Pandemi Corona, Pemerintah Jangan hanya Perhatian Nasib Ojek Online

Bagikan

Pandemi Corona, Pemerintah Jangan hanya Perhatian Nasib Ojek Online

MASAKINI.CO – Sejak mewabahnya virus corona (COVID-19) di Indonesia, telah menimbulkan gejolak besar hampir di semua sendi kehidupan dan sektor. Melihat kondisi itu, pemerintah pun diminta untuk lebih peka untuk memperhatikan semua lini, jangan hanya soal keberadaan ojek online (ojol) atau ojek daring yang belum lama ini ramai diperbincangkan.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, meminta pemerintah untuk memperhatikan nasib angkutan umum resmi atau legal pada masa pandemi virus corona (Covid-19) mewabah saat ini. Karena itu, jangan hanya mengurus soal ojek online (ojol) atau ojek daring.

“Menurut data dari Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan di tahun 2019. Jumlah perusahaan bus/angkutan itu merupakan gabungan dari enam jenis layanan,” ungkap Djoko di Jakarta, Jumat (17/4).

Menurut Djoko, data yang sajikan itu belum termasuk jenis bus lainnya seperti bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, dan becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.

Fakta saat ini, pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum memberikan perhatian kepada angkutan umum yang juga beroperasi, semisal bajaj.

“Angkutan roda tiga seperti bajaj sebagai salah satu moda angkutan umum beroperasi di Jakarta sudah tidak diperhatikan keberadaannya. Sudah wilayah operasinya dibatasi, tambah semakin terpuruk di saat ojek daring muncul dengan wilayah operasi tanpa batas. Angkutan bajaj dibiarkan beroperasi tapa perlindungan, meski sebagai angkutan umum yang legal,” ujarnya.

“Pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang. Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu,” bebernya.

Djoko berpendapat, sejauh ini perhatian pemerintah dan BUMN kepada Ojol sangat berlebihan di tengah pandemi COVID-19 di Indonesia. Sejatinya yang terdampak dari wabah ini bukan hanya Ojol, banyak modal transportasi lainnya.

Ia juga menyesalkan, adanya pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

“Padahal perusahaan transportasi itu keuntungan lebih kecil dibanding perusahaan transportasi daring. Dan hubungan kerja perusahaan angkutan dengan awak angkutannya juga bermitra. Tidak bekerja tidak mendapatkan penghasilan. Sementara program perusahaan transportasi daring tidak mengena sasaran langsung mitranya, apalagi untuk memikirkan masyarakat yang lain, masih jauh dari harapan,” bebernya.

Ia menegaskan, jika pemerintah dan BUMN mau adil, harusnya tidak hanya pengemudi ojek daring yang mendapatkan cash back untuk pembelian BBM atau bentuk bantuan lainnya. Tetapi juga diberikan bantuan kepada seluruh pengemudi transportasi umum yang lainnya.

“Ketidakadilan ini harus segera diakhiri, supaya ketegangan di kalangan masyarakat bisa mereda. Negara ini sedang dirundung duka janganlah lagi ditambah masalah akibat ketidakadilan itu,” pungkasnya. [Ali L]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist