MASAKINI.CO – Sekawanan bocah berlari menyeberang dari trotoar yang membelah jalan di kawasan lampu merah bundaran tugu Bank BSI Lambaro.
Dua di antaranya mengenakan kostum, seorang tampak kepayahan, berusaha menyusul teman-temannya sembari menenteng kepala boneka berukuran besar.
Anak-anak itu berupaya kabur dari kejaran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Para pengendara di jalan itu, sempat heboh akibat riuhnya anak-anak berlarian.
Mereka menghilang di salah satu lorong di antara deretan pertokoan. Saat itu, masakini.co yang kebetulan berada di lokasi diam-diam menguntit mereka dari belakang.
Awalnya mereka bercerai berai: salah satunya berusaha bersembunyi di balik tirai sebuah butik yang sudah ditutup. Tiga bocah lain lari terbirit-birit ke arah rumah penduduk.
Tidak lama berselang, ketiga anak tadi tampak menuju ke halaman butik lalu melemparkan kode kepada teman mereka agar segera keluar.
“Sudah pergi?” teriak anak tersebut dari balik tirai.
“Sudah! Mereka enggak ke sini,” jawab salah salah satu temannya, Minggu (11/6/2023) sore.
“Ha-ha-ha,” mereka tertawa bersamaan.
“Parah!” sebuah makian terlontar dari mulut bocah yang baru saja keluar dari persembunyian.

Sehari-hari, anak-anak ini mengamen dengan cara menggunakan kostum boneka animasi-di perempatan atau persimpangan lampu merah kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar. Targetnya para pengendara.
Biasanya mereka berjoget diiringi pengeras suara portabel yang digantung di leher sambil menyodorkan keranjang uang pada pengendara. Pemberian seikhlasnya akan dibalas dengan sebuah anggukan kecil dan lambaian.
Salah satu di antara anak-anak itu bernama Safrizal. Ia terlihat yang paling besar di antara mereka.
Saat ditemui, ia baru saja melepas kostumnya. Wajahnya terlihat gerah, berkeringat serta memerah akibat terbungkus lama di dalam kepala boneka.
Kostum boneka yang dikenakannya meniru bentuk karakter utama dalam film superhero anak-anak berjudul “BoBoiBoy.” Wujud kostum boneka berwarna kuning hitam itu terlihat kucel.
Ia sengaja menyesakkan keranjang berisi uang hasil mengamen ke dalam rongga kepala boneka yang tadi dikenakannya. Uang kertas-uang kertas tersebut terlihat lecek akibat diremas-remas, mungkin jumlahnya tidak mencapai Rp30 ribuan.
Menurut Safrizal, mereka sudah sering main kucing-kucingan dengan Satpol PP. Hal paling buruk adalah tertangkap.
“Biasanya mereka mengepung lalu mengejar kami,” cerita Safrizal.
Saat bercerita, mata bocah itu tampak awas. Sekonyong-konyong petugas bisa saja muncul di mulut lorong tempat mereka berkumpul.
“Setelah ditangkap kami dibawa ke kantor,” lanjutnya.
Mereka menyosor dirinya dengan sejumlah pertanyaan. Safrizal juga mengaku bahwa petugas sempat melibasnya dengan rotan selama ditahan.
“Saya menjawab, kami, kan, pak, cuma untuk menghibur saja, kalau diberi (uang) kami ambil, kalau enggak, kami juga enggak meminta,” bocah itu mengulang apa yang diucapkannya kepada petugas.
“Setelah itu, langsung dilibas,” lanjutnya.
“Setelah dilibas, uang diambil,” teman Safrizal menyeletuk dari samping.
Bocah yang mengaku sempat menjadi santri di salah satu pesantren di Pidie itu sudah ditangkap sebanyak tiga kali. Setelah ditahan selama 15 hari, ia kemudian dibebaskan.
M. Boyhaqi, bocah lainnya ikut bercerita bahwa petugas pernah menahan kostum miliknya. Namun, dia “mengamuk” di depan mereka.
“Saya bilang, kalian, kalau memang tidak mengizinkan saya kerja di lampu merah, maka beri saya duit. Sebab, saya mencari uang sendiri bukan minta dari kalian,” ulang M. Boyhaqi.
Safrizal sendiri baru kehilangan sang ayah sekitar sebulan yang lalu. Ia dan M. Boyhaqi adalah teman akrab menghadapi kerasnya jalanan ibu kota.
“Dulu sok tidak kenal, sekarang ke mana-mana berdua,” M. Boyhaqi mengerling kepada temannya.
Sesaat kemudian, mereka meminta izin. “Kami mau beli nasi dulu, bang,” kata Safrizal.