Mimpi Anak Pidie, Jalur Medali Hingga Polisi

Akmal Juanda dan M Haikal, wakil Pidie di tim sepakbola PON Aceh | foto: Rahmad S

Bagikan

Mimpi Anak Pidie, Jalur Medali Hingga Polisi

Akmal Juanda dan M Haikal, wakil Pidie di tim sepakbola PON Aceh | foto: Rahmad S

MASAKINI.CO – “Kalau nggak lewat seleksi, jangan minta lagi uang sama ayah,” ujar Mahdi kepada Haikal. Percakapan tersebut tersambung lewat telepon genggam. Jarak antara Tangse, Pidie dengan Kalimantan membuat ayah dan anak ini tak bisa bertatap muka.

M Haikal memberitahu bahwa dirinya akan mengikuti seleksi masuk tim sepakbola PON Aceh, dilaksanakan seminggu setelah Idul Fitri 2024 di Stadion Kuta Asan, Sigli.

“Tidak mungkin bolak-balik Sigli-Tangse, karena seleksi pagi. Jarak tempuh kurang lebih satu jam perjalanan, pasti buru-buru,” jelas Haikal.

Ekonomi menjadi tantangan tersendiri bagi Haikal yang sedang mengejar mimpi. Sejak kelas dua SMP, ayah pergi merantau ke Malaysia, setelah itu mencari rezeki di Kalimantan. Bahkan dirinya tidak tahu alamat pasti domisili ayahnya.

“Yang pasti ayah di Kalimantan, jadi sopir bawa-bawa minyak,” ungkapnya.

Kalimat “jangan minta lagi uang sama ayah,” dipahaminya sebagai pecut, agar dirinya serius berlatih hingga terpilih menjadi salah satu pemain sepakbola PON Aceh. “Lebih ke motivasi. Karena kalau ikut seleksi bola, biasanya kabari ayah untuk uang minyak dan jajan karena nginap di tempat saudara di Sigli.”

Sejak kecil, ‘mutiara hitam’ dari dataran tinggi Pidie ini memperlihatkan bakatnya bermain di kompetisi bergensi. Mulai dari Soeratin, Popda, hingga PORA. Di PORA, namanya menghentak. Tiga golnya di grand final, berbuah ‘kalung’ medali emas untuk Pidie.

Sebab itu pula, lelaki dengan senyum manis tersebut dipanggil seleksi. Lebih dari 130-an pemain berbakat Aceh yang terjaring pemandu bakat, unjuk aksi di Kuta Asan.

Mukhlis Rasyid dan Safrizani yang kala itu menjadi penilai, melihat Haikal menonjol. Takdir baik berpihak padanya, Haikal terpilih sebagai satu dari 24 pemain PON Aceh 2024.

Ia bertekad membayar takdir baiknya, bila diberikan kesempatan. Saat ini, Haikal sadar dirinya bukan pilihan utama. Namun kala tim buntu, acap kali ia dimasukkan dengan harapan bisa memecah kebuntuan di laga uji coba.

“Nasib saya di PON sekarang mirip-mirip di PORA. Tapi gol saya di final (PORA) kala itu, menjadi pembuktian,” terang Haikal.

Santai menjadi gestur paling dominan dari penyerang yang punya shooting sama baiknya di kaki kanan maupun kiri. Meski telihat begitu, ia mengaku cukup serius. Mau turun dari Tangse ke Sigli berlatih di SSB Champion.

“Kalau nggak turun ke Sigli, rasanya saya tidak bisa main bola. Sekali turun dari Tangse butuh Rp20 ribu untuk minyak motor,” bebernya.

M Haikal ketika membaca pesan Facebooknya | foto: Ichsan Maulana (ICM)

Safrizani menjadi saksi keterbatasan ekonomi Haikal.”Pernah dua tiga kali diam-diam saya bantu, tidak banyak, cukup untuk uang minyak. Sayang bakat alam yang ada padanya, kalau tidak dimaksimalkan,” tutur Sadrizani.

Haikal tak menampik bahwa di Kecamatan Tangse, banyak lapangan bola. Namun bermain di lapangan desanya di Blang Dhod saja, tak pernah cukup untuk menjadi pemain bernama. Ia bertekad melampaui capaian abang keduanya, Muzammir yang sempat memperkuat PSAP Sigli.

Kesempatan berlatih di SSB Champion yang dikomandoi Safrizani dan Riza Fandi, didapat usai sebuah turnamen di Stadion Kuta Asan. Fandi yang notabene lagend PSAP menyampaikan pesan ke abangnya Haikal, agar sang adik bergabung.

“Lalu komunikasi dengan Bang Fandi lewat pesan Facebook, tukaran nomor. Sebenarnya sudah telat juga latihan di Champion, pas SMA,” kenangnya.

Haikal tak sendiri wakil Pidie di tim sepakbola PON Aceh. Ada Akmal Juanda temannya yang lebih dulu berlatih di SSB Champion, sejak sekolah dasar. Keduanya juga sama-sama setim kala Pidie meraih medali emas di PORA, dan sama-sama beroperasi di lini depan.

Jika pertautan Haikal dengan SSB Champion via abangnya, maka Akmal lewat pamannya Ikhwani Hasanudin. Karib Fandi semasa di PSAP. Sebagai bek kanan, Ikhwani telah bertualang ke sejumlah klub di tanah air, semisal Gresik United, PSMS Medan, termasuk Persiraja.

“Bang Wani yang antar. Setelah dibawa beli sepatu ke salah satu toko sport di Sigli,” ungkap Akmal.

Jelang 15 hari PON Aceh Sumut 2024 bergulir, putra satu-satunya dari tiga bersaudara pasangan Baharudin-Julina sedang dalam kepercayaan diri tinggi. Setiap kali tim sepakbola PON Aceh uji coba, namanya senantiasa tercatat di papan skor.

“Mudah-mudahan bisa terus cetak gol, bukan hanya di uji coba, tapi saat PON sudah berlangsung,” harapnya.

Bersama Rasiman, pelatih tim sepakbola PON Aceh, Akmal bisa dimainkan tidak hanya satu posisi. Kadang sayap, kadang second striker. Bagi Akmal, semuanya nyaman. Walau sedang dalam tren positif, peruntungannya di PON Aceh sempat limbung.

Akmal Juanda saat dalam bus bersama masakini.co | foto: Ichsan Maulana (ICM)

Tunda daftar polisi

Sebelum Ramadhan 2024, ia sudah mengetahui kabar seleksi PON Aceh segera bergulir. Namun waktu itu, orangtuanya menghendaki sang anak untuk masuk polisi lewat jalur prestasi. Sertifikat Liga Santri tingkat nasional menjadi bekalnya.

Bersama ibunda, ditemani Fandi mereka sempat bertolak ke Banda Aceh untuk menemui salah seorang mantan pemain bola, yang sudah lama menjadi polisi. Maksud kedatangan, untuk bertanya ihwal peraturan masuk spesifik jalur prestasi.

Sepanjang perjalanan Sigli-Banda Aceh, Akmal dilema. “Merasa belum siap, dan masih suka sekali main bola. Berat untuk seketika tinggalin,” ujarnya.

Kebimbingan itu diketahui Fandi. Ia sangat dekat dengan keluarga Akmal.

“Lalu saya sampaikan kepada keluarga Akmal. Dan mereka sepakat. Juga memastikan ke Akmal. Lagian dia masih punya kesempatan, sebab bukan tahun terakhir,” jelas Riza Fandi.

“Ketika disuruh masuk polisi, saya ikut saja karena permintaan orangtua. Cuma saya susah menjelaskan. Karena biasanya bilang sesuatu ke Mak, Mak yang bilang ke ayah,” kata Akmal.

Kesempatan bermain di ajang PON akan dimaksimalkan sebaik mungkin. Dirinya ingin unjuk kapasitas agar dikontrak klub profesional. Peluang tersebut besar, sebab Akmal masih bisa masuk di kuota pemain muda. Bila berhasil meraih medali, kesempatan menjadi polisi kian terbuka.

“Nanti kita lihat lagi, saat ini fokus main PON dulu mudah-mudahan dapat medali. Kalau bisa barengan main di klub pro dan jadi polisi, mantap juga itu,” harapnya.

Kemungkinan tersebut terbuka. Berkaca dari kiper PON Aceh, Kautsar Ramadhan yang meraih perak di PON Papua lalu. Merengkuh medali perak, jadi polisi dan kini ia bertugas di Lhokseumawe.

Haikal dan Akmal menjadi dua wakil Pidie di tim sepakbola PON Aceh 2024. Dengan kata lain, ada peningkatan keterwakilan bagi kabupaten penghasil melinjo itu. Di PON 2021, Ridha Umami menjadi satu-satunya pemain Pidie yang berhasil menembus skuad PON Aceh.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist