MASAKINI.CO – Keberadaan hutan gambut di Aceh, khususnya Suaka Margasatwa Rawa Singkil kian terancam akibat perambahan maupun ekspansi perkebunan sawit ilegal. Rusaknya lahan gambut akan menimbulkan masalah pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi ”Masa Depan Rawa Singkil” yang digelar Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh secara virtual, Kamis (4/11/2021).
Adapun pembicara dalam diskusi tersebut Kepala BKSDA Aceh, Direktur Konservasi Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Kapolres Aceh Selatan, Koordinator Riset Pusat Riset Perubahan Iklim Aceh (ACCI) USK.
Kepala BKSA Aceh Agus Arianto, mengatakan, Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang berada di tiga kabupaten yakni Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam. Tiga daerah itu merupakan hutan rawa gambut bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser.
Ia mengatakan beberapa upaya perlindungan dan pengamanan telah dilakukan, seperti patroli melibatkan masyarakat serta polisi hutan wilayah rawa Singkil. Selain itu pihaknya juga berupaya melakukan pendampingan kepada masyarakat terhadap kelestarian rawa singkil.
Sejak tahun 2018, tuturnya, BKSDA Aceh melakukan restorasi terhadap blok-blok rehabilitasi. Dengan melakukan pemulihan secara alami pertumbuhannya yaitu dengan treatmen penanaman.
Selain itu, pihaknya juga sudah melakukan pemulihan ekosistem wilayah di Aceh Selatan sejak tahun 2018 hingga 2021 sekitar 240 hektar lahan. Hal Ini terus berlangsung hingga 2024.
“Upaya terus dilakukan dalam rangka menjaga kelestarian rawa singkil, dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. agar harmonisasi antara masyarakat dan kelestarian alamnya tetap terjaga,” katanya.
Sementara itu, Direktur Konservasi Yayasan Ekosistem Lestari M. Yacob Ishadamy, mengatakan ekosistem gambut kritis, khususnya rawa Singkil sebagai habitat tersisa bagi Orang Utan.
Menurutnya, upaya yang perlu dilakukan terkhusus dari YEL mendampingi DLHK termasuk BKSDA menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Ia menambahkan, dengan potensi yang masih sangat minim dimanfaatkan saat ini yaitu isu ekonomi terutama di Singkil dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi.
“Pembangunan berkelanjutan, ekonomi dan sosialnya harus berimbang, tanpa merambah hutan Rawa Singkil,” ungkapnya.
Dari sisi penegakan, Kapolres Aceh Selatan AKBP Ardanto Nugroho, mengatakan dalam menyelamatkan Rawa Singkil, pihaknya melakukan berbagai cara yaitu preventif, seperti melakukan koordinasi dengan instansi terkait, menyosialisasi kepada masyarakat, kemudian melakukan Preventif seperti melakukan patroli bersama pihak BKSDA dan dinas kehutanan, inspeksi ke tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar.
Koordinator riset Pusat Riset Perubahan Iklim Aceh (ACCI) USK Dr. Monalisa menyampaikan perlindungan lahan gambut juga memperlambat laju pemanasan global.
Ia mengatakan permasalahan pengelolaan gambut di Aceh di antaranya terkait sosial politik, ekonomi, legislasi dan regulasi, tenurial, dan biosfik lingkungan.
“Gambut dan masyarakat sekitar tidak bisa dipisahkan. Kita melihat gambut menjadi ekosistem lahan basah. Terbentuk 10 ribu sampai 40 ribu tahun silam. Mengapa kemudian terbakar dan ketika terbakar sulit pulih,” ujarnya.
Dia mengatakan, tanah gambut telah ada sekitar 9600 hingga 9700 sebelum Masehi. Tanah gambut akan terbentuk di sekitar rawa-rawa saat terdapat tumbuhan yang mati, terjatuh dan terhambat proses pembusukannya. “Kondisi ini bisa dengan mudah terjadi kawasan sekitar rawa-rawa dikarenakan perairan di sekitarnya memiliki tingkat keasaman yang tinggi,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Balai Gakkum Sumatera, Subhan mengatakan, persoalan rawa singkil tersebut sangat kompleks sehingga perlu diselesaikan dengan pendekatan secara komprehensif.
“Harus ada upaya yang serius, harus ada FGD secara berkelanjutan, sebenarnya saya berharap satu gambaran pemetaan secara menyeluruh terhadap Rawa Singkil. Solusi bukan hanya penegakan hukum saja, tapi secara komprehensif yang melibatkan banyak pihak,” ujarnya.