MASAKINI.CO – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Dahlan Jamaluddin menilai apa yang dialami masyarakat Aceh beberapa waktu belakangan terkait layanan ATM bank syariah yang kerap kosong dan sering gagal transaksi, sebenarnya disebabkan kelalaian Pemerintah Aceh.
Dia menyebut, usai Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) disahkan pada tahun 2018 dan baru efektif berlaku Januari 2019, sebenarnya ada ruang transisi selama 3 tahun untuk dimanfaatkan pemerintah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Disamping kewajiban lain yang harus dipenuhi, yakni mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub), diantaranya Pergub pembentukan Dewan Pengawas Syariah Aceh (DSA). Namun, Pergub DSA itu saja baru beberapa waktu lalu terbentuk.
“Masa transisi 3 tahun itu sebenarnya cukup untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sekaligus mempersiapkan infrastruktur sistem menuju konversi. Nah, sekarang ini sudah dimenit-menit terakhir, pertanyaan kemana pemerintah Aceh selama ini?,” kata Dahlan Jamaluddin dalam wawancara khusus dengan masakini.co pada Rabu, (5/5/2021).
Menurut Dahlan, Pemerintah Aceh selama ini tidak serius mengajak duduk pihak terkait dalam penerapan Qanun LKS. Baru ketika banyak bank konvensional hengkang beberapa bulan yang lalu dari Aceh, disitulah pemerintah kaget.
“Berapa kali ada Pemerintah Aceh ajak duduk pihak perbankan? baru-baru ini aja kan, ketika sudah terus menerus kita berteriak, baru pemerintah bangun,” ujarnya.
Dia menambahkan, persoalan ATM kosong dan transaksi sering gagal yang dialami masyarakat kini, hanya sekelumit masalah dari amburadulnya kinerja pemerintah dalam penerapan Qanun LKS.
Belum lagi, kata politisi Partai Aceh itu, persoalan program-program Pemerintah Pusat terhadap masyarakat yang penyaluran dananya melalui bank konvensional BUMN, sementara Aceh saat ini telah menerapkan bank berbasis syariah. Dia mencontohkan semisal program Kredit Usaha Rakyat (KUR), bantuan BLT, dan lain sebagainya.
“Jangan nanti berdalih tak bisa disalurkan maksimal karena kita tak punya bank konvensional lagi. Ini tugasnya Pemerintah Aceh untuk mastikan hal itu tak terjadi. Sayang masyarakat,” ungkapnya.
Dahlan juga menyinggung kesiapan Pemerintah Aceh usai Qanun LKS ini berjalan, dalam konteks kepentingan ekonomi makro Aceh yang lebih besar ke depan. “Bagaimana ini berjalan nggak? Kalau gak berjalan apa masalahnya? Pemerintah Aceh harus terlibat mengadvokasi persoalan ini ke Pemerintah Pusat,” ungkapnya.
Pemerintah Aceh, sebut Dahlan, harus memastikan penerapan Qanun LKS berjalan maksimal, sehingga kehadirannya betul-betul menjadi solusi. Dia juga mendesak pihak perbankan syariah di Aceh, baik Bank Syariah Indonesia (BSI) maupun Bank Aceh Syariah (BAS) wajib melayani masyarakat dengan baik.
“Tunjukkan bahwa pemerintah sedang bekerja betul-betul, dan bank memperbaiki sistem sesegera mungkin. Gubernur kan bisa memberi perintah, misalnya deadline 1 bulan ke depan masalah ini harus selesai. Gubernur punya otoritas menyampaikan itu sebagai kepala daerah. Jangan diam aja lalu kemudian menyalahkan pihak lain,” tegasnya.
Dahlan Jamaludin menuturkan, jika di awal-awal begini saja masyarakat sudah mengeluh dengan layanan perbankan syariah di Aceh, kedepan tentu masyarakat akan semakin kritis dan cenderung membandingkan dengan layanan perbankan konvensional.
“Padahal bukan Qanun-nya yang salah. Tapi penerapannya yang abai mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, tidak terorganisir, tidak terpimpin dengan baik,” pungkasnya.(Adv)