Tur Anak Meuseuraya Akbar Tawarkan Metode Edukasi Berbasis Pengalaman

Tur Anak Meuseuraya Akbar dalam rangkaian Meuseuraya Akbar 2025, Senin 26/5/2025. (foto: untuk masakini.co)

Bagikan

Tur Anak Meuseuraya Akbar Tawarkan Metode Edukasi Berbasis Pengalaman

Tur Anak Meuseuraya Akbar dalam rangkaian Meuseuraya Akbar 2025, Senin 26/5/2025. (foto: untuk masakini.co)

MASAKINI.CO – Di tengah tantangan memudarnya minat generasi muda terhadap sejarah lokal, Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA) menghadirkan pendekatan edukatif yang segar melalui Tur Anak Meuseuraya Akbar dalam rangkaian Meuseuraya Akbar 2025, Senin (26/5/2025).

Kegiatan ini mengajak murid-murid sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah menjelajahi langsung situs-situs bersejarah di Kabupaten Pidie sebagai bagian dari metode pembelajaran berbasis pengalaman.

Ketua Panitia Meuseuraya Akbar 2025, Iskandar Tungang, mengatakan pendekatan ini dirancang agar anak-anak tidak hanya memahami sejarah secara kognitif, tetapi juga merasakannya secara emosional dan afektif.

“Mereka tidak sekadar mendengar cerita sejarah, tetapi menginjakkan kaki langsung di tempat peristiwanya. Ini akan menjadi pengalaman yang membekas dan menumbuhkan kesadaran budaya secara lebih dalam,” ujar Iskandar.

Kegiatan dimulai dari Gedung Meusapat Ureung Pidie, dan mencakup kunjungan ke sejumlah lokasi penting seperti Makam Sultan Ma’ruf Syah, Kompleks Makam Syaikh Abdurrahim Al Madani, dan situs Benteng Kuta Asan.

Di setiap titik, para siswa mendapat penjelasan dari pemandu sejarah MAPESA yang membawakan narasi dengan gaya interaktif, lengkap dengan kuis dan sesi tanya jawab.

Tak hanya belajar sejarah, anak-anak juga diajak menanam pohon sebagai simbol integrasi antara pelestarian alam dan budaya.

Momentum ini menegaskan bahwa pelestarian warisan tidak terbatas pada benda dan bangunan, tetapi juga menyangkut lingkungan hidup yang menjadi bagian dari narasi sejarah itu sendiri.

Tur ditutup dengan kunjungan ke Pameran Sejarah Meuseuraya Akbar 2025, tempat peserta mengeksplorasi visualisasi sejarah lewat artefak, gambar, dan narasi multimedia. Pengalaman ini ditutup dengan sesi refleksi melalui kuis budaya dan pemberian apresiasi bagi peserta aktif.

Menurut Iskandar, inisiatif seperti ini layak menjadi model pendidikan sejarah alternatif. “Anak-anak belajar bukan hanya dengan kepala, tapi juga dengan kaki dan hati. Mereka berjalan, bertanya, dan merasakan—dan itu akan jauh lebih berarti dibandingkan sekadar membaca buku teks,” katanya.

Melalui kegiatan ini, MAPESA bersama mitra-mitranya berupaya menunjukkan bahwa sejarah bisa diajarkan secara hidup dan relevan, bahkan untuk anak-anak usia dini, asal metode yang digunakan tepat dan menyentuh pengalaman nyata.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist