MASAKINI.CO – Mantan Anggota DPR Aceh, M. Rizal Falevi Kirani menyoroti ketidakjelasan evaluasi dan kebijakan terkait pertambangan di Aceh, terutama di wilayah Aceh Barat.
Menurutnya, selama ini evaluasi yang dilakukan tidak pernah tuntas dan dampak negatif dari aktivitas pertambangan seperti debu batu bara, terus menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama pada anak-anak yang mengalami gangguan pernapasan.
“Saat kami masih jadi panitia Khusus (Pansus) pertambangan, kami melihat memang evaluasi selalu berjalan setengah-setengah, tidak ada kebijakan yang menyeluruh,” ujar Rizal Falevi dalam Forum Gruop Discussion KosTum di Banda Aceh, Rabu (23/10/2024).
Falevi menjelaskan bahwa keluhan masyarakat terkait debu batu bara yang menyebabkan gangguan kesehatan ini sudah menjadi perhatian utama.
Mantan Tim Pansus DPR Aceh ini menilai salah satu akar masalah adalah lemahnya pengawasan dari pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi yang sebenarnya memiliki kewenangan penuh dalam memantau aktivitas tambang sesuai regulasi yang berlaku.
Sehingga evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan perbaikan, baik dari segi pengelolaan lingkungan maupun dampak sosial terhadap masyarakat sekitar tambang.
Salah satu langkah paling krusial, menurutnya yaitu memberlakukan moratorium tambang.
“Moratorium ini penting untuk menghentikan sementara aktivitas tambang sambil melakukan evaluasi mendalam terhadap izin konsesi yang telah diberikan,” terangnya.
Lebih lanjut, Falevi menyoroti ketiadaan perusahaan daerah yang terlibat langsung dalam industri tambang. Padahal, keterlibatan perusahaan daerah dinilai penting agar manfaat ekonomi dari tambang bisa lebih dirasakan oleh masyarakat setempat.
“Tapi nyatanya saat ini masyarakat di lokasi tambang hanya kebagian dampak negatif dibanding manfaat, sehingga masyarakat tak suka akan investor masuk,”
“Kami tidak anti investasi, malah kami mendukung tapi investasi yang membawa kemajuan bagi masyarakat,” pungkasnya.