Semerbak Wangi Nilam Aceh Merambah Mancanegara

Parfum dari minyak nilam produksi Geunara. (foto: untuk masakini.co)

Bagikan

Semerbak Wangi Nilam Aceh Merambah Mancanegara

Parfum dari minyak nilam produksi Geunara. (foto: untuk masakini.co)

MASAKINI.CO – Mulanya sekumpulan warga Geunteut berhimpun. Mereka membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Desa yang terletak 40 kilometer dari pusat ibu kota Provinsi Aceh itu, punya potensi tanaman nilam yang bisa diolah jadi berbagai produk.

Warga merancang Desa Geunteut menjadi desa wisata. Geunara dipilih kemudian menjadi nama. Kata itu akronim dari Geunteut Nilam Aceh Raya.

Bak gayung bersambut, pada 2020 lalu lembaga Atsiri Research Center (ARC) cetusan Universitas Syiah Kuala (USK), tertarik untuk membina kelompok ini.

Salah satu yang dibina itu adalah Muhammad Aulia. Pria berusia 28 tahun tersebut bagian dari Pokdarwis Geunara. Aulia kini tengah merintis usaha beragam produk bahan baku dari minyak nilam.

Lewat tangannya, warga Desa Geunteut ini mampu mengolah minyak nilam jadi parfum, sabun cuci piring, dan minyak angin atau balsem cair.

“ARC mendampingi petani agar kualitas tanaman nilam dan industri ini dapat membaik,” kata Muhammad Aulia.

Menurutnya, selain memberi pembekalan terkait pembudidayaan tanaman nilam ke petani, lembaga ARC juga membantu pemasaran produk Geunara hingga ke mancanegara.

Desa Geunteut bisa dijangkau sekitar satu jam berkendara dari Banda Aceh. Berada dalam Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, desa ini punya pemandangan alam yang asri. Tanaman nilam jadi daya pikat utama.

Wisatawan yang berkunjung ke sana kerap diperkenalkan dengan tanaman tersebut. Mulai proses pengolahan sampai produk yang dihasilkan. “Kami selalu memperkenalkan kepada tamu-tamu yang hadir, dan alhamdulillah banyak peminatnya,” ujar Aulia.

Di tempat Aulia merintis produk dengan skala Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) itu, saat ini cuma ada drum penampung minyak nilam hasil sulingan, kemudian seonggok bangunan semen yang jadi tungku.

Serangkaian alat ini yang kerap dipakai Aulia untuk menyuling nilam sehingga dapat menghasilkan minyak. Uap panas dari kayu yang dibakar, dapat membuat alat ketel ini berfungsi.

Menurutnya, usai disuling, minyak nilam tersebut dibawa ke lembaga ARC di Banda Aceh. Di sana minyak akan disaring dengan alat lain. Pasalnya, minyak yang baru diketel masih banyak mengandung kotoran dan air, sehingga belum dapat menghasilkan minyak yang berkualitas.

“Kita tidak punya alat sendiri, karena kita binaan ARC maka setiap minyak yang hendak dijadikan produk harus disterilkan dulu di ARC,” ungkapnya.

Kala pertama baru merintis, produk Geunara langsung memikat pasar. Kata Aulia, sekitar seribu botol parfum dan minyak angin nilam laku terjual. Pemuda itu memanfaatkan media sosial untuk berdagang. Lapak juga digelar di marketplace.

“Paling aktif di Instagram @geunarastore kemudian di Marketplace seperti tokopedia dan Shopee,” ujarnya.

Sejauh ini tutur Aulia, produk Geunara telah menjangkau konsumen dari berbagai daerah baik dalam maupun dari luar Aceh. Ramah kantong jadi salah satu alasan konsumen tertarik.

Misalnya, produk parfum Geunara yang saat ini punya tiga varian wangi Meulu, Putro Ijo dan Kopi, cuma dijual mulai dari harga Rp50 ribu untuk ukuran 14 mililiter dan Rp100 ribu ukuran 30 mililiter.

“Sementara produk minyak angin harganya Rp15 ribu untuk ukuran 8 mililiter dan sabun cuci piring Rp12 ribu saja,” kata Aulia.

Aulia mengaku dari usaha tersebut ia mampu meraup omzet hingga Rp3 juta per bulan. Namun, ungkapnya, omzet tersebut bisa saja lebih apabila ia mampu memproduksi produk Geunara dalam jumlah lebih banyak lagi dalam per bulan.

“Belum ada tenaga kerja. Terkadang produksi masih terbatas, hanya 30 buah tiap bulannya,” pungkasnya.

Rambah Mancanegara

Faisal Alfarisi dari lembaga Atsiri Research Center (ARC) mengatakan potensi minyak nilam Aceh bisa diolah jadi ragam produk yang berkualitas. Produk-produk itu seperti parfum, body lotion, sabun cuci piring, dan aroma terapi.

Selama ini, produk dari bahan baku dasar nilam yang diolah ARC dibeli oleh lembaga Koperasi Innovac dan PT. Ugreen Aromatics Internasional.

“Juga dijual melalui marketplace dan bazar-bazar yang ada,” katanya.

Menurutnya, ARC baru mampu mengolah minyak nilam menjadi sebuah produk berkisar sekitar 15 sampai 20 persen. Selebihnya, minyak nilam diekspor ke luar negeri seperti Amerika, Eropa, Kanada, Korea dan beberapa negara lainnya.

Meski permintaan dari luar negeri cukup tinggi, Faisal mengaku petani nilam di Aceh belum sanggup memenuhi permintaan tersebut. Sebab, masyarakat biasanya hanya mampu menjual 2 sampai 15 kilogram minyak nilam ke ARC.

“Jika rutin tiap bulan, maka tembus 500 kilo sampai 1 ton minyak nilam,” ujarnya.

Itu berbeda halnya dengan India. Di sana, kerja-kerja petani didukung dengan teknologi hingga mampu menggarap lahan besar. “Sementara masyarakat Aceh membudidayakan nilam masih secara tradisional, menanam nilam masih menggunakan cangkul, bahkan (lahan) masih secara kecil-kecilan,” bebernya.

Namun Faisal Alfarisi berharap petani nilam di Tanah Rencong tak patah arang. Dia mendorong petani terus membudidayakan nilam sebab harganya saat ini bagus di pasaran. Selain itu, ARC terus menjamin pembeli minyak nilam selalu ada. “Ini menjadi peluang besar bagi petani nilam Aceh,” imbuhnya.

Pemerintah Aceh Membantu

Dari hulu hingga mencapai hilir, hasil tanaman nilam Aceh tentu tak bisa dikayuh sendiri oleh petani dan ARC semata. Perlu peran pemerintah untuk bantu membawa nilam Aceh mengarungi pasar dunia.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh pun mengaku terus mendorong petani dan pelaku UMKM berbasis minyak nilam, agar berdaya menjangkau pasar di dalam dan luar negeri.

“Kami selalu mendukung, apalagi jika minyak nilam Aceh ini dapat terus dikembangkan dengan beragam produk lainnya,” kata Kepala Disperindag Aceh Mohd Tanwier.

Dia berharap para pelaku UMKM berbahan dasar nilam di Aceh terus berinovasi mengembangkan ragam produk.

“Harapannya 50 persen minyak nilam kita diolah jadi produk dan 50 persennya bisa diekspor,” ujar Tanwier.

Sebagai fasilitator, tuturnya, Disperindag Aceh kerap memberikan pelatihan-pelatihan kepada pelaku usaha, khususnya usaha minyak nilam. Selain itu setiap tahun petani nilam dibantu alat kerja seperti mesin penyulingan.

“Setiap tahun ada diberikan bantuan peralatan kepada kelompok-kelompok masyarakat tani yang membutuhkan,” ungkapnya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist