MASAKINI.CO – Masyarakat sipil Aceh yang terdiri dari GeRAK Aceh, Jaringan Survei Inisiatif, Eksekutif Pakar Aceh, dan Koalisi Peduli Aceh, mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk tidak memilih Penjabat (Pj) Gubernur Aceh dari kalangan TNI atau Polri.
“Jika kepala daerah diisi dari struktur komando yakni TNI atau Polri dapat dipastikan Aceh akan kembali tidak mampu keluar dari gejala kemiskinan yang menahun. Karena sistem komando adalah sistem penguatan teritorial, bukan pada pembenahan sistem pemerintahan yang baik dan berkelanjutan,” tulis pernyataan sikap masyarakat sipil Aceh diterima masakini.co pada Selasa (17/5/2022).
Seringnya Aceh dilabelkan sebagai daerah pasca konflik, itu tak lantas kemudian membuat pemerintah memilih agar Aceh dijabat oleh PJ Gubernur dari unsur TNI/Polri.
Karena sesuai dengan Mahkamah Konstitusi Melalui Putusan Nomor 15/PUU-XX/2022 menegaskan bahwa, TNI Polri aktif dilarang menjadi PJ Kepala Daerah, kecuali beralih status jadi PNS murni.
Menurut masyarakat sipil Aceh itu, kepemimpinan di Aceh penting diisi oleh komponen di antaranya yang paham dan memahami struktur birokrasi, terutama untuk melanjutkan agenda pembenahan pada struktur tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Sebab, agenda pembenahan birokrasi menjadi penting karena Aceh termasuk daerah dengan indeks korupsi paling tinggi di Indonesia.
“Kepemimpinan di daerah perlu diisi oleh mereka yang paham struktur anggaran daerah terutama relasi untuk mewujudkan Aceh bebas dari provinsi termiskin di Sumatera,” ujar masyarakat sipil Aceh tersebut.