergantikan sepanjang musim, sebelum naas di laga pertama babak 8 besar. Cedera merenggut posisi inti Amar dari skuad PSIM.
“Kalau berawal dari cadangan dulu nantinya (di Liga 1) gak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan. Yang penting dalam tim,” jelas Liana.
Ia sadar akan kerja keras dan bakat yang dimiliki Amar. Berkat dedikasinya, pilihan mempertahankan Amar menjadi bagian ungkapan terima kasih, sekaligus harapan usai sembuh; Amar bisa kembali ke top performa.
Siang itu, pertemuan Liana dengan Amar tak berlangsung lama. Sebab Liana turut menjengguk sejumlah fans yang sakit usai pesta di Stadion Brajamusti. Dia juga melihat fans yang kecelakaan.
“Jaga baik-baik, Amar ya, sampai pulih,” pintanya.
Di sisi Amar, perempuan manis lain, turut mengangguk malu-malu. Cut Nur Fadillah lebih banyak diam sepanjang obrolan. “Baik, Bu,” jawab Dilla tersipu.
Dia adalah istri Amar yang sudah dua pekan tiba di Jogja. Dilla berangkat, Sabtu (8/2/2025). Berbarengan dengan kepulangan skuad PSIM dari Aceh, pasca melawan Persiraja.
Kehadiran Dilla menjadi penyemangat bagi Amar. Ia datang bersama putranya. Sedangkan satu lagi anaknya, juga laki-laki tinggal di Aceh Timur bersama sang ibu. Tak dibawa sebab sedang sekolah.
“Ayah harus tetap semangat. Tulang punggung keluarga kecil kami. Insyaallah saya selalu ada untuknya,” ungkap Dilla.

Sehari setelah dijenguk Liana, Amar sudah pulang. Sejak Dilla hadir, mereka tidak lagi tinggal di mess. Namun di kos-kosan. Saat ini, Amar masih menunggu kontrol ulang yang jadwalnya pada awal Maret mendatang.
“Setelah kontrol, menunggu arahan. Baru bertolak ke Jakarta untuk terapi,” ujar Amat.
Air Mata di Pembaringan
Amar tak pernah melupakan Senin (17/2/2025) petang itu. Di momen bersejarah tersebut ia hanya mampu duduk terbaring di ranjang pasien.
Menatap TV milik RS, memberikan dukungan dan doa untuk rekannya yang sedang berlaga di Stadion Mandala Krida.
Gol Rafinha membuat hatinya kembang-kempis. Apalagi gol Roken Tampubolon, sahabat dekatnya, mengunci kemenangan PSIM 2-1 atas PSPS. Sekaligus menyegel tiket promosi langsung ke Liga 1.
Perasaannya campur aduk. Hendak melompat, tak mungkin. Kakinya baru dibedah. Matanya berkaca-kaca.
“Air mata saya tumpah. Andai saya di lapangan, ingin sekali rasanya main. Hawa that-that lon meu en,” kenang Amar.
Kecamuk batinya wajar. Amar ingin merasakan langsung momen bersejarah itu bersama rekannya yang lain. Bernyanyi dengan penonton, dan segala rupa bentuk perayaan.
“Momen bersejarah dalam karier saya, baru juga musim lalu berstatus pemain profesional, dan di musim kedua, bisa promosi dengan PSIM.”
“Klub pertama saya di rantau, sedih, haru, bangga, macam-macam perasaan,” ujarnya.