Kuasa Hukum Zaini Yusuf: Klien Kami Sebenarnya Adalah Korban

Pembina Aceh World Solidarity Cup (AWSC) atau Tsunami Cup 2017, Zaini Yusuf, saat ditahan tim penyidik Kejari Banda Aceh. (foto: dok Istimewa)

Bagikan

Kuasa Hukum Zaini Yusuf: Klien Kami Sebenarnya Adalah Korban

Pembina Aceh World Solidarity Cup (AWSC) atau Tsunami Cup 2017, Zaini Yusuf, saat ditahan tim penyidik Kejari Banda Aceh. (foto: dok Istimewa)

MASAKINI.CO – Pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi event sepak bola internasional Aceh World Solidarity Cup (AWSC) atau dikenal Tsunami Cup Tahun 2017, kuasa hukum Zaini Yusuf, Zaini Djalil menyebut penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh tidak objektif terhadap penahanan kliennya.

“Kami menyatakan kecewa terhadap tindakan penyidik Kejaksaan Negeri Banda Aceh atas penahanan terhadap klien kami,” kata Zaini Djamil dalam keterangannya, Selasa (20/9/2022).

Zaini mengatakan meski kewenangan penahanan hak subjektif dari penyidik atas dasar adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran terhadap tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana, alasan tersebut tak tepat.

Dia mengklaim tak mungkin kliennya akan menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana, mengingat seluruh alat barang bukti khususnya segala surat-surat telah dilakukan penyitaan oleh penyidik terhadap kasus sebelumnya atas terdakwa Simon Batara Siahaan dan Moh Sa’dan.

“Klien kami juga sangat kooperatif dalam proses penyidikan dibuktikan dengan klien kami hadir saat dilakukan pemeriksaan, apalagi penyidik tetap menggunakan hasil audit yang sama untuk klien kami sebagaimana audit terhadap tersangka sebelumnya,” ujarnya.

Dia menyebut meskipun itu kewenangan subjektif dari penyidik, akan tetapi alasan objektifnya juga harus dikedepankan. Apalagi kliennya, baru pertama diperiksa sebagai tersangka terkait dengan kasus yang sudah pernah diadili dan sudah ada terpidananya.

“Kami juga sudah mengajukan permohonan agar klien kami tidak ditahan atau penangguhan penahanan dengan jaminan keluarga,” katanya.

Zaini Djalil menjelaskan dalam dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pengelolaan Aceh World Solidarity Cup 2007, kliennya diduga menerima dana sebesar Rp730 juta.

Hal ini, tutur Zaini, sangatlah tidak benar, karena uang tersebut merupakan pembayaran hutang kepada kliennya yang awalnya memberikan pinjaman kepada panitia melalui Moh Sa’dan untuk mendukung suksesnya kegiatan AWSC 2007.

Mengingat saat itu belum ada pencairan dana dari pemerintah, dengan jumlah pinjaman dari kliennya sebesar Rp2,6 miliar. Uang pinjaman tersebut, kata Zaini, telah terbukti di persidangan, sesuai dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna telah jelas Majelis Hakim.

“Dalam pertimbangannya menyebutkan menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan tersebut, terdakwa Moh Sa’dan selaku ketua panitia AWSC telah meminjam uang melalui Muhammad Zaini sejumlah Rp2,6 miliar,” ujarnya.

Sementara itu, jika penyidik beralasan bahwa pembayaran uang tersebut bersumber dari pembayaran hak siar dari PSSI dan tidak melalui mekanisme pengelolaan keuangan negara, itu bukanlah tanggungjawab kliennya, melainkan tanggungjawab panitia dalam hal ini terpidana Simon Batara Siahaan dan Moh Sa’dan sebagai penerima dan PSSI sebagai pihak pemberi yang mentransfer langsung ke rekening Batara Siahaan dan Moh Sa’dan tersebut.

“Sementara klien kami adalah orang yang menerima pembayaran piutang dari panitia AWSC dan itupun masih ada sisa sebesar Rp 1,9 miliar, pinjaman yang belum terbayar dari panitia kepada klien kami, sebenarnya klien kami merupakan korban dalam hal ini,” beber Zaini.

Zaini berharap agar perkara ini dapat segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, karenanya semua barang bukti telah dimiliki oleh Penyidik atas dasar perkara sebelumnya Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna sesuai dengan asas peradilan pidana yakni, peradilan cepat dan biaya ringan.

“Sehingga penegak hukum dalam rangka pemberantasan korupsi dapat bekerja secara profesional dan berkeadilan, karena hakikat hukum dapat memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara,” pungkasnya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist