MASAKINI.CO – Di bawah rindang naungan tanaman kopi, Zulaiha tampak asik mondar-mandir dari satu pohon kopi ke pohon kopi lainnya. Buah kopi merah yang mulai jarang di tangkai ia petik satu persatu. Saat ini kopi arabika kebanggaan masyarakat Gayo sedang di akhir masa panen.
Tak segesit biasanya, jemari Zulaiha tampak sangat hati-hati. Sejak kemarin, bunga-bunga kopi arabika di kebun petani mulai bermekaran.
Baginya, menjaga bunga-bunga kopi sama dengan menjaga asa. Kelak bunga-bunga akan berubah menjadi buah. Buah-buah kopi menjadi perantara rezeki baginya.
Zulaiha adalah satu dari sekian banyak “laskar” pemetik kopi di Bener Meriah. Tenaga buruh ini sangat dibutuhkan para pemilik kebun kopi. Tanpa mereka, proses pemanenan di kebun-kebun kopi akan terhambat.
Sebaliknya, kebun petani bagi Zulaiha adalah “kantor”, tempat ia mendulang cuan.
“Syukur, di penghujung masa panen tahun ini, bunga kopi bermekaran lagi. Jumlahnya pun lebih banyak dibanding musim sebelumnya. Ini perlu kita syukuri bersama,” katanya, Rabu (28/5/2025).
Seperti biasanya, pada bunga-bunga kopi Zulaiha sematkan harapan. Ia bermunajat, bunga akan menjadi buah-buah kopi yang mengalirkan rezeki untuk dirinya juga keluarga.
Menurutnya, bila persentase bunga menjadi buah tinggi, maka hasil panen kopi akan meningkat. Hal tersebut berkah untuknya. Ia bisa menghasilkan pendapatan yang cukup.
Zulaiha mampu memetik kopi mulai lima sampai enam kaleng kopi merah setiap harinya.

Untuk upah, dia mendapat dua bambu per kaleng yang dipetik. Bila dapat lima kaleng saja, Zulaiha meraup upah di atas dua ratus ribu rupiah per hari, dengan kalkulasi sembilan belas ribu rupiah per bambu.
“Bila panen raya, upah memetik kopi di kebun petani mampu mencukupi kebutuhan hidup. Bahkan bisa sedikit ditabung untuk menghadapi pasca panen,” ujarnya.
Produktivitas Kopi Arabika Menurun
Belakangan ini, hasil panen kebun petani kopi di Bener Meriah mulai menurun. Persentase bunga yang berhasil menjadi buah diakui Zulaiha tidak setinggi dua tahun belakang.
“Musim ini, hasil panen di kebun petani turun. Hal tersebut dirasakan oleh kami buruh pemetik kopi. Biasanya, panen berkali-kali pun buah kopi tidak langsung habis. Musim ini, satu atau dua kali panen besar saja, buah kopi berkurang drastis,” katanya.
Lebih lanjut, dia menuturkan, hasil panen musim ini merupakan efek kurang berhasilnya transformasi bunga kopi menjadi buah di tahun 2023 lalu.
Parahnya lagi, kejadian serupa terjadi lagi di musim selanjutnya, mekarnya bunga kopi berkali-kali sebagian gagal menjadi buah. Hal tersebut cukup terasa di tahun 2025. Momok bagi Zulaiha dan kawan-kawan, para buruh pemetik kopi.
“Bila terus-terusan begini, mungkin ke depan pendapatan kami sebagai buruh pemetik kopi pasti menurun. Meski begitu, harus tetap bersyukur sembari berdoa supaya hasil panen ke depannya meningkat lagi seperti sebelumnya. Supaya, mekarnya senyum kami, semekar putih bunga kopi lagi,” ucap Zulaiha.